Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 30 Agu 2022

Perencana Ahli Madya

Ketahanan Nasional, Moderasi Beragama, dan Literasi Digital

Baca di App
Lihat Foto
DOK KOMPAS/DIDIE SW
Ilustrasi mengawal moderasi beragama.
Editor: Egidius Patnistik

PERJALANAN sejarah bangsa Indonesia telah menunjukkan bahwa kemajemukan merupakan nilai yang menjadi panduan dalam praktik kenegaraan dan kehidupan keseharian masyarakat kita. Kemajemukan tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi lahir, tumbuh, berkembang dan besar dalam sebuah interaksi antara konsensus, budaya, dan kebijakan.

Interaksi tersebut bermuara sekaligus berakar pada empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat pilar tersebut menjadi titik awal dan arah ke depan yang menuntun kita dalam upaya untuk mewujudkan tujuan dan kepentingan nasional.

Kemampuan suatu negara untuk mewujudkan kepentingan nasional disebut dengan ketahanan nasional.

Lembaga Ketahanan Nasional (2020) mengartikan ketahanan nasional sebagai sebuah kondisi dinamis suatu bangsa yang di dalamnya terdapat keuletan, ketangguhan, dan kekuatan dalam menghadapi segala macam ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang dapat membahayakan integritas, identitas, dan kelangsungan hidup bangsa.

Baca juga: Ketahanan Nasional: Pengertian dan Fungsinya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketahanan nasional dibangun dari komponen ketahanan ideologi, ketahanan politik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial budaya, dan ketahanan pertahanan keamanan. Dari serangkaian komponen ketahanan nasional tersebut, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (2022) menyebutkan bahwa ketahanan ideologi merupakan komponen yang dalam posisi paling rawan.

Pancasila sebagai ideologi bangsa menghadapi beberapa tantangan, di antaranya minimnya pemahaman, institusionalisasi, dan keteladanan atas Pancasila. Tantangan-tantangan tersebut semakin nyata di tengah masih tingginya kesenjangan dan eksklusivisme sosial, yang ditandai dengan masih terjadinya intoleransi inter dan antar umat beragama, dan adanya upaya untuk memaksa penggantian ideologi/dasar negara Pancasila.

Terkait intoleransi, Kementerian Agama melalui Indeks Kerukunan Umat Beragama tahun 2020 mencatat setidaknya terdapat empat aspek permasalahan utama terkait kerukunan umat beragama di Indonesia, yakni prasangka antar-kelompok, toleransi, kesetaraan, dan kerja sama.

Dari keempat permasalahan tersebut, dimensi toleransi menunjukkan masih adanya fenomena intoleransi dalam masyarakat. Gejala yang kedua adalah masih ditemukannya kelompok-kelompok yang berupaya untuk mengganti ideologi/dasar negara Pancasila.

Hasil kajian dan penelitian yang dilakukan lembaga-lembaga non-pemerintah juga mengindikasikan masih adanya persoalan intoleransi umat beragama di Indonesia.

Setara Insititute melalui Indeks Kota Toleran (2020) menunjukkan bahwa praktik inklusi sosial keagamaan masih menjadi pekerjaan rumah kota-kota di Indonesia. Di lembaga pendidikan, survei oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta (2017 dan 2018), serta Habibie Center (2019) menunjukkan bahwa radikalisasi dan intoleransi telah menyebar ke kalangan tenaga pendidik dan peserta didik, baik di sekolah menengah atas (SMA) maupun perguruan tinggi (PT).

Paling akhir, survey Alvara Research Center (2021) menunjukkan bahwa masih ada 19,4 persen penduduk yang meyakini ideologi berbasis agama dan 17,8 persen penduduk meyakini khilafah.

Persoalan intoleransi tersebut mengalami eskalasi ketika internet dan media sosial muncul sebagai salah satu rujukan sumber utama informasi. Survei yang dilakukan Katadata Insight Center dan Kemenkominfo (2020) di 34 provinsi menunjukkan bahwa media sosial menempat peringkat pertama sumber informasi, disusul oleh televisi dan portal berita online.

Media sosial yang paling sering diakses sebagai sumber informasi adalah aplikasi percakapan Whatsapp, aplikasi jejaring sosial Facebook, serta aplikasi berbagi foto dan video Instagram.

Selain itu, survei PPIM UIN Jakarta (2017) atas peserta didik menunjukkan bahwa internet berpengaruh besar pada terbentuknya sikap dan pemahaman keagamaan di kalangan anak muda. Siswa dan mahasiswa yang tidak memiliki akses internet (15,06 persen) lebih memiliki sikap moderat dibandingkan mereka yang memiliki akses internet (84,94 persen).

Di samping itu, sebanyak 54,37 persen siswa dan mahasiswa belajar pengetahuan tentang agama Islam dari internet, baik itu media sosial, blog, atau website.

Lebih jauh, studi yang dilakukan Sudarmanto dan Meliala (2020) menunjukkan bahwa media sosial menjadi agen sekaligus media pertempuran antara berbagai persepsi tentang kebenaran. Media sosial menghasilkan narasi-narasi berbahaya yang dapat menimbulkan kekerasan, baik fisik maupun simbolik.

Kekerasan tersebut diperuncing dengan dijadikannya suku, agama, ras, antar-golongan (SARA) sebagai komoditas dalam politik elektoral yang menghasilkan polarisasi dalam masyarakat.

Mengupayakan moderasi beragama

Karena itu, salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi persoalan intoleransi tersebut adalah dengan memajukan moderasi beragama sebagai pendekatan dalam pemahaman dan praktik keagamaan. Urgensi moderasi beragama semakin tinggi di era masyarakat digital di mana segala hal terhubung melalui internet.

Kementerian Agama (2019) mengartikan moderasi beragama sebagai cara pandang dan perilaku untuk berada di tengah-tengah yang menyeimbangkan pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif).

Selanjutnya, terdapat beberapa strategi konseptual dan praktis yang dapat dilakukan oleh semua kalangan, baik dari individu maupun organisasi, baik dari aktor negara maupun non-negara dalam memajukan pendekatan moderasi beragama di era internet dan media sosial.

Baca juga: Bicara Moderasi Beragama, Menag Cerita Banyak Negara Iri dengan Indonesia

Dari sisi konseptual, pada intinya perlu ada perubahan strategi komunikasi keagamaan yang lebih terbuka dan mudah diakses bagi kalangan anak muda (millennial). Secara praktis, hal ini salah satunya dapat dilakukan melalui pengemasan materi-materi keagamaan dari para tokoh agama dalam bentuk konten yang mudah dipahami (Kemenag, 2019).

Strategi berikutnya adalah melalui peningkatan kemampuan kontra-narasi dan dialog. Strategi kontra-narasi dilakukan melalui bantahan terhadap hasutan kebencian melalui humor, meme, karikatur, ataupun pesan damai (Yayasan Paramadina, 2021).

Strategi itu bertujuan untuk merebut ruang-ruang publik yang sesak dengan hasutan kebencian. Serta tentu saja yang perlu terus dilakukan adalah dialog, baik formal maupun informal dengan para pihak yang berbeda pandangan.

Perlunya kemampuan literasi digital

 

Selain itu, apabila dikaitkan kembali dengan kerawanan posisi ideologi Pancasila maka setidaknya kita perlu menguasai kemampuan literasi digital untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila (Kemenkominfo, Japelidi, Siberkreasi, 2021).

Kemampuan-kemampuan tersebut adalah kemampuan memahami, menghasilkan (produksi), menyebarkan (distribusi), partisipasi, dan kolaborasi. Kita perlu untuk memahami nilai-nilai Pancasila, menghasilkan konten yang selaras dengan nila-nilai Pancasila, mendistribusikan konten-konten tersebut, serta berpartisipasi aktif dalam komunitas yang menumbuhkembangkan nilai-nilai Pancasila.

Strategi dan kompetensi tersebut sangat penting untuk menjaga relevansi Pancasila dalam konteks kekinian. Sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo dalam sambutannya pada peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2022 yang mengajak kita semua untuk membumikan Pancasila dalam kehidupan masyarakat dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi