Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara dengan Penduduk Terbanyak Kini Hadapi Rendahnya Kelahiran Anak

Baca di App
Lihat Foto
PIXELS
Ilustrasi kelahiran bayi
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - China merupakan negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Tercatat, ada lebih dari 1,4 miliar penduduk China pada 2022.

Namun belakangan, negara ini tengah dihantam masalah baru dengan semakin menurunnya populasi dan angka kelahiran.

Sebuah penelitian yang terbit dalam jurnal Wiley (15 Juni 2022), menunjukkan angka kelahiran di China hanya menyentuh 7,52 kelahiran per 1000 orang.

Angka tersebut kembali turun dari tahun sebelumnya, di mana tingkat kelahiran sebanyak 8,52 per 1000 orang.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk itu, pada 2021, angka kelahiran anak di China menjadi yang paling rendah sejak 1949.

Baca juga: China Genjot Tingkat Kelahiran Warga Pakai Cara Baru

Kebijakan satu anak

Tingkat kelahiran anak di China sebenarnya telah menurun sejak awal abad ke-21.

Salah satu pemicunya adalah kebijakan satu anak atau one-child policy yang digencarkan pemerintah untuk menekan membludaknya populasi.

Dikutip dari Britannica, kebijakan satu anak mengharuskan hanya ada satu anak di setiap keluarga.

Mulanya, pada akhir 1978, kebijakan ini bersifat sukarela dengan mendorong keluarga untuk memiliki tidak lebih dari dua anak. Akan tetapi, satu anak di setiap keluarga lebih disukai.

Pada 1979, kebijakan pun berkembang dengan membatasi satu anak di setiap keluarga. Namun, saat itu one-child policy masih belum diterapkan secara merata.

Hingga pada 1980, pemerintah pusat berusaha melakukan standardisasi kebijakan satu anak secara nasional.

Baca juga: Angka Kelahiran Terus Menurun di Negara Maju, Apa Saja Dampaknya?


Guna menekan angka kepadatan penduduk, China berusaha menerapkan kebijakan secara universal.

Meski demikian, masih ada pengecualian bagi orang tua kelompok etnis minoritas, atau mereka yang anak sulungnya terlahir cacat.

Pemerintah pun berusaha membuat kebijakan seefektif mungkin dengan beberapa metode penegakan, seperti penggalakan kontrasepsi dan tawaran insentif keuangan bagi yang patuh.

Sementara bagi yang melanggar, pemerintah tak segan untuk menjatuhkan sanksi.

Bahkan terkadang, pada awal 1980-an, pemerintah mengambil tindakan ekstrem seperti aborsi paksa dan sterilisasi terutama bagi kaum perempuan.

Baca juga: Di Ambang Krisis Demografi, China Ubah Kebijakan demi Tingkatkan Angka Kelahiran Lagi

Rasio laki-laki lebih banyak dari perempuan

Meski berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk, tetapi kebijakan satu anak di China justru menimbulkan konsekuensi lain.

Konsekuensi yang paling menonjol, yakni rasio jenis kelamin secara keseluruhan di negara ini menjadi condong ke laki-laki, kira-kira 3-4 persen lebih banyak dibanding perempuan.

Pasalnya, penduduk China terutama di pedesaan lebih menyukai anak laki-laki. Mereka menganggap anak laki-laki akan mewarisi nama keluarga dan harta benda orang tua.

Saat keluarga dibatasi hanya memiliki satu anak, anak perempuan menjadi sangat tidak diinginkan.

Akibatnya, terjadi peningkatan aborsi janin perempuan usai penentuan jenis kelamin melalui USG.

Hingga seiring waktu, kesenjangan antara jumlah laki-laki dan perempuan pun kian melebar. Hal ini menimbulkan masalah lain, yakni hanya ada sedikit perempuan untuk dinikahkan.

Baca juga: Pakar Unair: 3 Dampak Angka Kelahiran Terus Turun di Negara Maju


Tak hanya rasio jenis kelamin, kebijakan satu anak juga meningkatkan proporsi orang tua lantaran menurunnya jumlah anak yang lahir beriringan dengan peningkatan umur panjang sejak 1980.

Hal ini menjadi perhatian, karena sebagian besar warga lanjut usia di China mengandalkan anak mereka untuk mendapatkan dukungan setelah pensiun.

Kebijakan berakhir, angka kelahiran tetap menurun

Kebijakan satu anak resmi berakhir pada akhir 2015. Artinya, mulai 2016, setiap keluarga kembali diperbolehkan memiliki lebih dari satu anak.

Namun, dihapusnya kebijakan tak cukup mengatasi lambatnya tingkat kelahiran anak.

Sebagaimana diberitakan The Guardian (17/8/2022), pemerintah pun mulai menggenjot kebijakan tiga anak dalam satu rumah tangga sebagai ganti kebijakan satu anak.

Namun, biaya hidup yang melejit menjadi salah satu faktor penyebab kaum muda masih enggan memiliki anak.

Untuk itu, pemerintah pun mulai mengeluarkan jurus ekstrem, mulai dari menjanjikan pengurangan pajak dan insentif lain, memperluas akses kesehatan, dan kampanye kesehatan reproduksi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Baca juga: Cara Membuat Akta Kelahiran untuk Anak dari Pasangan Nikah Siri

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi