Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Detik-detik Peristiwa G-30-S

Baca di App
Lihat Foto
Kemdikbud
Pahlawan Revolusi yang menjadi korban Peristiwa G30S pada 1965.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Hari ini 57 tahun lalu, peristiwa Gerakan 30 September atau G-30-S terjadi.

G-30-S adalah peristiwa penculikan serta pembunuhan enam jenderal dan satu perwira TNI Angkatan Darat (AD) di Ibu Kota Jakarta dalam waktu satu malam.

Sesuai namanya, peristiwa berdarah ini terjadi mulai 30 September malam sampai 1 Oktober 1965 dini hari.

Dikutip dari Kompas.com, (30/9/2021), G-30-S dipicu tuduhan keberadaan Dewan Jenderal di tubuh AD yang akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan ini diinisiasi oleh Resimen Tjakrabirawa yang merupakan satuan tentara pengamanan presiden.

Setelah mendapat informasi adanya rencana Dewan Jenderal untuk kudeta, Tjakrabirawa bersama para petinggi PKI pun berniat menghadapkan para jenderal tersebut kepada Soekarno.

Baca juga: Sejarah Gerwani, Gerakan Wanita Indonesia yang Dikaitkan dengan Aksi G30S

Waktu sebelum kejadian G-30-S 

Peristiwa G-30-S dipimpin oleh Komandan Batalyon I Resimen Tjakrabirawa Letkol (Inf) Untung Samsoeri.

Semula, operasi "pencegahan" kudeta ini bernama Operasi Takari. Namun, agar tidak berbau militer, namanya pun diubah menjadi Gerakan 30 September.

Rencana awal, G-30-S seharusnya bergerak pada 30 September 1965.

Kendati begitu, menurut Untung, Ketua Central Comitte PKI DN Aidit memerintah agar pelaksanaan ditunda sampai pasukan siap dan lengkap.

Dilansir dari Kompas.com, (29/9/2020), nama-nama tokoh yang semula menjadi sasaran G-30-S antara lain:

  1. Jenderal TNI AH Nasution
  2. Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani
  3. Mayor Jenderal Raden Soeprapto
  4. Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
  5. Mayor Jenderal Siswondo Parman
  6. Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan
  7. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo
  8. Wakil Presiden Mohammad Hatta
  9. Wakil Perdana Menteri III Chairul Saleh
  10. Jenderal Soekendro

Namun, menjelang pelaksanaan, DN Aidit mencoret tiga nama terakhir. Kemudian, Untung pun membagi eksekutor ke dalam tiga satu tugas atau satgas.

Pertama, Satgas Pasopati dengan pimpinan Letnan I (Inf) Abdul Arief dari Resimen Tjakrabirawa. Satgas ini bertugas menangkap tujuh jenderal yang menjadi sasaran.

Kedua, Satgas Bimasakti yang dipimpin Kapten (Inf) Soeradi Prawirohardjo dari Batalyon 530/Brawijaya.

Tugas Satgas Bimasakti adalah mengamankan ibu kota serta menguasai kantor Pusat Telekomunikasi dan Studio RRI Pusat.

Ketiga, Satgas Pringgodani di bawah kendali Mayor (Udara) Soejono, bertugas menjaga basis dan wilayah di sekeliling Lubang Buaya.

Lubang Buaya sendiri merupakan daerah yang menjadi lokasi penyanderaan para jenderal.

Baca juga: Peristiwa G30S, Mengapa Soeharto Tidak Diculik dan Dibunuh PKI?

Detik-detik G-30-S

Setelah lokasi Lubang Buaya siap, Untung bersama bawahannya Kolonel (Inf) Latief bergerak ke Gedung Biro Perusahaan Negara Aerial Survey (Penas) di Jalan Jakarta By Pass (kini Jalan Jend. A Yani), Jakarta Timur.

Gedung itu biasa disewa Angkatan Udara (AURI). Namun, malam itu, Soejono telah menyiapkan Gedung Penas sebagai Central Komando (Cenko) I untuk memantau jalannya operasi penangkapan para jenderal.

Operasi penculikan di bawah komando Untung direncanakan secara serampangan. Banyak yang seharusnya terlibat, tetapi tidak datang saat peristiwa berlangsung.

Jumlah pasukan yang bergerak pun kurang dari 100 personel, sangat jauh dari yang diharapkan agar mampu memantik revolusi.

Hingga akhirnya, kekhawatiran Untung pun terjadi. Operasi yang semula merupakan penculikan, berubah menjadi serangan berdarah.

Dikutip dari Kompas.com, (30/9/2019), pada 1 Oktober 1965 pukul 03.30, anggota Batalyon I Resimen Tjakrabirawa Sersan Kepala Bungkus mengingat pasukan terakhir diberangkatkan dari Lubang Buaya.

Ia khawatir, alokasi waktu 15 sampai 20 menit untuk Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani tidak akan cukup.

"Saya sendiri berpikir kok hanya 20 menit, peluangnya pasti singkat sekali? Meski begitu, saya tidak lupa. Perintahnya jelas, saya mendengar langsung dari Letnan I Abdul Arief, '...tangkap sasaran, hidup atau mati'," kata Bungkus.

Sampai di kediaman Ahmad Yani di Jalan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Bungkus dan rekan-rekan segera meminta Yani ikut dengan alasan akan dibawah ke hadapan presiden.

Kala itu, Yani meminta waktu untuk mandi dan berganti pakaian. Namun, Bungkus dan rekan-rekan menolak dengan marah.

Yani akhirnya menampar salah satu prajurit dan mencoba menutup pintu rumahnya. Namun, salah satu prajurit melepaskan tembakan dan mengenai Yani hingga tewas.

Baca juga: Peringatan G30S PKI, Pengibaran Bendera Setengah Tiang 30 September, dan Hari Kesaktian Pancasila

Putri dan ajudan A.H. Nasution tewas

Masih di kawasan Menteng, tepatnya di Jalan Teuku Umar, Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan Jenderal Abdul Haris Nasution tak bisa tidur nyenyak.

Nasution tidur bersama istrinya Johana Soenarti dan putri bungsunya yang belum genap lima tahun, Ade Irma Suryani.

Menjelang pukul 04.00, mereka terbangun karena suara kendaraan dan bunyi tembakan.

Pintu rumah dibuka paksa. Johana segera mengecek apa yang gerangan terjadi.

Tak lama, Johana kembali ke kamar dan mengunci pintu sambil berbisik, "...ada Tjakrabirawa, kamu jangan keluar."

Ade Irma yang terbangun pun memeluk kaki ibunya. Nasution tak percaya dengan apa yang terjadi. Ia pun membuka pintu untuk memastikan kendati sudah ditahan istrinya.

"Saya tetap membuka pintu kamar tidur. Di depan pintu, dalam jarak satu setengah meter, tampak seorang prajurit Tjakrabirawa yang langsung melepaskan tembakan. Otomatis pintu saya tutup dan segera tiarap," kesaksian Nasution.

Mendengar kegaduhan, adik Nasution, Mardiah, turut terbangun. Ia berusaha menyelamatkan Ade Irma dengan menggendongnya ke kamar lain.

Namun, gugup yang menyerang Mardiah membuat dia salah membuka pintu. Ia pun disambut rentetan tembakan yang menembus hingga ke tubuh Ade Irma di gendongan.

Selain Ade Irma, ajudan Nasution, Kapten Czi. Pierre Andries Tendean juga tewas ditembak karena dikira Nasution.

Nasution sendiri berhasil menyelamatkan diri dengan memanjat tembok belakang.

Baca juga: 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S PKI dan Proses Evakuasinya dari Lubang Buaya

Penumpasan G-30-S

Waktu fajar, seluruh pasukan G-30-S kembali ke Lubang Buaya. Wakil Komandan Satgas Pringgodani Mayor (Udara) Gatot Soekrisno merasa bingung saat para prajurit menurunkan empat orang yang terikat dan ditutup matanya, serta tiga mayat.

Padahal, rencana awalnya mereka akan dihadapkan kepada Presiden Soekarno.

"Saya segera menghubungi Mayor (Udara) Soejono, Komandan Satgas Pringgidani di Cenko I, minta petunjuk, bagaimana menangani kondisi baru yang menyimpang dari skenario awal tersebut," ujar Gatot.

Rentetan peristiwa itu kemudian berlanjut dengan pendudukan kantor berita Radio Republik Indonesia (RRI) oleh G-30-S.

Harian Kompas, 6 Oktober 1965 memberitakan, orang-orang yang terlibat dalam gerakan itu mengenakan baret dan sapu tangan hijau di sekeliling leher.

Mereka kemudian melakukan siaran gelap dan menyatakan membentuk Dewan Revolusi Indonesia. Kabinet Dwikora yang dibentuk Bung Karno juga dinyatakan demisioner oleh mereka.

Bukan hanya itu, mereka juga mengumumkan penangkapan sekelompok orang yang disebut Dewan Jenderal.

Mereka berdalih, langkah itu dilakukan untuk menyelamatkan Republik Indonesia dari apa yang mereka sebut Dewan Jenderal.

Dewan Jenderal, menurut mereka, merupakan gerakan subversif dan disponsori oleh CIA (Central Intelligence Agency) dan bermaksud menggulingkan pemerintahan Soekarno.

Namun, pendudukan RRI hanya bertahan kurang dari sehari. Pasalnya, sekitar pukul 19.00, pasukan RPKAD kembali mengambil alih RRI.

Beberapa orang berhasil tertangkap, tetapi ada pula yang kabur.

Selanjutnya, pada 1 Oktober 1965 pukul 21.00, RRI Jakarta kembali mengumandangkan suara resmi pemerintahan RI.

Mulai malam itu, Ibu Kota Jakarta sepenuhnya berada di tangan ABRI dan kelompok G-30-S pun menjadi buronan.

(Sumber: Kompas.com/Nibras Nada Nailufar, Ahmad Naufal Dzulfaroh | Editor: Heru Margianto, Sari Hardiyanto, Arum Sutrisni Putri)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi