Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serba-serbi soal Rencana Konversi Kompor Listrik, dari Klaim Hemat hingga Munculnya Kekhawatiran Warga

Baca di App
Lihat Foto
dok.Sekretariat Presiden
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan program konversi ke kompor listrik tidak diterapkan tahun ini.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com – Wacana mengenai penggunaan kompor listrik di masyarakat menggantikan kompor gas elpiji tengah menjadi perhatian masyarakat belakangan ini.

Sebagaimana diketahui pemerintah tengah melakukan uji coba konversi kompor elpiji ke kompor listrik di sejumlah wilayah.

Wacana pengalihan kompor LPG ke listrik ini menuai berbagai respons di tengah masyarakat.

Baca juga: Bagaimana Cara Kerja Kompor Listrik?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak yang tidak setuju dengan wacana tersebut karena kompor listrik dinilai akan lebih boros.

Baru-baru ini, Anggota DPR RI sekaligus penyanyi Mulan Jameela juga menjadi sorotan usai mengkritisi bahwa penggunaan kompor listrik hanya akan menambah masalah baru.

Di antaranya, karena kompor listrik membutuhkan peralatan masak yang berbeda dengan kompor gas dan kurang sesuai untuk masakan Indonesia.

Baca juga: Ramai Kritik Mulan Jameela Saat Rapat DPR soal Kompor Listrik, Apa yang Disampaikan?


Berikut ini, berbagai hal seputar wacana kompor listrik yang dirangkum Kompas.com:

1. Diklaim bisa lebih hemat

Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengeklaim, program konversi kompor elpiji ke listrik membuat masyarakat bisa hemat hingga Rp 8.000 per kilogram elpiji.

“Jadi dari per kilogram gas elpiji yang dikonversi ke kompor listrik, terdapat penghematan biaya sekitar Rp 8.000 per kilogram gas elpiji,” kata Darmawan dikutip dari Kompas.com, Rabu (21/9/2022).

Sementara itu, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (14/9/2022) Darmawan mengatakan, dengan penggunaan kompor induksi, masyarakat bisa menghemat 10-15 persen jika dibandingkan memakai kompor elpiji.

Baca juga: Soal Kompor Induksi, Ini Penjelasan PLN

2. Disebut bisa hemat APBN

Darnawan menekankan, program konversi kompor listrik terbukti bisa menghemat APBN hingga Rp 330 miliar per tahun.

Jika konversi dilakukan pada 5 juta kelompok penerima manfaat (KPM), maka akan menghemat APBN sebesar rP 5,5 triliun, dan 15,3 juta KPM akan menghemat Rp 16,8 triliun per tahun.

Ia berharap cara ini pada akhirnya bisa mengubah cara penggunaan energi yang selama ini tergantung pada impor.

“Tentu saja dengan adanya potensi penghematan ini diharapkan dapat mengubah dari yang tadinya menggunakan energi impor menjadi energi domestik. Selain itu, juga diharapkan dapat mengubah energi yang mahal menjadi energi yang murah sehingga terjangkau semua kalangan,” katanya lagi.

Baca juga: Daftar Harga Kompor Listrik Berdaya Kecil dan Murah Meriah

Darmawan juga mengatakan bahwa program konversi ke kompor listrik penggunaan listriknya memakai jalur khusus yang berbeda dengan daya listrik yang terpasang oleh pengguna.

Sehingga menurutnya program ini tidak akan membebani masyarakat.

“Untuk aplikasi kompor induksi ini memang ada miss interpretasi di luar. Seakan kami meningkatkan daya dan tarif listrik pelanggan kami yang 450 VA. Untuk kompor induksi, kami menggunakan MCB jalur khusus, yang artinya tidak tersambung dengan pola konsumsi listrik menggunakan struktur daya terpasang maupun golongan tarif lama,” kata dia.

Baca juga: Kompor Elpiji Vs Kompor Induksi, Hemat Mana?

3. Timbulkan kekhawatiran masyarakat

Di luar urusan klaim soal penghematan, adanya peralihan kompor gas ke listrik ini juga menimbulkan kekhawatiran di masyarakat.

Salah satunya datang dari warga  Kota Yogyakarta, Puspita.

Dikutip dari Kompas.com, 22 September 2022, ia menilai konversi elpiji ke kompor listrik akan menyusahkan dirinya sebagai pengusaha kecil bidang kuliner.

"Kami bakal direpotkan dengan pergantian cara masak. Belum lagi, alat masaknya seperti panci dan penggorengan lainnya pastinya berbeda. Penyesuaian itu butuh waktu, sedangkan kami memasak setiap hari," kata Puspita.

Selain harus mengganti cara masak hingga persoalan peralatan memasaknya, Puspita juga khawatir dengan biaya listrik yang membengkak.

Baca juga: Kompor Listrik Disebut Tidak Sesuai untuk Masakan Indonesia, Benarkah?

Jika biaya listrik membengkak, hal tersebut tentunya bisa mempengaruhi omset dagangannya.

"Kalau akan dilakukan dalam waktu dekat ini kami belum siap, omset saat ini yang masuk kami masih belum stabil. Pascakebijakan kenaikan BBM, mulai terasa daya beli masyarakat ke warung makan padang kami ikut menurun. Rata-rata sehari omset menyentuh Rp 2 juta, saat ini tidak sampai Rp 1,5 per hari," kata dia.

Keluhan serupa juga disampaikan Ratih (37) warga Yogyakarta.

Ia meminta pemerintah mengkaji kembali wacana ini. Menurutnya elpiji 3 kg lebih membantu masyarakat kurang mampu jika dibanding kompor listrik.

"Apalagi listrik 450 wacana dihapus padahal pengguna 450 biasanya orang miskin. Nah, kompor listrik itu saat ini setahu aku wattnya tinggi minimal 500. Belum nyala saja sudah jepret listriknya, masa mau masak harus matikan semuanya," kata Dia.

Baca juga: Lebih Irit Mana, Motor Listrik atau Motor Bensin?

4. Pakar nilai konversi kompor listrik masih perlu evaluasi

Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai masyarakat sudah terlanjur nyaman dengan penggunaan kompor elpiji karena proses memasak yang lebih cepat.

“Budaya masyarakat menggunakan kompor listrik sepertinya butuh waktu lebih lama untuk diubah. Jangankan orang miskin, kelompok menengah atas sebenarnya sudah lama mengenal kompor listrik. Tapi mereka nyaman pakai elpiji karena proses memasak lebih cepat,” kata Bhima dikutip dari Kompas.com, Kamis (22/9/2022).

Ia menilai ada banyak yang harus dipertimbangkan masyarakat terkait konversi ini.

Baca juga: Harga Mobil Listrik 2022

Pertama, dalam hal daya listrik di mana pemerintah harus benar-benar memastikan hal ini tidak membebani masyarakat.

“Daya listrik yang dibutuhkan untuk kompor listrik relatif besar, sementara kelompok 450 VA adalah golongan pemakai elpiji subsidi terbanyak sehingga kurang cocok. Kalau dinaikkan daya listriknya maka beban tagihan listrik akan naik dan merugikan orang miskin,” ungkap Bhima.

Selain itu, Bhima menilai pemberian kompor listrik yang lengkap dengan alat masaknya secara gratis menurutnya tidak mungkin dilakukan pemerintah karena mahal.

Adapun Bima juga menyoroti, saat pemerintah ingin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, namun justru pemerintah dominan menggunakan batu bara dan pembangkit listrik di hulu.

“Jadi sama saja konsumsi listrik naik maka PLTU yang butuh batubara semakin tinggi. Beban hanya pindah dari penghematan di hilir jadi kenaikan pembelian batu bara dan BBM impor di hulu pembangkit,” imbuhnya.

Baca juga: Dikeluhkan Kian Boros, Ini Cara Menghemat BBM untuk Penggunaan Sehari-hari

5. Pemerintah tunda program konversi kompor listrik

Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah akan menunda program konversi kompor listrik.

“Dapat dipastikan bahwa program ini tidak akan diberlakukan di tahun 2022. Sampai saat ini pembahasan anggaran dengan DPR terkait dengan program tersebut belum dibicarakan dan tentunya belum disetujui,” ujar Airlangga dikutip dari Kompas.com, Sabtu (24/9/2022).

Airlanggga menyebut, program masih merupakan ujicoba di mana ada prototipe sebanyak 2.000 unit dari rencana 300.000 unit yang diujicobakan di Bali dan Solo.

“Hasil dari uji coba ini akan dilakukan evaluasi dan perbaikan-perbaikan,” kata Airlangga.

Airlangga memastikan, pemerintah akan memperhatikan kepentingan masyarakat dalam program konversi ini. Terutama, soal biaya dan risiko serta akan melakukan sosialisasi lebih luas kepada masyarakat.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Cara Membersihkan Kompor Listrik dan Kompor Gas

(Sumber: Kompas.com/Wisang Seto Pangaribowo, Kiki Safitri | Editor Robertus Belarminus, Yoga Sukmana, Erlangga Djumena, Nur Jamal Shaid)

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi