Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Bongkar Sosok "Skuad" dan Alasan Mengapa Brigadir J Menangis

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA
Rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan Kompolnas, Komnas HAM, dan LPSK terkait kasus pembunuhan Brigadir J dimulai di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan proses penyelidikan di Jambi, terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Informasi tersebut disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI pada hari ini, Senin (22/8/2022).

Anam mengungkapkan, Komnas HAM berangkat dari isu yang beredar, yakni telah terjadi penyiksaan dan kematian terhadap Brigadir J.

Demi mengonfirmasi hal ini, pihaknya pun berangkat ke Jambi pada 16-18 Juli 2022, sekitar seminggu setelah kabar tewasnya Brigadir J.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Komnas HAM tidak berangkat dari TKP, Komnas HAM berangkat dari isu yang beredar bahwa telah terjadi penyiksaan dan kematian bagi Brigadir J," tutur Anam.

Di Jambi, Anam menuturkan, Komnas HAM mengonfirmasi beberapa hal, termasuk foto luka dan jenazah korban.

Bukan hanya itu, Komnas HAM juga mendapatkan informasi penting yang menjadi pegangan dalam melakukan serangkaian pemantauan dan penyidikan kasus ini.

"Informasi lain yang kami dapatkan dan ini menjadi pegangan Komnas HAM sampai detik ini melakukan serangkaian pemantauan dan penyidikan adalah pengakuan dari saudari Vera, pacarnya saudara Yosua," terang Anam.

Baca juga: Hasil Otopsi Kedua Brigadir J, Tim Forensik: Tak Ada Luka Selain Luka Tembak


Ancaman pembunuhan dari "Skuad"

Keluarga telah menyampaikan ada informasi dari kekasih Brigadir J, Vera, bahwa sang anak mendapat ancaman pembunuhan.

Komnas HAM pun lantas menemui Vera untuk mengonfirmasi informasi tersebut.

Keterangan dari Vera, ancaman tersebut didapat pada 7 Juli 2022, atau sehari sebelum Brigadir J tewas.

"Bahwa memang betul tanggal 7 (Juli) malam memang ada ancaman pembunuhan," kata Anam.

"Kurang lebih kalimatnya begini, 'Jadi Yosua dilarang naik ke atas menemui Ibu P (Putri Candrawathi) karena membuat Ibu P sakit. Kalau naik ke atas, akan dibunuh.' Jadi itu komunikasi tanggal 7 malam," ungkap dia.

Saat ditanya siapa yang mengancam, kala itu Vera menjawab diancam oleh "Skuad".

Namun, saat itu pihaknya belum mengetahui secara pasti siapa "Skuad" yang dimaksud.

Sementara di luar sana, bertebaran berita bahwa "Skuad" adalah para aide de camp (ADC) alias ajudan dari mantan Kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo.

"Kita tanya 'Skuad' ini siapa. Apa ADC, apakah penjaga, dan sebagainya, sama-sama nggak tahu waktu itu yang dimaksud 'Skuad' siapa," tutur Anam.

Hingga belakangan terungkap, sosok "Skuad" ternyata adalah Kuat Ma'ruf, asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Sambo yang juga tersangka pembunuhan.

"Ujungnya nanti, kita tahu bahwa 'Skuad' yang dimaksud adalah Kuat Ma'ruf, ternyata Si Kuat, bukan squad penjaga begitu ternyata," jelas Anam.

Baca juga: Tim Forensik Sebut Tak Tak Ada Tekanan dalam Otopsi Ulang Jenazah Brigadir J

Brigadir J tak menangis karena akan dibunuh

Diberitakan sebelumnya, pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengatakan, ancaman pembunuhan membuat Brigadir J ketakutan hingga menangis.

"Ada rekaman elektronik, almarhum (Brigadir J) karena takut diancam mau dibunuh pada bulan Juni lalu, dia sampai menangis," kata Kamaruddin, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (23/7/2022).

Hal ini dibantah oleh Anam, yang menyebut bahwa peristiwa menangisnya Brigadir J lantaran urusan pribadi dan tidak ada kaitan dengan ancaman pembunuhan.

"Di sini enggak ada urusannya dengan nangis-nangis seperti yang diberitakan," kata dia.

Menurut keterangan Vera, peristiwa menangis terjadi dua hingga tiga minggu sebelum tanggal 7 Juli 2022.

"Dan kami cek di rekam jejak digitalnya memang Juni sampai Januari itu kita cek semua, ini urusannya lain, berbeda dengan urusan ancaman pembunuhan. Ini urusan pribadi," papar Anam.

Baca juga: CCTV Ditemukan, Istri Irjen Ferdy Sambo Resmi Jadi Tersangka

Obstruction of justice

Terkait kasus meninggalnya Brigadir J, Komnas HAM menyoroti upaya obstruction of justice yang sangat terlihat.

Salah satu yang paling terlihat, yakni hilangnya rekam jejak digital dari para ajudan termasuk Brigadir J.

"Ada beberapa grup WhatsApp, dalam catatan kami ada 3 grup yang dulunya pernah ada, tapi (kini) nggak ada karena HP-nya ganti," ujar Anam.

Selain ponsel, rekam jejak percakapan mulai 10 Juli 2022 ke bawah, juga tidak lagi tersedia.

"Itu yang menurut Komnas HAM menjadi penting itu dilacak grup WA itu. Fisik HP-nya ini juga tiba-tiba nggak ada, nggak hanya HP-nya Yosua, HP-nya Yosua sampai sekarang juga belum ketemu," tutur dia.

Adapun, beberapa upaya obstruction of justice dalam peristiwa kematian Brigadir J menurut Komnas HAM yakni:

Pengaburan fakta peristiwa

  • Pemberian informasi yang berbeda dengan bukti ilmiah
  • Berubah-ubahnya informasi yang diberikan.

Penghilangan dan perusakan barang bukti

  • Perusakan TKP
  • Perusakan dan penghilangan CCTV/decoder
  • Penghilangan dan penggantian ponsel
  • Penghapusan jejak komunikasi (pesan, panggilan telepon, WA, dll).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi