Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jerat Korupsi di Unila, Pengamat Soroti Jalur Mandiri yang Rawan Kolusi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Syakirun Ni'am
Petugas KPK menunjukkan sejumlah abrang bukti dari operasi tangkap tangan (OTT) dugaan suap Rektor Universitas Lampung, Minggu (21/8/2022).
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani dan Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri pada Sabtu (20/8/2022).

Kedua petinggi Unila itu sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) bersama beberapa orang lainnya di Bandung dan Lampung.

Selain itu, KPK juga telah menetapkan tersangka Ketua Senat Unila Muhamad Basri dan ajudan Karomani bernama Adi Tri Wibowo.

Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) Doni Koesoema menilai, penerimaan jalur mandiri di perguruan tinggi memang rawan kolusi.

Sebab, aturan tentang jalur mandiri berpeluang terjadinya pelanggaran.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Peraturan tentang (ujian) jalur mandiri yang memberikan kewenangan penuh pada kampus untuk mengatur jalur mandiri, harus dikritisi dan ditata agar tidak berpeluang terjadinya kolusi dan gratifikasi," kata Doni kepada Kompas.com, Minggu (21/8/2022).

Baca juga: Mengintip Harta Kekayaan Rektor-Warek I Unila yang Tersandung Kasus Suap Penerimaan Mahasiswa Baru

Untuk itu, ia berharap agar kuota mahasiswa melalui seleksi jalur mandiri ke depan ditekan sekecil mungkin hingga di bawah 3 persen atau bahkan dihapuskan.

Menurutnya, mekanisme seleksi mandiri juga harus dilakukan transparan agar tidak terjadi kolusi yang justru akan merugikan perguruan tinggi dan masyarakat.

"Kalau yang dipermainkan dan dikolusikan adalah jurusan terkait nyawa seseorang, seperti prodi kedokteran, maka masyarakat akan dirugikan," jelas dia.

"Sebab yang menjadi dokter bukanlah orang kompeten tapi yang bisa membayar mahal dan membeli kursi. Hal ini tak pernah boleh dibiarkan terjadi di universitas kita," sambungnya.

Ia menjelaskan, pelaksanaan ujian pada jalur mandiri selama ini lebih pada formalitas atau syarat semata.

Sebab, peserta yang dinyatakan lolos dan tidak sanggup membayar pada akhirnya akan dinyatakan gugur.

"Tesnya pun tidak ada transparansi selama ini, karena jalur mandiri semua kebijakan ditentukan kampus," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Rektor Unila Karomani diduga mematok tarif Rp 100-Rp 350 juta untuk meluluskan calon mahasiswa baru 2022 melalui jalur mandiri.

Baca juga: Kronologi Tangkap Tangan Rektor Unila Karomani Berkait Dugaan Suap Penerimaan Mahasiswa Baru

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan tarif Rp 100 juta merupakan jumlah minimal untuk meluluskan calon mahasiswa tersebut.

Ghufron mengatakan kasus ini bermula saat universitas negeri di Lampung itu membuka Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila) tahun akademik 2022. Sebagai rektor, Karomani berwenang mengatur mekanisme seleksi tersebut.

Guru Besar Ilmu Komunikasi itu diduga aktif menentukan mahasiswa yang lulus Simanila.

Karomani memerintahkan bawahannya, Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi dan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila bernama Budi Sutomo untuk menyeleksi calon mahasiswa baru yang lulus secara personal.

Proses ini juga melibatkan Ketua Senat Unila Muhammad Basri.

Seleksi tersebut berkaitan dengan kesanggupan orangtua calon mahasiswa yang ingin lulus Simanila. Uang tersebut di luar pembayaran resmi yang telah ditentukan pihak kampus.

"Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk Heryandi, Muhammad Basri dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua," kata Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Minggu (21/8/2022).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi