Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Head of Education Ecosystem PT Telkom Indonesia Tbk
Bergabung sejak: 12 Apr 2022

Dr. Sri Safitri, ST, B.Eng (Hons), M. Eng adalah Head of Education Ecosystem PT Telkom Indonesia Tbk. Sebelumnya adalah Direktur Marketing Telkomtelstra, perusahaan patungan Telkom Indonesia dan Telstra Australia.
Uni Fitri, sapaannya, merupakan Doktor Manajemen Universitas Brawijaya, juga pembicara internasional dan aktif di asosiasi industri seperti ACIOA (ASEAN CIO Association) sebagai Konselor Indonesia.
Saat ini, juga menjabat Wakil Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Co-Founder Indonesia Blockchain Society (IBS), Ketua Umum Indonesia CX Professional (ICXP), Secretary General Partnership Kolaborasi Riset dan Inovasi Kecedasan Artifisial (KORIKA) dan President FAST (Forum Alumni Universitas Telkom) 2021-2025.

Memperbanyak Universitas Kelas Dunia, Meningkatkan Kemajuan Kota dan Negara

Baca di App
Lihat Foto
www.dailymail.co.uk
Gedung futuristik milik Oracle, salah satu dari puluhan kantor perusahaan mewah di Silicon Valley.
Editor: Sandro Gatra

DUA hari lagi, Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77 akan bersama kita peringati. Dalam bidang yang penulis geluti, yakni teknologi edukasi (Education Technology/EdTech), refleksi hari jadi negeri kita tercinta ini terkait korelasi kota, negara dan pendidikan tinggi.

Dalam dunia kontemporer mutakhir, siapapun secara kasat mata akan bisa mudah mengidentifikasi mana sebuah kota maju, median, atau belum maju.

Tahukah Anda, sidang pembaca, di setiap kota maju di dunia, yang level kotanya merupakan kota metropolitan, selalu ada universitas unggul kelas dunia (world class university/WCU).

Kriterianya mencakup reputasi akademik, reputasi dosen, ratio fakultas dengan mahasiswa, sitasi per fakultas, dan rasio fakultas kelas internasional dengan mahasiswa.

Kita ambil contoh Beijing, Ibu Kota Tiongkok, yang menjadi lokomotif ekonomi dari negara tersebut untuk berada pada dua besar ekonomi dunia setelah Amerika Serikat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di kota ini, ada tiga world class university yang selalu masuk data langganan, yakni Tsinghua University, Peking University dan Beijing Normal University.

Pasti semua kita pun sangat karib dengan Silicon Valley di San Francisco Bay Area, California, Amerika Serikat, bukan?

Sebuah kawasan bisnis teknologi terdepan dan terkemuka di dunia sejak lama hingga sekarang, tempat bercokolnya kantor pusat gigan teknologi mulai dari Apple, Google, Youtube, Cisco, eBay, Intel, dan seterusnya.

San Francisco Bay Area ini mencakup berbagai wilayah di antaranya San Jose, Santa Clara, Menlo Park, Mountain View, Palo Alto, dan Sunnyvale.

Banyak pakar meyakini kemajuan kota-kawasan tersebut terutama didorong kehadiran WCU di sekitarnya, yakni Stanford University, California Institute of Technology, University of San Franscisco, Santa Clara University, San Jose University, San Franscisco State University, dan banyak lagi (Sumber: https://www.timeshighereducation.com/student/best-universities/best-universities-california).

Faktanya, jika kita beralih ke dalam negeri, WCU di kota besar di Indonesia, masing sangat sedikit.

Riset QS World University Rangking tahun 2022 menyebutkan, Indonesia hanya memiliki 16 dari total 4.593 WCU di seluruh dunia, itupun rankingnya di atas 500 dan rerata hanya kampus-kampus di Pulau Jawa.

Segelintir luar Pulau Jawa adalah Universitas Andalas di Kota Padang, Universitas Hasanuddin di Kota Makassar dan Univeritas Sumatera Utara di Kota Medan.

Strategi memperbanyak WCU

Lantas, pertanyaan yang wajar muncul: Bagaimana memperbanyak WCU khususnya di seluruh kota besar dan umumnya seluruh kota di Indonesia? Penulis akan menuangkan dalam dua poin.

Pertama, hadirkan transformasi kebutuhan kekinian lulusan perguruan tinggi. Tren ini lahir selain karena menyeruaknya gaya hidup digital, juga tumbuh dari perubahan kebutuhan pola belajar serta output lulusan perguruan tinggi.

Kita bahas dulu dari perubahan, yang mana masyarakat dan industri menuntut mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus, kelas kolaboratif dan partisipatif, adanya praktisi mengajar di dalam kampus.

Selain itu, dosen berkegiatan di luar kampus, program studi berstandar internasional serta bekerjasama dengan mitra kelas dunia, serta hasil kerja dosen digunakan masyarakat dan mendapat rekognisi internasional. Ujung dari ini semua adalah output lulusan mendapat pekerjaan yang layak.

Perubahan ini sendiri otomatis akan memberi tantangan tersendiri bagi kampus. Yakni adanya kemudahan monitoring perguruan tinggi terkait pola dan output tadi, mendorong perguruan tinggi meningkatkan kinerja sekaligus kualitasnya guna mencapai perubahan tuntutan tersebut.

Kedua, menjawab transformasi kebutuhan dengan menghadirkan education megashift yang umumnya berbasis pembelajaran digital.

Apa saja di dalamnya? Implementasinya adalah, antara lain, kelas hibrid (online dan offline) akan menjadi permanen, kelas-kelas akan makin inklusif dan kecil, sertifikasi online dan offline akan marak.

Kemudian kurikulum pendekatan digital adalah kunci sukses, gamification diperlukan, kolaborasi global dan lokal, pembelajaran mandiri bermekaran, dan universitas global hadir di mana-mana.

Education megashift ini prinsipnya adalah payung besar dari tren global digital learning dan educational tech (Global EdTech) yang terus berdenyut, terutama setelah pandemi Corona menerjang dunia sejak awal 2020 lalu.

Di mata penulis, Global EdTech ini terdiri dari empat penunjang utama, yakni Augmented and Virtual Reality (AR/VR), Gamification, Hybrid or Blended Learning, Artificial Intelligence & Machine Learning (AI-ML), serta Smart Campus Ecosystem.

Pada metode AR/VR, dosen dan mahasiswa bisa memperoleh pengalaman interaksi daring 3D (tiga dimensi) guna mengobservasi obyek pelajaran lebih detail dan praktis.

Gamification adalah proses edukasi dengan pendekatan gaming yang sesuai segmen mahasiswa.

Hybrid learning (padanan pengalaman kelas dengan kursus digital yang menekankan pengalaman mahasiswa), AI-ML (proses administrasi dan progres pembelajaran guna akserelasi output), serta Smart Campus Ecosystem (interaoperabilitas sarana prasana, lingkungan pembelajaran inovatif, koneksi tak terbatas,dst).

Dua cara ini sudah teruji di banyak kota sekaligus pada sejumlah WCU dalam menciptakan perubahan riil, baik di kota yang akhirnya merembet ke negara tersebut.

Dengan menerapkan dua cara ini diharapkan saat Kemerdekaan Indonesia 100 tahun pada 2045, setidaknya sudah ada 100 Universitas asal Indonesia masuk jajaran kelas dunia.

Jika melihat berbagai perubahan gaya hidup digital sekitar kita, mulai dari cara belanja, kirim barang, hingga bagaimana kita berpergian, maka sesungguhnya memperluas Global EdTech juga bukan angan-angan semata.

Kita bisa bersama hadirkan education megashift serta WCU di tiap kota besar di negeri ini sebagaimana kita sudah bersama-sama mengubah gaya hidup kita pascapandemi terjadi. Kita pasti bisa!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi