Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Tragedi Kanjuruhan Jangan Terulang Kembali

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Suci Rahayu
Kericuhan dan kerusuhan mewarnai pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC dan Persebaya Surabaya, di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, Sabtu (1/10/2022).
Editor: Sandro Gatra

SEJAK lama saya kasihan terhadap polisi yang ditugaskan menjaga keamanan negara pada masa bukan perang. Tugas polisi menjadi makin berat setelah dipisah dari TNI oleh Presiden yang ketika itu dijabat Gus Dur.

Polisi lalu lintas harus berdiri di bawah terik sinar matahari maupun derasnya air hujan untuk mengatur lalu lintas, yang pada siang hari dan saat hujan justru makin macet.

Polisi Anti-Terorisme mempertaruhkan nyawa saat berhadapan frontal dengan para teroris yang siap mati.

Namun yang paling terjebak dalam posisi serba salah adalah polisi yang ditugaskan untuk menjaga keamanan di saat rakyat sedang berunjuk rasa.

Pada saat rakyat berdemo, maka polisi tidak bisa berharap pujian sebab yang ada hanya caci maki dari rakyat yang merasa unjuk rasanya dihalang-halangi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Padahal tidak ada polisi ingin menghalangi rakyat kecuali memang ditugaskan oleh atasannya untuk menjaga keamanan tatkala rakyat berdemo.

Pada kasus tragedi Kanjuruhan terbukti yang dicaci maki bahkan dihujat sebagai biang kerok adalah polisi. Padahal dua polisi juga jatuh sebagai korban jiwa.

Polisi disalahkan karena menyemprot gas air mata ke arah penonton sehingga panik akibat mendadak kedua matanya tidak bisa melihat maka saling injak-menginjak sehingga memicu lebih dari dua ratus korban luka dan nyawa.

Polisi juga disalahkan karena terbukti menggunakan tongkat panjang untuk memukuli suporter yang ngamuk sehingga menimbulkan kepanikan massal yang menelan korban luka bahkan nyawa.

Khusus di Stadion Kanjuruhan banyak rakyat jatuh menjadi korban luka bahkan nyawa sebab pintu gerbang dari dalam ke luar stadion terlalu sempit untuk memungkinkan ribuan penonton leluasa dari dalam ke luar stadion secara berbarengan tanpa saling berdesakan maka saling menginjak.

Namun kesalahan utama tetap ditimpakan ke polisi. Apakah sikap menghakimi polisi adil?

Saya pribadi tidak berani menghakimi polisi akibat sadar bahwa diri saya tidak sanggup mengemban tugas polisi.

Kasus Ferdy Sambo telah mencoreng-moreng citra polisi. Namun sebenarnya tidak semua polisi sama dengan Ferdy Sambo yang kini sudah dipecat sebagai polisi itu.

Menurut Gus Dur, masih ada dua polisi yang baik, yaitu polisi tidur dan Pak Hoegeng. Menurut saya sebenarya masih cukup banyak polisi baik seperti Pak Hoegeng.

Namun sayang setitik nila merusak susu sebelanga sehingga akibat seorang Sambo maka seluruh polisi dipukul rata hukumnya wajib harus sama dengan Sambo.

Kini di mana-mana termasuk di Kanjuruhan, polisi selalu menjadi sasaran cemooh dan caci maki publik.

Kembali ke Tragedi Kanjuruhan, memang polisi bersalah dalam menggunakan gas air mata sebab FIFA sudah tegas melarang penggunaan gas air mata terhadap penonton pertandingan sepak bola.

Akibat tidak berada di lokasi pada saat Tragedi Kanjuruhan terjadi, maka saya tidak berani memberi saran.

Saya memberanikan diri menyampaikan saran kepada Menko Polhukam dan Menko PMK untuk membentuk Tim Pencari Fakta dan Solusi terdiri dari para tokoh polisi, TNI, olahraga, budaya, arsitek stadion, psikolog perilaku massa, antropolog dll.

Tim bersama secara kelirumologis mencari fakta, bukan siapa, tetapi apa yang keliru pada Tragedi Kanjuruhan kemudian mencari solusi, mengoreksi kekeliruan masa lalu demi masa depan persepakbolaan Indonesia yang lebih berperikemanusiaan.

Di masa depan tidak boleh ada satu nyawa warga pun jatuh sebagai korban sekadar pertandingan sepak bola yang seharusnya bukan menyengsarakan, tetapi membahagiakan dan menggembirakan rakyat! Tragedi Kanjuruhan jangan sampai terulang kembali!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi