Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OTT Bupati Pemalang dan Mengapa Kepala Daerah Tak Jera Lakukan Korupsi?

Baca di App
Lihat Foto
Baktiawan Candheki
Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (11/8/2022).

Diberitakan Kompas.com, OTT KPK terhadap Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo terkait dengan dugaan suap pengadaan barang dan jasa.

Selain itu, KPK juga menduga ada tindakan suap terkait jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pemalang.

Baca juga: 10 Kasus Korupsi dengan Kerugian Negara Terbesar di Indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK resmi menetapkan Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo dan lima orang lainnya sebagai tersangka kasus suap jual beli jabatan.

Kelima orang lainnya tersebut, yakni AJW selaku Komisaris PT AU, penjabat Sekretaris Daerah SM, Kepala BPBD Pemalang SJ, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadiskominfo) YN, dan MS selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pemalang.

Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo yang terjaring OTT KPK menambah panjang daftar kepala daerah yang ditangkap KPK imbas dugaan kasus korupsi.

Baca juga: 214 Napi Korupsi Terima Remisi, Bagaimana Aturannya?

Lantas, mengapa kepala daerah tak jera melakukan korupsi?

Sudah kronis

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Drajat Tri Kartono berpendapat, kasus OTT kepala daerah telah kronis lantaran terjadi bekali-kali.

Menurutnya, walaupun OTT sudah berulang kali dilakukan KPK, hal itu tidak membuat jera kepala daerah.

"Ini menurut saya penangkapan OTT kepala daerah memang sudah kronis karena ini sudah terjadi berkali kali, dan itu kayaknya tidak ada jera," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/8/2022).

Baca juga: LHKPN Ferdy Sambo Tak Ada di KPK, Kok Bisa? Ini Penjelasan KPK


Apa masalahnya?

Drajat melihat, masalah utamanya ada pada skema desentralisasi atau terkait penyerahan urusan dari pemerintah ke daerah.

Skema atau kebijakan desentralisasi di Indonesia, lanjutnya, tidak tepat karena tidak memiliki daya tahan terhadap perilaku opportunistic behavior dari pejabatnya.

Opportunistic behavior artinya perilaku untuk mendapatkan kesempatan meski dengan cara yang kurang baik atau ilegal sekalipun.

Baca juga: Profil Mardani Maming, Jadi Buron KPK hingga Akhirnya Serahkan Diri

KPK hanya juru tangkap

Menurutnya, kebijakan desentralisasi yang tidak tepat tersebut menimbulkan efek terhadap peluang-peluang untuk terjadinya korupsi.

"Seolah-olah KPK itu hanya juru tangkap saja, tetapi tidak punya daya untuk menghentikan. Jadi KPK itu hanya seperti obat penurun panas saja, tapi bukan obat menyembuhkan sakitnya," kata Drajat.

"Dan memang ini tidak bisa diselesaikan oleh KPK sendiri karena penyelesaiannya harus menyentuh sistem administrasi, desentralisasi, sistem kontrol pengawasan, pembenahan mental, dan moral pejabatnya," lanjutnya.

Baca juga: Profil Surya Darmadi, Buron KPK yang Kini Jadi Tersangka Kejagung

Pengawasan terkait hubungan ekonomi-politik

Drajat menilai, yang perlu diperhatikan dalam kebijakan desentralisasi adalah kemampuan kebijakan dan kontrol pengawasan terkait dengan hubungan ekonomi politik.

Hubungan tersebut, yakni kepala daerah sebagai penguasa anggaran dan bisnis.

"Karena kepala daerah ini juga dalam tanda kutip juga memainkan bisnis, karena dia memiliki anggaran yang harus dimanfaatkan melalui tender-tender, dan disitu dia berhubungan dengan bisnis," ungkapnya.

Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Berikut Profil dan Harta Kekayaan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin

Sistem politik biaya tinggi

Lebih lanjut, Drajat menuturkan, masih adanya kepala daerah yang terseret dalam pusaran korupsi dilatarbelakangi sistem politik berbiaya tinggi.

"Jadi sistem politik kita, baik di pusat maupun di daerah, itu kan sekarang biaya tinggi, sehingga akhirnya politik biaya tinggi itu harus barang kembalinya," pungkasnya.

Baca juga: Penangkapan Adelin Lis dan Daftar Panjang Buronan Kasus Korupsi yang Kabur ke Singapura


KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Rangkai Masalah Korupsi Kepala Daerah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi