KOMPAS.com - Pengamat sepak bola sekaligus Koordinator Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali menyoroti tragedi kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam.
Kerusuhan terjadi setelah laga antara tim tuan rumah Arema FC vs Persebaya Surabaya berakhir untuk kemenangan tim tamu dengan skor 2-3.
Akmal menyebut, kerusuhan yang akhirnya membuat 150 lebih nyawa hilang sia-sia itu karena tindakan yang tidak tegas dan tidak preventif dari pelaku sepak bola Indonesia.
"Yang pertama adalah kasus ini terjadi karena adanya pelanggaran-pelanggaran, baik itu prosedural maupun SOP, regulasi, serta safety and security stadium regulation milik FIFA," ujarnya, kepada Kompas.com, Minggu (2/10/2022).
Baca juga: Sederet Kericuhan yang Pernah Mewarnai Arema dan Persebaya
Bukan rivalitas, tapi fanatisme sempit yang kebablasan...
Menurutnya, tragedi yang terjadi ini bukan terkait rivalitas suporter kedua tim.
Lanjut Akmal, kesepakatan pada laga Arema FC vs Persebaya Surabaya tanpa bisa dihadiri suporter tim tamu, yakni Bonek, telah dilakukan.
"Artinya, tragedi di Stadion Kanjuruhan bukan soal rivalitas, tapi soal fanatisme sempit yang kebablasan sehingga membuat banyak korban meninggal," kata dia.
Baca juga: Suporter Sering Berulah, Ada Apa dengan Sepak Bola Kita?
Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur
Sorotan Akmal juga tertuju pada penggunaan gas air mata oleh pihak kepolisian guna meredam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan.
Semestinya, gas air mata tidak dapat digunakan sebagai alat pengamanan jalannya pertandingan sepak bola di dalam stadion.
"Lalu, terkait pihak kepolisian yang melaksanakan tugas atau pengamanan tidak sesuai prosedural dan melanggar FIFA safety and security stadium Pasal 19 poin b, di mana senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk di sepak bola," tuturnya.
Namun, hal ini disebutnya juga menjadi kelalaian PSSI ketika melakukan kerjasama dengan pihak kepolisian tidak menyampaikan prosedur terkait.
"Bahwa pengamanan sepak bola itu berbeda dengan pengamanan demo, tidak boleh ada senjata dan gas air mata yang masuk ke stadion," lanjutnya.
Baca juga: 127 Tewas, Laga Arema FC Vs Persebaya Jadi Salah Satu Pertandingan Paling Mematikan dalam Sejarah
Jumlah penonton melebihi kapasitas stadion
Akmal menilai, terdapat pelanggaran prosedural lain yang cukup fatal, yakni jumlah penonton tidak sebanding dengan kapasitas stadion.
Di mana, lanjut Akmal, panitia pelaksana (panpel) Arema FC mencetak hingga 45.000 tiket untuk pertandingan yang berjuluk "Derby Jawa Timur" ini.
Bukan hanya itu, pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya juga digelar larut malam.
"Sudah beberapa kali Save Our Soccer menyampaikan bahwa PSSI dan LIB (Liga Indonesia Baru) harus merivisi ulang jadwal pertandingan sepak bola yang larut malam karena sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," bebernya.
Baca juga: Kerusuhan Kanjuruhan dan Efek Gas Air Mata
129 orang meninggal dunia
Diberitakan sebelumnya, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyampaikan, jumlah korban jiwa akibat tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, bertambah menjadi 129 orang.
Khofifah menyampaikan hal itu saat berkunjung ke markas Polres Malang untuk menangani kerusuhan tersebut.
Menurutnya, dari 129 korban jiwa , dua di antaranya adalah anggota polisi, yakni anggota Polres Tulungagung dan Polres Trenggalek.
Keduanya diperbantukan dalam pengamanan pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya.
"Semua jenazah korban saat ini dievakuasi di beberapa rumah sakit di Kepanjen dan Kota Malang," kata Khofifah.
Baca juga: Ramai soal Anak Sekolah Disuruh Pakai Atribut Arema, Orangtua Protes
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.