Oleh: Fauzi Ramadhan dan Fandhi Gautama
KOMPAS.com - Tinggal di kota menjanjikan banyak sekali kemudahan. Tak terkecuali akses penunjang kehidupan yang layak.
Namun, hiruk-pikuk kota kerap membuat stres dan lelah para penduduknya. Tidak jarang, sebagian penduduknya mengasingkan diri. Mereka mencari ketenangan dan kebahagiaan yang jauh dari kehidupan kota, contohnya desa.
Walaupun harus meninggalkan pekerjaan dan kehidupan yang serba mudah, tinggal di desa memberikan banyak sekali keuntungan. Misalnya, kualitas sumber daya alam yang masih terjaga dan kehidupan yang tidak terlalu cepat.
Salah seorang yang memutuskan untuk tinggal di desa adalah Eko Agus Prawoto, seorang seniman sekaligus arsitek aliran kontemporer.
Alih-alih tinggal di perkotaan yang menyediakan banyak kesahajaan bagi profesinya, ia justru membaur dan membaktikan hidup sejalan dengan putaran nadi pedesaan.
Melalui episode siniar (podcast) Beginu bertajuk “Tinggal di Desa Belajar Selaras dengan Alam”, Eko berbincang-bincang bersama Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi KOMPAS.com, tentang alasan dirinya memutuskan untuk tinggal di desa serta makna aliran seninya yang sarat dengan lokalitas Nusantara.
Sebagai informasi, Eko Prawoto adalah seorang arsitek lulusan Universitas Gadjah Mada angkatan 1977. Kemudian, pada tahun 1985, dia mengawali kariernya sebagai dosen dengan merintis pendirian jurusan Arsitektur di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta.
Tidak pernah berhenti di dunia akademik, Eko kemudian melanjutkan studinya sebagai master di The Berlage Institute Amsterdam hingga tahun 1993. Selang tujuh tahun setelah kelulusannya, ia lalu mendirikan Eko Prawoto Architecture Workshop pada tahun 2000.
Baca juga: Kebiasaan Penting yang Sudah Diajarkan sejak Sekolah
Dalam berkarya, dilansir dari Archinesia, sebuah Bookgazine arsitektur Asia Tenggara, Eko bereksplorasi menggunakan material lokal dan bekas. Dari material tersebut, ia melahirkan karya-karya penting, antara lain Gereja Kristen Indonesia Sokaraja, Cemeti Art House, Butet Kertaraja House, dan Via-via Cafe.
Karya Eko diapresiasi oleh banyak media, baik nasional maupun internasional. Bahkan, Taipei Times, media cetak berbahasa Inggris asal Taiwan, pernah secara khusus meliput Eko dan proyek sosialnya yang berada di Ngibikan, Yogyakarta.
Berlanjut ke perbincangan bersama Wisnu, Eko pertama-tama mengungkapkan alasannya memilih Yogyakarta sebagai tempat tinggal, “Sebenarnya kebetulan, ketika itu kami (Eko bersama keluarga) tinggal di pinggiran kota Yogyakarta itu sudah 30 tahun kira-kira, sejak ‘88. Dulu itu di pinggir sawah.”
“Tiba-tiba sekarang sudah jadi penuh perumahan yang padat. Istri saya merasa, ‘Kok kurang nyaman lagi, ya’,” tambah Eko.
Berangkat dari keresahan tersebut, Eko beserta istrinya lalu memutuskan untuk pindah ke pinggiran kota yang lebih sepi dan murah. Pada akhirnya, pilihan jatuh pada sebuah desa di daerah utara Yogyakarta.
Baca juga: Pentingnya Memiliki Sifat Asertif dalam Dunia Kerja
Di sana, Eko mendirikan rumah yang sarat dengan gaya arsitektur miliknya. Ia pun mengaku, “Desa lebih rileks, karena (bisa dilihat dari) orang desa lebih fisiknya lebih sehat. Karena kerja fisik, ndak usah disuruh berjemur karena setiap hari sudah berjemur di sawah.”
Sambil bercanda, Eko menambahkan, “Segala anjuran kesehatan sudah dilakukan, menjaga kondisi. Hati senang dan banyak olahraga sudah dilakukan semuanya (ketika di desa).”
Dari segala ketenangan ini, Eko kemudian membaur dan membaktikan hidupnya sejalan dengan profesi dan desa yang ditempatinya.
Bagi kamu yang masih penasaran dengan kisah hidup Eko, dengarkan episode siniar Beginu bertajuk “Tinggal di Desa Belajar Selaras dengan Alam” di Spotify.
Beginu merupakan siniar yang dipandu oleh Wisnu Nugroho, seorang jurnalis, penulis, sekaligus Pemimpin Redaksi Kompas.com. Di sana, ia membahas pergumulan, paradoks, pengalaman berkesadaran dalam hidup bersosok manusia.
Dengarkan Beginu di Spotify atau akses melalui tautan berikut dik.si/beginu_eko1.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.