Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Tidak Bisa Mati, Anugerah atau Kutukan?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ANDI HARTIK
Salah satu lukisan bertema Rahwana karya mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) saat dipamerkan di gedung Dewan Kesenian Malang (DKM) Kota Malang, Jawa Timur, Senin (10/12/2018).
Editor: Sandro Gatra

PADA umumnya manusia lebih menginginkan usia panjang ketimbang usia pendek. Berbagai cara diupayakan agar manusia dapat hidup lebih lama, bahkan kalau bisa selama-lamanya agar jangan pernah mati.

Ada pula teknologi krionik yang membekukan jenazah manusia sambil menunggu teknologi yang mampu menghidupkan kembali jenazah manusia yang dibekukan secara krionikal.

Peradaban Mesir kuno memumikan jenazah manusia yang kerap didampingi mumi satwa demi mengawetkan jenazah yang diyakini di masa depam akan bisa dihidupkan kembali dari alam baka kembali ke alam fana.

Secara legal, hukuman mati memang merupakan hukuman terberat bagi manusia. Namun bicara tentang kematian ternyata hukuman paling berat bagi manusia yang paling jahat justru tidak bisa mati.

Contoh legendaris adalah Rahwana melarikan diri akibat dikejar-kejar oleh Hanuman sehingga terjepit oleh dua bukit yang merupakan jelmaan kepala dua anak Rahwana yang sengaja dibunuh oleh Rahwana demi meyakinkan Shinta bahwa Rama dan Laksmana sudah dipenggal oleh Rahwana.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat memiliki aji Rawarontek dan Pancasona maka menurut Ramayana versi India, Rahwana terkutuk tidak bisa mati sehingga hidup abadi menderita terjepit dua bukit sampai masa kini, bahkan masa depan sampai akhir jaman nanti.

Di dalam Ramayana juga tampil tokoh bernama Parasurama yang juga tidak bisa mati kecuali dibunuh sesama titisan Wisnu.

Maka Parasurama terpaksa hidup menderita sambil terus berkelana untuk mencari siapa yang mampu membinasakan dirinya sampai akhirnya beruntung bisa berjumpa dengan Sri Rama sebagai sesama titisan Wisnu.

Di dalam kisah Wayang Purwa, Parasurama hadir pada sosok Rama Bargawa yang tampil dalam berbagai versi beda dari Ramayana termasuk versi akhirnya moksha sebagai brahmana.

Di sisi lain anugerah yang paling baik untuk orang yang paling baik ternyata bukan tidak bisa mati, tetapi dapat menentukan saat akhir hidupnya sendiri.

Tokoh yang dianugerahi oleh para Dewata kemampuan menentukan saat mati diri sendiri adalah Bisma Dewabrata yang telah mengorbankan segala-galanya demi kerukunan keturunan dinasti Bharata seperti terkisah di dalam wiracarita Mahabharata.

Meski pengorbanan Bisma Dewabrata sia-sia belaka sebab akhirnya Pandawa dan Kurawa saling membunuh pada Bharatayudha di padang Kurusetra.

Di masa kini sudah tersedia metode medis bagi manusia untuk menentukan saat ajal diri sendiri seperti Bisma Dewabrata di masa dahulu kala itu, yaitu euthanasia yang sudah bisa dilakukan di Swiss, Selandia Baru dan beberapa negara bagian Amerika Serikat, namun masih belum dilegalkan di lain-lain negara termasuk Indonesia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi