Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Gas Air Mata, dari Senjata Perang hingga Digunakan Kepolisian

Baca di App
Lihat Foto
(KOMPAS.com/SUCI RAHAYU)
Suasana di area Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022) mendapat sorotan.

Penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan disebut membuat situasi tak terkendali di lapangan, sehingga penonton berebut pintu keluar.

Sebanyak 125 orang dilaporkan meninggal dunia akibat insiden itu, menurut laporan Dinas Kesehatan Malang.

Lantas, bagaimana sejarah penggunaan gas air mata?

Sejarah gas air mata

Dikutip dari Science History, ilmuwan Jerman pertama kali menciptakan chloroacetophenone kimia pemicu air mata pada akhir abad ke-19.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terlepas dari namanya, gas air mata bukanlah gas, tetapi bubuk mikro yang ketika tersebar di udara menyebabkan air mata tidak terkendali, pernapasan terganggu, dan rasa sakit yang meningkat.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Tak Hanya Gas Air Mata, Pertandingan Malam Juga Persoalan

Pada awal abad ke-20, polisi Perancis bereksperimen dengan gas air mata untuk menangkap penjahat, tetapi sebagian besar zat tersebut tak lagi digunakan hingga Perang Dunia I.

Baik pasukan sekutu maupun Jerman, keduanya mempersenjatai gas air mata sebelum beralih ke serangan gas klorin dan mustard yang lebih mematikan pada musim semi 1915.

Ketika Pasukan Ekspedisi Amerika Serikat memasuki perang pada 1917, mereka juga mengadopsi penggunaan eksperimental gas air mata dan bahan kimia yang mematikan.

Setelah perang usai, ribuan tentara yang dinonaktifkan kembali ke rumah mencari pekerjaan, tetapi tidak ada cukup pekerjaan dan menimbulkan gejolak ekonomi.

Hasilnya adalah lonjakan parah dalam agitasi tenaga kerja, termasuk banyak kerusuhan yang ditujukan pada orang Afrika-Amerika.

Penegakan hukum kemudian menuntut alat pengendalian massa yang tidak melibatkan penembakan warga sipil.

Baca juga: Dampak Gas Air Mata pada Tubuh dan Cara Mengatasinya

Gas air mata disadari oleh para veteran tentara, dapat mengatasi dua masalah sekaligus.

Pertama, penggunaannya dapat dengan aman membubarkan para perusuh tanpa menggunakan kekerasan. Kedua, produksinya yang berkelanjutan dapat menciptakan lebih banyak pekerjaan.

Industri dalam negeri AS memproduksi stok senjata kimia selama perang, termasuk produksi besar amunisi gas air mata.

Setelah gencatan senjata, industri kimia AS yang meluas membutuhkan pasar baru untuk produk-produk masa perangnya.

Beberapa veteran dari Divisi Perang Kimia (CWD), penerus unit tentara yang telah mengembangkan senjata, memulai karir masa damai di industri kimia.

Mereka menetapkan pasukan polisi domestik sebagai pasar yang siap untuk produk kimia pengendalian massa.

Baca juga: Amnesty International Sorot Tragedi Kanjuruhan, Minta Polri Tinjau Kebijakan Gas Air Mata

Pada 1921, CWD mengawasi serangkaian tes dan penjualan gas air mata ke departemen kepolisian di seluruh AS.

Departemen Kepolisian Chicago kemudian mengumumkan rencananya untuk memasukkan "bom" gas air mata untuk menangkap penjahat.

Di Long Island, Batalyon Kerusuhan Kota New York melakukan serangkaian tes dengan "granat" gas air mata.

Polisi di seluruh AS akhirnya segera mengadopsi gas air mata sebagai bagian standar dari persenjataan mereka.

Hanya dalam beberapa tahun, gas air mata telah beralih dari teknologi militer ke teknologi sipil.

Pada akhir 1923, lebih dari 600 kota dilengkapi dengan gas air mata dan banyak yang telah menggunakannya secara efektif untuk menghadapi warga sipil.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi