Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Terjadi Peristiwa G-30-S?

Baca di App
Lihat Foto
Kemdikbud
Pahlawan Revolusi yang menjadi korban Peristiwa G30S pada 1965.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Peristiwa G-30-S atau Gerakan 30 September masih diselimuti misteri hingga kini.

Dalam peristiwa tersebut, enam jenderal dan satu perwira TNI Angkatan Darat menjadi korban.

Ketujuh korban itu kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi. Mereka dibunuh lalu dimasukkan ke dalam sumur Lubang Buaya di Jakarta Timur.

Apa yang menyebabkan penculikan dan pembunuhan yang membabi buta tersebut?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Sejarah Gerwani, Gerakan Wanita Indonesia yang Dikaitkan dengan Aksi G30S

Pemicu peristiwa G-30-S

Dilansir dari Kompas.com, 30 September 2020, PKI menuding para perwira tersebut akan melakukan makar terhadap Presiden Soekarno melalui Dewan Jenderal.

Hal tersebut diduga menjadi pemicu peristiwa G-30-S. PKI berdalih hendak menyelamatkan Republik Indonesia dari apa yang mereka sebut sebagai Dewan Jenderal.

Menurut mereka, Dewan Jenderal merupakan gerakan subversif dan disponsori oleh CIA dan bermaksud menggulingkan pemerintahan Soekarno.

Sebagaimana ditulis Kompas.com, 28 September 2022, menurut PKI, kudeta terhadap Presiden Sukarno dilakukan dengan memanfaatkan pengerahan pasukan dari daerah yang didatangkan ke Jakarta dalam rangka peringatan HUT ABRI pada 5 Oktober 1965.

Awalnya muncul isu akibat bocornya sebuah dokumen yang menyebut Dewan Jenderal sedang bersiap melakukan kudeta pada 5 Oktober 1965 di kalangan PKI.

Disebutkan bahwa anggota Dewan Jenderal terdiri dari 25 orang. Penggerak utamanya adalah Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo, dan Brigjen Soekendro.

Dikutip dari Kompas.com, 30 September 2019, para pelaku G-30-S meyakini kedekatan sejumlah jenderal dengan Amerika Serikat ini boleh jadi terendus sebagai upaya untuk mengkudeta Soekarno.

Peter Kasenda dalam Kematian DN Aidit dan Kejatuhan PKI (2016) menulis, PKI mendengar sekelompok jenderal atau Dewan Jenderal yang hendak mengkudeta Presiden Soekarno. Informasi ini didapat dari rekan mereka di militer yang merupakan simpatisan PKI.

PKI saat itu digambarkan sebagai partai yang paling berkuasa. Mereka memiliki tim khusus dan rahasia yang bertugas mengumpulkan beragam informasi. Tim ini disebut Biro Chusus (BC). Informasi dan analisis yang dihimpun BC amat menentukan langkah partai.

Informasi dari BC PKI penting untuk menentukan apakah PKI akan bertindak sebelum kudeta itu terjadi atau menunggu.

Berdasarkan rapat dengan para perwira militer, Kepala BC PKI Syam Kamaruzaman menyimpulkan pihak militer siap melancarkan langkah untuk mencegah kudeta terjadi.

Baca juga: Peristiwa G30S, Mengapa Soeharto Tidak Diculik dan Dibunuh PKI?

Kesaksian Untung

Dilansir dari Kompas.com, 30 September 2019, Komandan Batalyon I Resimen Tjakrabirawa Letkol (Inf) Untung Samsoeri adalah pemimpin upaya kudeta yang mengubah garis sejarah itu.

Kudeta yang awalnya diberi nama Operasi Takari itu diubah di saat akhir menjadi Gerakan 30 September agar tidak berbau militer.

Kata Untung, Ketua Central Comitte Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit memerintahkan agar pelaksanaannya ditunda menjadi tanggal 1 Oktober sampai pasukan siap dan lengkap.

Menjelang pelaksanaan, nama Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta dicoret dari sasaran. Tujuannya, kata Untung, untuk menyamarkan kudeta sebagai konflik internal.

Untung membagi eksekutor ke dalam tiga satuan tugas. Satgas Pasopati pimpinan Letnan I (Inf) Abdul Arief dari Resimen Tjakrabirawa bertugas menangkap tujuh jenderal yang jadi sasaran.

Satgas Bimasakti dipimpin Kapten (Inf) Soeradi Prawirohardjo dari Batalyon 530/Brawijaya, bertugas mengamakan Ibu Kota dan menguasai kantor Pusat Telekomunikasi dan Studio RRI Pusat.

Terakhir, satgas Pringgodani di bawah kendali Mayor (Udara) Soejono, bertugas menjaga basis dan wilayah di sekeliling Lubang Buaya, yang rencananya akan jadi lokasi penyanderaan para jenderal.

Julius Pour penulis "G30S, Fakta atau Rekayasa? (2013)" mencatat, operasi penculikan di bawah Untung direncanakan secara serampangan. Banyak yang akan dilibatkan, tak jadi datang.

Jumlah pasukan kurang dari 100 personel, jauh dari yang diharapkan mampu memantik revolusi.

Setelah itu yang terjadi seperti yang dikhawatirkan Untung. Penculikan berubah jadi serangan berdarah.

Para jenderal ditangkap baik hidup maupun mati. Waktu yang disediakan juga sedikit, sehingga segala cara digunakan untuk membawa mereka ke lubang buaya.

Baca juga: Peringatan G30S PKI, Pengibaran Bendera Setengah Tiang 30 September, dan Hari Kesaktian Pancasila

Isu dibantah

Namun, isu adanya Dewan Jenderal dibantah oleh Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen Ahmad Yani, seperti disebutkan dalam buku Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional.

Menurut Ahmad Yani, kelompok ini sebenarnya bernama resmi Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) dan hanya berfungsi sebagai penasihat bagian kenaikan pangkat dan jabatan dalam Angkatan Darat.

Tugasnya adalah membahas kenaikan pangkat dan jabatan dari kolonel ke brigjen dan dari brigjen ke mayjen dan seterusnya.

(Sumber: Kompas.com/Nibras Nada Nailufar, Ahmad Naufal Dzulfaroh, Nur Fitriatus Shalihah | Editor: Heru Margianto, Rizal Setyo Nugroho)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi