Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinyal Resesi Ekonomi Global, Apa yang Akan Terjadi?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com
VIK Resesi untuk Pemula
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal resesi ekonomi global pada 2023.

Ia memproyeksikan, ekonomi dunia akan masuk jurang resesi seiring dengan tren kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan sebagian besar bank sentral di dunia secara bersamaan.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (27/9/2022), proyeksi resesi ekonomi pada 2023 mengacu pada studi Bank Dunia atau World Bank.

Bank Dunia menilai, kebijakan pengetatan moneter oleh bank-bank sentral akan berimplikasi pada krisis pasar keuangan dan pelemahan ekonomi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Diproyeksi Akan Terjadi pada 2023, Apa Itu Resesi Global?


Lantas, apa yang terjadi jika ekonomi global resesi?

Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di bawah 5 persen

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia terancam bisa di bawah 5 persen pada 2023.

Menurutnya, ancaman resesi ekonomi global cukup nyata dan dapat berdampak pada beberapa hal.

Pertama, neraca perdagangan yang selama ini ditopang oleh harga komoditas yang naik.

"Dengan resesi, maka permintaan bahan baku industri menurun. Ini akibatnya terjadi penurunan harga komoditas ekspor unggulan, bisa menyebabkan tekanan pada sisi ekspor," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/9/2022).

Baca juga: Amerika Serikat Resesi, Ini Dampaknya pada Ekspor Indonesia

Resesi mengancam realisasi investasi

Kemudian, ancaman terhadap realisasi investasi.

Ia menjelaskan, selain melihat efek dari naiknya harga BBM terhadap inflasi, yang bahkan tahun ini melebihi pertumbuhan ekonomi, itu berarti secara riil sudah terjadi tekanan.

Investor pun akan masuk kepada aset-aset yang lebih aman.

Sedangkan untuk investasi langsung, tutur dia, terjadinya inflasi membuat permintaan konsumen lebih rendah dari proyeksi awal. Ditambah rencana bisnis yang berubah.

Lebih lanjut, Bhima menyoroti soal tingkat suku bunga.

"Kalau suku bunga acuan naik secara agresif untuk mengendalikan inflasi, maka biaya pinjaman bagi sektor investasi pun akan melemah," bebernya.

Baca juga: Peran Intelijen Menangkal Persepsi Ancaman Resesi bagi Indonesia

Diperlukan kebijakan dari pemerintah menghadapi resesi

Pertumbuhan kredit bisa terkoreksi dan hal itu, menurut Bhima, bisa mengganggu realisasi investasi langsung.

Terlebih, pada 2023 merupakan tahun politik. Sehingga, risiko politik juga membuat pelaku para pelaku usaha menghindari ekspansi.

Bhima menyebut, ancaman resesi yang terjadi di Inggris, kawasan Eropa, Amerika, bahkan Cina yang sedang bermasalah karena zero Covid policy dan bubble sektor properti, bisa menjalar dan berdampak kepada tekanan ekonomi domestik.

"Jadi sekarang dibandingkan pemerintah hanya memberi sinyal bahwa ada ancaman resesi dan membanggakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebenarnya hanya terbantu dengan komoditas, yang diperlukan ini kan kebijakan-kebijakan apa," ucapnya.

Baca juga: Amerika Resesi, Apa Dampaknya terhadap Indonesia? Ini Kata Pengamat

Menambah subsidi energi jika terdapat ancaman resesi

Seharusnya, tutur Bhima, jika terdapat ancaman resesi ekonomi, pemerintah harus menambah subsidi energi.

"Harga BBM harusnya dijaga, bukan dinaikan," kata dia.

Tarif pajak untuk PPN juga perlu diturunkan dari 11 persen menjadi 8 atau 7 persen. Tujuannya, agar ada relaksasi pada konsumsi masyarakat.

"Bukannya pajaknya semakin mengejar, khususnya kelas menengah," ucapnya.

Baca juga: Daftar Negara yang Telah Keluar dari Resesi Ekonomi

Tidak ingin kasus Century terulang lagi

Kemudian pemberian subsidi di sektor perumahan, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), subsidi uang muka, agar sektor properti tidak terdampak terlalu dalam dari kenaikan suku bunga.

Begitu juga dengan kendaraan bermotor, menurutnya, pemerintah seharusnya banyak memberikan relaksasi. Berikutnya, sektor perbankan yang memiliki risiko dari efek resesi ekonomi global ini.

"Konglomerasi keuangan di Indonesia juga perlu diawasi secara ketat, karena kita tidak ingin kasus Century itu terulang kembali," ujar Bhima.

Resesi secara global, dapat berimbas pada gagalnya pembayaran perbankan dari sektor keuangan. Jadi, kata dia, protokol krisisnya juga harus segera dinyalakan.

Baca juga: Resesi dan Pandemi, Bagaimana Melihatnya sebagai Peluang, Bukan Ancaman?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Mengenal Apa itu Resesi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi