KOMPAS.com - Kasus salah tangkap oleh aparat berwenang bisa saja terjadi karena sebab suatu hal dan alasan lainnya.
Korban yang diduga pelaku ditangkap, tetapi setelah diperiksa tidak ada bukti kuat.
Dalam hal ini, apakah kasus salah tangkap oleh aparat dapat dituntut balik?
Berikut penjelasan dari pakar hukum:
Baca juga: Diduga Hacker Bjorka, Penjual Es di Madiun Ternyata Anak Buruh Tani yang Tak Punya Komputer
Bisa digugat secara perdata
Pakar Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) Surakarta, Muhammad Rustamaji menyatakan korban salah tangkap dapat melayangkan gugatan.
Gugatan itu dilayangkan secara perdata.
"Istilahnya bukan dituntut balik, tapi digugat secara keperdataan karena salah menggunakan wewenang," terangnya, sata dihubungi oleh Kompas.com, Jumat (16/9/2022).
Menurutnya, cara itu bisa digunakan korban salah tangkap untuk meminta pertanggung jawaban.
"Biasanya yang digugat dari satuan penegak hukum (kepolisian dan bahkan kejaksaan) terendah hingga tertinggi (Kapolri dan Jaksa Agung)," jelasnya.
"Dan untuk dapat dibayarnya ganti rugi tersebut acapkali turut tergugatnya dinas pendapatan hingga kementerian keuangan bahkan hingga presiden," tambah Rustamaji.
Baca juga: Pemuda Madiun yang Jadi Tersangka Terkait Bjorka Tak Ditahan
Hal serupa juga disampaikan oleh Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar yang mengatakan bahwa korban salah tangkap bisa melakukan gugatan.
"Bisa (digugat), salah tangkap jika tidak dikepas bisa di-praperadilan-kan," katanya kepada Kompas.com, Jumat (16/9/2022).
Namun, Fickar menambahkan, jika korban salah tangkap dilepas, maka korban bisa menggugat segala kerugian yang timbul.
Dengan begitu, korban dapat meminta ganti rugi baik secara musyawarah maupun melalui gugatan perbuatan melawan hukum.
Baca juga: Pemuda Madiun Jadi Tersangka, Berperan Bikin Grup Telegram Bjorkanism
Bisa dikenakan pasal 77 KUHAP
Dr Alfitra Ahli Pidana UIN Jakarta mengatakan, korban salah tangkap bisa menggugat pihak kepolisian sesuai pasal 77 KUHAP
"Sesuai pasal 1 butir 10 dan pasal 77 KUHAP keluarga atau PH bisa mempraperadilkan," terangnya kepada Kompas.com, Jumat (16/9/2022).
Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, pasal 77 huruf a KUHAP menyatakan:
"Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan," tulis bunyi pasal itu.
Adapun pengajuan praperadilan dalam hal penetapan tersangka dibatasi secara limitatif oleh ketentuan Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 huruf a KUHAP.
Penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang di dalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.