Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 17 Mei 2022

Mahasiswa, Dosen dan Tenaga Ahli DPR RI

Peran Intelijen Menangkal Persepsi Ancaman Resesi bagi Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Gguy
Ilustrasi resesi, resesi adalah, resesi ekonomi adalah, resesi ekonomi, resesi indonesia, resesi artinya, arti resesi, apa itu resesi, pengertian resesi
Editor: Egidius Patnistik

PEREKONOMIAN dunia masuk dalam kondisi ketidakpastian, terdapat efek domino dari proses pemulihan Covid-19 yang belum usai sampai timbul ancaman resesi bagi negara yang tidak mampu mengembalikan pertumbuhan ekonominya seperti sedia kala. Belum lagi adanya faktor global yang berasal dari Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China yang dinilai menjadi variabel utama dalam menentukan kondisi perekonomian dunia tahun 2022 dapat bertahan tumbuh positif atau sebaliknya, disamping faktor lain yakni perang Rusia dan Ukraina yang memicu global supply chain disruption.

Fenomena itu membuat IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 dari proyeksi awal sebesar 4,4 persen menjadi hanya 3,6 persen. Dalam beberapa laporan terakhir bahkan bisa sampai 3,2 persen. Mengutip data IMF, proyeksi inflasi di negara maju juga naik dari 3,9 persen ke 5,7 persen dan negara berkembang angka inflasinya melonjak dari 5,9 persen  ke 8,7 persen.

Baca juga: Inflasi Masih 4,94 Persen, Jokowi: Didukung oleh Tidak Naiknya Harga BBM, Elpiji, dan Listrik

AS dan Jerman, contohnya, kini angka inflasi 7 - 7,9 persen. Turki bahkan sampai pada kondisi hyper inflation karena lebih dari 60 persen. Sementara di China angka inflasi hanya 2,5 persen.

Dalam rilis yang dikeluarkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Agustus 2022 juga disebutkan bahwa prediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 3,1 persen  hingga akhir tahun. Hal ini didasari harga minyak mentah dunia yang sudah melonjak 350 persen sejak April 2020 sampai April 2022.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesulitan ekonomi yang dirasakan negara maju juga dirasakan negara miskin dan berkembang. Maka, muncul prediksi bahwa ada 20 negara yang terancam resesi.

Ancaman resesi yang datang karena faktor di atas, tentu juga dipengaruhi variabel ekonomi lainnya. Laporan Visual Capitalist yang berdasarkan analisis Bloomberg menyebutkan, ada empat metrik yang jadi dasar prediksi tersebut yaitu imbal hasil obligasi pemerintah, credit default swap (CDS) periode lima tahun, beban bunga sebagai persentase dari Produk Domestik Bruto (PDB), dan utang pemerintah sebagai persentase dari PDB.

Contoh nyata adalah Sri Lanka yang menjadi negara bangkrut hingga masalah ekonomi di Sri Lanka berimbas pada kondisi keamanan dan politik.

Bagaimana Indonesia? Jika tidak diantisipasi, kondisi di atas tentu menjadi ancaman bagi perekonomian Indonesia. Namun, dalam berbagai kesempatan disebutkan pemerintah bahwa ancaman resesi masih jauh.

Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022 Indonesia berada diangka 5,44 persen, meski memang utang pemerintah saat ini mencapai Rp 7.123 triliun. Namun angka itu masih dalam rasio batas aman karena masih 38-39 persen dari PDB.

Baca juga: Jokowi: Inflasi Indonesia di Bawah Rata-rata ASEAN dan Negara Maju

 

Indonesia memang sempat terganggu dengan kondisi utang dan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Belum lagi terjadinya inflasi di Juni tahun ini sebesar 4,35 persen yang di atas target pemerintah. Namun, sampai saat ini pemerintah optimis bahwa kondisi ini masih dapat dikendalikan.

Apa peran intelijen?

Sherman Kent memaknai intelijen sebagai satu bentuk pengetahuan, organisasi, dan aktivitas yang tujuan intinya mengumpulkan informasi, menginterpretasi, hingga mengevaluasi informasi sampai didapat nilai strategisnya bagi keamanan nasional. Informasi yang didapatkan harus bersifat cepat dan akurat (velox et exactus) sehingga dapat memenuhi kebutuhan pemimpin nasional, entah sipil atau militer, dalam memformulasikan kebijakan.

Intelijen kemudian memiliki peran sangat penting dalam pranata politik dan keamanan satu negara, terutama dalam mempersepsikan ancaman keamanan yang saat ini pemaknaannya sudah masuk dalam spektrum dan dimensi yang lebih luas.

Negara yang menganut sistem demokrasi atau otoritarian sekalipun akan terus memaksimalkan fitur intelijen dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kondisi yang tidak selalu menguntungkan bagi negara. Sehingga respon cepat dan tepat atas informasi yang didapat dari serangkaian operasi intelijen dalam dan luar negeri menjadi sangat penting.

Baca juga: Kondisi Ekonomi 2023 Diprediksi Lebih Sulit, Mampukah Indonesia Bertahan?

Terlepas dari problematika saat ini tentang adanya politisasi dan depolitisasi intelijen yang seringkali menjadi perhatian dalam studi intelijen, dinamika pelaksanaan operasi intelijen yang menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem bernegara pada dasarnya akan terus mengarah pada tujuan keamanan nasional, ketertiban umum, dan kepentingan nasional, hingga upaya perwujudan perdamaian dunia dengan stabilisasi keamanan di kawasan.

UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Intelijen Negara merupakan regulasi inti pelaksanaan intelijen di Indonesia. Badan Intelijen Negara (BIN) dinyatakan sebagai penyelenggara negara yang memiliki fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan dalam juga luar negeri. Di sampingnya ada lembaga lain seperti Badan Intelijen Strategis TNI, Badan Intelijen dan Keamanan POLRI dan Intelijen Kejaksaan Agung, serta intelijen lain di Kementerian/Lembaga.

Seringkali kegiatan operasi intelijen dianggap hanya erat dengan sektor politik, keamanan, dan pertahanan. Padahal sektor lain seperti ekonomi juga menjadi bagian penting yang membutuhkan informasi intelijen.

Prof. Ikrar Nusa Bakti, dalam satu seminar mengamini hal itu. Menurut dia, intelijen memiliki peranan dalam selamatnya Indonesia dari ancaman resesi, karena bisa saja negara sudah dapat informasi yang cepat dan tepat mengenai kondisi perekonomian global. Indonesia lalu dapat merespon dengan serangkaian kebijakan fiskal atau moneter yang efektif.

Kata kunci untuk menilik di mana peran intelijen dari kebijakan negara dalam mengantisipasi ancaman resesi adalah pada "pengendalian". Ketika pemerintah memiliki keyakinan penuh mengatakan kontraksi dalam perekonomian global ini tidak akan menganggu upaya pertumbuhan ekonomi di Indonesia, itu berarti pemerintah sudah cukup memiliki informasi yang velox et exactus untuk dijadikan landasan perencanaan strategi intervensi terhadap kondisi ekonomi domestik.

Respon kebijakan yang efektif adalah tujuan dari ditentukannya kebijakan fiskal dan moneter Indonesia. Disagregasi inflasi yang juga dipengaruhi faktor harga komoditas nasional, khususnya pangan dan minyak, tampaknya sudah terbaca, sehingga Indonesia melalui informasi intelijen yang tentu bukan berupa “data mentah”, tetapi sudah berupa analisis, penilaian, dan perkiraan (forecasting/estimating) dari apa yang akan terjadi dalam jangka pendek, menengah atau panjang, dapat menjadikan pemerintah mampu merancang formulasi yang antisipatif atau solutif.

Saat ini misalnya pemerintah melakukan pengetatan moneter, menaikan harga BBM dan menjaga balance of payment. Pemerintah juga memaksimalkan peranan Indonesia dalam Regional Value Chains dan Global Value Chains melalui ratifikasi kerja sama dagang internasional.

Apalagi, Indonesia merupakan negara penghasil komoditas pangan yang cukup kuat di Asia, maka setidaknya ketika rantai pasokan pangan global terganggu, Indonesia mampu melakukan pemenuhan kebutuhan domestik dengan pengetatan impor atau melakukan optimalisasi ekpor.

Hal ini dapat dilihat dari ketatnya impor beras dalam dua tahun terakhir, upaya swasembada jagung atau upaya diversifikasi gandum ke sogum. Wacana ketahanan pangan menjadi hal yang paling relevan untuk dijadikan perhatian dalam kondisi saat ini. Di samping itu, pemerintah juga terus menekan laju industri manufaktur, hingga indeks manufaktur Indonesia (PMI) pada Juli 2022 ada di angka 51,2,  di atas Korea Selatan 49,8, Malaysia 50,6.

Di tengah kondisi pelambatan pertumbuhan ekonomi global, rasanya angka PMI yang dimiliki Indonesia sudah baik.

Kondisi lainnya adalah tahun 2008, di mana terdapat ancaman resesi ekonomi global. Kebangkrutan dari Lehman Brothers Holding Incorporation (LBHI) karena subprime mortgage atau pemberian KPR terhadap kreditur beresiko tinggi, padahal dijadikan instrumen derivatif yang diperjualbelikan di pasar modal oleh LBHI, di lain sisi kondisi itu juga memicu bubble. Akhirnya berdampak pada keuangan global hingga terjadi krisis.

Saat itu dengan informasi yang ada, Indonesia sudah mengubah rezim nilai tukar menjadi floating exchange rate, juga reformasi kebijakan makroprudensial sudah lebih prudent. Hasilnya, meski Indonesia terdampak krisis tetapi kontraksi yang terjadi dapat dikendalikan.

Pada kondisi lain, yakni krisis moneter 1998 akibat krisis ekonomi Asia, dapat terlihat bahwa Indonesia tidak mampu melakukan banyak hal. Sejarah mencatat bahwa krisis yang terjadi saat itu sudah memukul telak perekonomian Indonesia hingga masuk dalam jurang kehancuran dari dimensi ekonomi politik pembangunan hingga dimensi keamanan.

Mata uang rupiah anjlok, utang luar negeri membengkak, cadangan devisa negara menipis, hingga paket bantuan ekonomi dari IMF tidak mampu menjadi alternatif jalan keluar yang solutif.

Kondisi diperparah karena intelijen tidak berjalan sebagai mana mestinya. Studi literatur menunjukan, terdapat friksi dalam tubuh Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) bentukan rezim Soeharto kala itu. Mengutip Conboy (2007), negara juga lebih fokus terhadap kondisi politik dan keamanan nasional seperti kondisi keamanan di Timor Timur, Aceh, dan Papua serta kontestasi elite politik di Jakarta. Maka, tidak aneh kalau krisis ekonomi di Asia tidak mampu diantisipasi oleh pemerintah karena intelijen tidak menjalankan perannya dengan profesional.

Akhirnya, di samping politisasi yang terjadi saat itu, negara yang minim informasi tidak mampu membuat kebijakan efektif sampai berdampak pada tensi politik dan keamanan domestik yang memanas. Gerakan anti-Soeharto muncul dan melengserkan pemerintahan.

Oleh sebab itu, sektor ekonomi akan selalu menjadi bagian dari komponen intelijen strategis yang memiliki nilai urgensi untuk mendukung proses kebijakan negara. Ketika persepsi ancaman menjadi luas dengan salah satunya adalah ancaman ekonomi, maka menjaga perekonomian untuk tetap stabil di tengah ketidakpastian global menjadi penting, agar ancaman tersebut tidak merusak stabilitas politik dan keamanan dalam negeri.

Dengan serangkaian prinsip untuk menjaga kerahasiaan informasi, kebutuhan informasi juga metode untuk mendapatkan informasi, negara melalui intelijen dapat menghindari terjadinya strategic surprise dalam dimensi apapun termasuk ekonomi tadi, sehingga probabilitas efek domino yang destruktif pada kondisi keamanan politik nasional mampu diantisipasi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi