Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1,3 Miliar Data Kartu SIM Diduga Bocor, Pengamat Sarankan Registrasi Pakai NIK Dihentikan

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Ilustrasi SIMcard.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sebanyak 1,3 miliar data registrasi kartu seluler penduduk Indonesia diduga bocor dan dijual bebas di Breached Forums.

Penjual bahkan memberikan sampel NIK dan nomor ponsel secara cuma-cuma dengan jumlah 2 juta data sampel.

Data tersebut berukuran 18 GB (Compressed) atau 87 GB (Uncompressed) dan dijual dengan harga 50.000 dollar AS atau sekitar Rp 743 juta.

Baca juga: 1,3 Miliar Data Registrasi Kartu SIM Diduga Bocor, Pengamat Sebut Datanya Valid


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dengan kebocoran ini, masih perlukah registrasi kartu seluler menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK)?

Pihak pengumpul data tanggung jawab

Pegiat keamanan digital Yerry Niko Borang mengatakan, kebocoran data registrasi kartu seluler ini merupakan hal ironis dan miris.

Karena itu, ia meminta agar pihak pengumpul data bertanggung jawab.

"Yang perlu dituntut saat ini adalah tanggung jawab pengumpul data dalam kewajibannya mengamankan dan konsekuensi apa yang dipikul jika kewajiban tidak dijalankan dengan benar," kata Yerry kepada Kompas.com, Sabtu (3/9/2022).

Baca juga: Menyoal Registrasi SIM Card, Spam SMS, dan Miliaran Nomor Bocor

Meski belum ada pasal khusus yang membahas atas hukuman kelalaian ini, Yerry menyebut pemerintah seharusnya melakukan evaluasi dan pembenahan.

Sarankan pengumpulan data dihentikan sementara

Apabila instansi pengumpul data tak memiliki kemampuan mengamankan data, maka pengumpulan data sebaiknya tidak dilakukan.

Sebab, hal ini justru akan memudahkan kerja para pencuri.

"Karena data-data yang tadinya sukar didapat, malah disediakan di satu tempat," jelas dia.

Untuk itu, Yerry menyarankan agar pengumpulan data melalui registrasi kartu seluler ini dihentikan sementara.

Menurutnya, pemerintah sebaiknya membenahi keamanan sistem dan diuji oleh pihak ketiga yang independen, seperti konsultan kemanan dan kelompok-kelompok masyarakat sipil.

"Jadi langkah startegisnya untuk mengurai benang kusut ini, dibenahi dulu sistem pengumpul datanya, dibenahi dulu dari sumber awalnya," ujarnya.

 

Tak hanya itu, Yerry mengatakan, kerawanan data di Indonesia saat ini juga mengindikasikan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) penting untuk segera dilakukan.

Melalui UU PDP, ada aturan yang jelas mengenai tanggung jawab apabila terjadi kebocoran data.

Warga juga akan memiliki dasar untuk menuntut hak digitalnya.

Baca juga: Kemenkominfo Diminta Telusuri Dugaan Kebocoran 1,3 Miliar Data Nomor Ponsel

Seperti diketahui, kewajiban menggunakan NIK dalam registrasi kartu seluler mulai diberlakukan pada 2018.

Saat itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengklaim kewajiban registrasi ini dilakukan untuk memberi perlindungan terhadap konsumen.

Perlindungan yang dimaksud adalah terkait penyalahgunaan nomor ponsel oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, seperti upaya penipuan.

Selain perlindungan itu, kewajiban registrasi kartu seluler dengan data kependudukan ini juga dimaksudkan untuk kepentingan National Single Identity yang dicanangkan pemerintah.

Maksudnya, sistem operator seluler dapat terhubung dengan database Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), sehingga identitas pemilik kartu akan terkait langsung dengan data kependudukan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi