KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Hasnaeni sebagai tersangka kasus korupsi dan penyelewengan dana salah satu anak perusahaan PT Waskita Karya (Persero) Tbk pada Kamis (22/9/2022).
Wanita emas, begitu dia akrab disapa, itu sempat meronta dan berteriak ketika hendak masuk ke mobil penahanan usai keluar dari Gedung Bundar Kejagung.
Mengenakan setelan rompi tahanan khas Kejagung berwarna pink, ia keluar menggunakan kursi roda dan infus di tangannya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Kuntadi mengatakan, Hasnaeni sempat mengaku sakit dan minta untuk dirawat.
Namun, setelah diperiksa, dia ternyata dalam kondisi sehat untuk melakukan pemeriksaan hari ini.
Lantas, siapa sosok Hasnaeni?
Baca juga: Momen Hasnaeni Wanita Emas Histeris dan Meronta saat Masuk Mobil Tahanan Kejagung
Profil Hasnaeni
Hasnaeni memiliki nama lengkap Mischa Hasnaeni Moein. Perempuan itu lahir di Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada 17 Juli 1976 lalu.
Dilansir dari Kompas.com (2016), Hasnaeni pernah mengenyam pendidikan Pascasarjana di Universitas Krisnadwipayana. Dia meraih dengan gelar magister manajemen.
Sebelumnya, dia menyelesaikan S1-nya di Fakultas Ekonomi Universitas Krisna Dwipayana. Adapun program S3-nya ditempuh di Universitas Merdeka Malang program Doktor Ilmu Ekonomi.
Baca juga: Hasnaeni Wanita Emas Jadi Tersangka Kasus Korupsi Waskita Beton Precast
Karier politik Hasnaeni
Sebelum terjun ke dunia politik Hasnaeni sempat menjadi komisaris di PT. Misi Mulia Production dan PT. Misi Mulia Petronusa.
Dilansir dari Kompas.com, Kamis (22/9/2022), Hasnaeni pernah mencoba peruntungan di Pilkada Tangerang Selatan pada 2010.
Saat itu, dia menggandeng artis Saipul Jamil untuk menjadi wali kota di Tenagerang Selatan. Akan tetapi, di tengah jalan, pasangannya itu memutuskan untuk mundur.
Hasnaeni akhirnya gagal menjadi wali kota Tangerang Selatan.
Gagal menjadi orang nomor satu di Tangerang Selatan, Hasnaeni mencalonkan diri sebagai anggota legislatif DKI Jakarta dari Partai Demokrat pada Pemilu 2014.
Namun, upayanya itu juga tidak berhasil.
Pada 2016, namanya mulai santer terdengar ketika dirinya bertekad maju sebagai calon gubernur DKI melalui Partai Demokrat pada 2017.
Kendati demikian, Hasnaeni harus kembali mengurungkan niatnya lantaran saat itu Demokrat justru mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylvia Murni di Pilgub DKI.
Seolah tak putus asa, pada 2019 Hasnaeni pernah menyatakan keinginannya maju sebagai calon legislatif (caleg) DPRD DKI Jakarta.
Alih-alih maju lewat Demokrat, dia mengaku hendak mencalonkan diri dari Partai PDI Perjuangan. Kendati demikian, rencana pencalonannya itu tidak terdengar lagi.
Baca juga: Sosok Hasnaeni Wanita Emas, Sempat Ramaikan Pilkada DKI, Kini Jadi Tersangka Korupsi
Julukan "Wanita Emas"
Dikutip dari Kompas.com (2016), julukan "Wanita Emas" memiliki makna tersendiri.
"Emas itu sebenarnya adalah kepanjangan dari 'Era Masyarakat Sejahtera'," ujar Hasnaeni.
Di sisi lain, dia mengatakan bahwa "Emas" merupakan simbol dari kesejahteraan.
Dengan menggunakan nama panggilan "Wanita Emas", dia berharap bisa menjadi wanita yang membawa kesejahteraan untuk masyarakat luas.
Tersangka kasus korupsi
Pada 2022, namanya kembali terdengar. Bukan sebagai bakal calon Pilkada, melainkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Hasnaeni diduga terlibat penyimpangan dan penyelewengan dana salah satu anak perusahaan PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Diberitakan oleh Kompas.com, Kamis (22/9/2022), Hasnaeni ditetapkan sebagai tersangka bersama 4 orang lainnya.
Keempat tersangka itu, di antaranya AW selaku pensiunan atau mantan Direktur Pemasaran PT Waskita Beton Precast, Tbk (2016-2020), AP selaku General Manager Pemasaran PT Waskita Beton Precast, Tbk (2016-2020), BP selaku Staf Ahli Pemasaran (expert) PT Waskita Beton Precast, Tbk dan A yang merupakan pensiunan karyawan PT Waskita Beton Precast, Tbk.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Kuntadi mengatakan, selama tahun 2016-2022 perusahaan tersebut telah melakukan pengadaan fiktif, pengadaan barang tidak dapat dimanfaatkan, dan beberapa pengadaan tidak dapat ditindaklanjuti.
Atas perbuatan itu, negara harus menaggung kerugian sebesar Rp 2.583.278.721.001.
(Sumber: Kompas.com/ Penulis: Fitria Chusna Farisa, Rahel Narda Chaterine, Jessi Carina, David Oliver Purba | Editor: Fitria Chusna Farisa, Sabrina Asril, Fidel Ali, Indra Akuntono)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.