Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Estadio Nacional Peru 1964, Korban Tewas 328, Ini Penyebabnya

Baca di App
Lihat Foto
list25.com
The Estadio Nacional Disaster yang menewaskan lebih dari 300 orang di Lima, Ibu Kota Peru 24 Mei 1964.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Kerusuhan Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) menyebabkan 129 korban meninggal dunia.

Kerusuhan terjadi seusai pertandingan Arema FC versus Persebaya Surabaya yang berkesudahan 2-3 untuk tim tamu.

Suporter tuan rumah yang kecewa lalu merangsek ke stadion dan dibalas dengan halauan oleh petugas keamanan.

Polisi juga melepaskan tembakan gas air mata sementara di tribun penonton masih dipenuhi suporter tuan tumah.

Polri mengklaim penembakan gas air mata sudah sesuai dengan prosedur, meskipun aturan sebaliknya menyebutkan FIFA telah melarang penggunaan gas air mata di stadion.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: 127 Tewas, Laga Arema FC Vs Persebaya Jadi Salah Satu Pertandingan Paling Mematikan dalam Sejarah

Tragedi di stadion terbanyak dalam sejarah

Korban tewas akibat Kerusuhan Kanjuruhan dilaporkan berada di urutan kedua terbanyak kedua dalam sejarah pertandingan sepak bola.

Urutan pertama pertandingan sepak bola paling mematikan di dunia adalah saat Peru menjamu Argentina, di Estadio Nacional, Lima, Peru 24 Mei 1964.

Dikutip dari BBC, pertandingan tersebut menjadi bencana di stadion terburuk.

Kejadian bermula saat tuan rumah tertinggal 0-1 dari Argentina dalam babak kualifikasi untuk turnamen sepak bola Olimpiade Tokyo.

Tuan rumah kemudian menyamakan kedudukan, namun gol dianulir oleh wasit asal Uruguay Ángel Eduardo Pazos.

Keputusan dari wasit itu membuat marah para penggemar Peru, yang memutuskan untuk menyerbu lapangan.

Baca juga: Mengenang Bencana Estadio Nacional Peru, Tragedi Sepak Bola Paling Mengerikan di Dunia, 300 Orang Tewas

Baca juga: Bahaya Gas Air Mata dan Larangan FIFA soal Penggunaannya di Stadion

 

Polisi menembakkan gas air mata

Polisi membalas dengan menembakkan gas air mata ke kerumunan untuk mencegah lebih banyak penggemar menyerbu lapangan permainan.

Namun hal itu justru menyebabkan kepanikan.

Kematian terutama terjadi dari orang-orang yang menderita pendarahan internal atau sesak napas akibat berdesak-desakan saat berusaha untuk keluar stadion.

Dilaporkan pertandingan tersebut disaksikan sekitar 53.000 penonton atau 5 persen populasi Ibu Kota Lima.

Penonton yang panik menuruni tangga dan pintu yang tertutup.

Semua yang meninggal terbunuh di tangga hingga ke permukaan jalan, sebagian besar karena pendarahan internal atau asfiksia.

Jumlah korban tewas resmi adalah 328, tetapi ini mungkin terlalu rendah karena kematian akibat tembakan tidak dihitung dalam perkiraan resmi.

Jumlah ini lebih tinggi daripada mereka yang tewas dalam bencana Hillsborough, kebakaran Bradford, bencana Heysel, bencana Ibrox 1971, bencana Ibrox 1902, dan bencana Burnden Park digabungkan.

Baca juga: Bahaya Gas Air Mata dan Larangan FIFA soal Penggunaannya di Stadion

Tragedi Hillsborough

Sementara tragedi di sepak bola terbanyak ketiga mengutip CGTN, adalah Tragedi Hillsborough di Inggris yang menewaskan 96 orang.

Pertandingan tersebut adalah semifinal Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forest pada 15 April 1989.

Penyebabnya karena membludaknya suporter yang ingin menyaksikan laga semifinal Piala FA itu, sehingga ketika gerbang stadion dibuka banyak suporter yang berdesak-desakan memasuki stadion. 

Kondisi selanjutnya suporter ricuh dan terjadi saling himpit dan mulai kesulitan bernapas dan mulai jatuh bertumbangan.

Seorang mantan kepala polisi dan mantan pejabat klub sepak bola diadili terkait dengan kejadian tersebut. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi