KOMPAS.com - Wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kian nyata.
Sinyal itu salah satunya datang dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut bahkan menyebutkan kenaikan harga BBM subsidi Pertalite dan Solar akan diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pekan depan.
"Nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa bagaimana mengenai kenaikan harga ini (BBM subsidi). Jadi Presiden sudah mengindikasikan tidak mungkin kita pertahankan terus demikian karena kita harga BBM termurah di kawasan ini. Kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita," katanya saat memberikan Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin, Jumat (19/8/2022).
Salah satu alasan kenaikan harga BBM lantaran telah membebani APBN hingga Rp 502 triliun.
Baca juga: Sinyal Kenaikan Harga BBM, Ini Prediksi dan Dampaknya
Lantas, sudah tepatkan kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM demi menekan APBN?
Memperburuk daya beli dan konsumen masyarakat
Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmi Radhi menilai opsi menaikkan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat saat ini.
Alasannya, kenaikan harga Pertalite dan Solar yang proporsi jumlah konsumennya di atas 70 persen sudah pasti akan menyulut inflasi.
"Kalau kenaikan Pertalite hingga mencapai Rp 1.000/liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0,97 persen, sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 year over year (YOY)," ujarnya kepada Kompas.com, Sabtu (20/8/2022).
Baca juga: Daftar Terbaru Harga BBM dan Elpiji yang Alami Kenaikan
Dengan inflasi sebesar itu imbuhnya, jelas akan memperburuk daya beli dan konsumen masyarakat serta akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen.
"Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu, pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga Pertalite dan solar pada tahun ini," katanya lagi.
Daripada menaikkan harga BBM subsidi, Fahmi mengusulkan pemerintah lebih fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60 persennya tidak tepat sasaran.
"Pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan Pertalite dan Solar," jelas dia.
Baca juga: Ramai soal Kode QR Berubah-ubah Saat Web MyPertamina Di-refresh, Ini Penjelasan Pertamina
Evaluasi penggunaan MyPertamina
Selain efektif, pembatasan itu menurutnya lebih mudah diterapkan di semua SPBU daripada penggunaan MyPertamina.
Pasalnya, penggunaan MyPertamina justru berpotensi menimbulkan ketidakadilan.
"Untuk itu, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi segera saja dimasukan ke dalam Perpres No 191/2014 sebagai dasar hukum," ujarnya.
"Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikkan harga BBM subsidi, pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru," tutupnya.
Baca juga: Biaya Mobil Listrik Vs Mobil BBM, Mana yang Lebih Hemat?
Bantalan pemerintah dalam bentuk bantuan sosial (bansos)Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, jika harga BBM subsidi mengalami kenaikan pemerintah menyiapkan bantalan dalam bentuk bantuan sosial (bansos).
Desain bansos imbuhnya, tidak berubah seperti saat penyaluran di masa pandemi Covid-19.
Nantinya, penyaluran bansos akan menggunakan platform yang sama seperti yang sudah dilakukan Menteri Sosial.
"Mungkin jumlah bulannya atau jumlah manfaatnya bisa ditambahkan kalau dibutuhkan bantalan," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers: Nota Keuangan & RUU ABPN 2023, Selasa (16/8/2022).
"Tahun depan tidak dengan skema baru, atau seperti yang dilakukan Ibu Mensos, dengan memperhatikan segmen masyarakat yang paling rentan, seperti difabel, dan masyarakat usia lanjut," pungkasnya.
Baca juga: Ini Sanksi bagi Puluhan Ribu ASN apabila Terbukti Terima Bansos