KOMPAS.com - Unggahan video seorang warganet yang menanyakan sunat bagi bayi perempuan, ramai di media sosial TikTok.
Diunggah oleh akun ini pada Rabu (31/8/2022), video berlatar belakang bayi tersebut disertai pertanyaan dan curahan pengunggah.
"kalo bayi cewe disunat itu gimana sih wajib apa engga? soalnya pada nyuruh cepet2 disunat.. sumpah gak tega banget !!!," demikian narasi pengunggah.
Video yang sudah dilihat lebih dari 39.200 kali juga dilengkapi dengan keterangan, "adaaa aja yg bikin galau newmom."
Menanggapi video pengunggah, beberapa warganet mengatakan bahwa sunat bagi bayi perempuan merupakan wajib.
"anakku perempuan 22nya di usia 3 hari udh di sunat sekaligus pasang anting di bidannya," ujar warganet lainnya.
Kendati demikian, ada pula warganet yang menyangsikan sunat bagi perempuan.
"jangan mba plis jangann cewe, serius ini aku seriusss. area situ tuh gaboleh luka mbaaa sensitiff. kalau luka bisa infeksi terus sakit terus oprasiii," ungkap warganet.
Lantas, bagaimana pandangan dokter terkait pelaksanaan sunat bagi bayi perempuan?
Baca juga: Hari Anti-Sunat Perempuan Sedunia 6 Februari, Ini Sejarah di Balik Peringatannya
Penjelasan dokter
Spesialis anak di Mayapada Hospital Kuningan, Jakarta Selatan, dr. Kurniawan Satria Denta mengatakan, sunat bagi perempuan tidak memiliki manfaat.
Kendati demikian, prosedur bernama mutilasi genital perempuan atau female genital mutilation (FGM) ini umum dilakukan di tempat-tempat tertentu.
"Di tempat-tempat dimana mutilasi genital perempuan umum dilakukan, prosedur ini bisa dilakukan oleh tenaga medis," kata Denta kepada Kompas.com, Senin (12/9/2022).
Terpisah, dokter sekaligus dosen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Ismiralda Oke Putranti juga menuturkan, FGM secara medis tidak bermanfaat.
Dokter yang kerap disapa Oke ini menambahkan, FGM justru menimbulkan dampak negatif untuk kesehatan.
"Sunat perempuan itu memotong sebagian area klitorisnya atau jaringan di sekitarnya," ujar Oke, saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/9/2022).
Hal tersebut berbeda dengan sunat pada laki-laki, secara medis dibenarkan dan sangat disarankan.
Baca juga: Pemerintah Daerah Diminta Cegah dan Lindungi Masyarakat dari Sunat Perempuan
Pasalnya, sunat pada laki-laki dilakukan dengan membuang kulup atau kulit yang menutupi bagian kepala penis.
"Mengingat kulup itu menutup kepala penis yang rentan infeksi kalau jarang dibersihkan. Kalau sudah infeksi biasanya akan melekat pada kepala penisnya," jelas Oke.
Akibatnya, lubang kencing akan tertutup, membesar, dan nyeri setiap buang air kecil.
Sementara pada perempuan, uretra atau saluran kencing berdekatan dengan liang vagina.
Bagian tersebut, kata Oke, mengandung banyak bakteri yang sebenarnya merupakan hal normal.
Adanya luka di area sekitar kemaluan perempuan, termasuk karena prosedur FGM, menyebabkan bakteri-bakteri tersebut bisa masuk ke dalam tubuh.
"Bakteri-bakteri tersebut bisa masuk ke dalam tubuh melalui luka dan menyebabkan manifestasi infeksi yang bisa bersifat lokal dengan luka yang tidak sembuh-sembuh," papar Oke.
Bahkan, bisa menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan sepsis atau komplikasi infeksi yang mengancam jiwa.
"Hal ini disebabkan karena bayi secara alami belum memiliki kekebalan tubuh yang optimal," ujar Oke menambahkan.
Baca juga: Viral, Video Perempuan Terkena Bells Palsy Diduga Sering Gunakan Kipas Angin, Ini Kata Dokter
WHO melarang sunat perempuan
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), FGM biasa dilakukan karena alasan non-medis seperti sosial dan budaya, serta sebagian besar dilakukan oleh praktisi tradisional.
Kendati demikian, di beberapa tempat, keterlibatan tenaga medis dalam melakukan FGM juga banyak ditemukan, lantaran masyarakat menyakini prosedur ini lebih aman jika dilakukan secara medis.
Untuk itu, WHO mendesak penyedia layanan kesehatan untuk menghentikan praktik FGM.
WHO mengungkapkan, sunat perempuan tidak memberikan apa-apa kecuali rasa sakit. Beberapa akibat langsung dari sunat perempuan, antara lain:
- Pendarahan yang berlebihan
- Pembengkakan jaringan genital
- Demam
- Infeksi seperti tetanus
- Masalah kencing
- Masalah penyembuhan luka
- Cedera pada jaringan genital di sekitar area vagina
- Syok
- Kematian.
Adapun komplikasi jangka panjang yang mungkin terjadi, antara lain:
- Masalah vagina, seperti keputihan, gatal, vaginosis bakterialis, dan lainnya
- Jaringan parut dan keloid
- Masalah seksual, seperti nyeri saat berhubungan
- Peningkatan risiko komplikasi persalinan
- Masalah psikologis, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan pasca-trauma.