KOMPAS.com - Sebuah studi baru-baru ini mengungkap bahwa asteroid yang menghantam Bumi dan memunahkan dinosaurus 66 juta tahun yang lalu juga menciptakan tsunami global.
Para peneliti mempelajari sedimen kuno dari lebih 100 situs di seluruh dunia untuk melihat seekstrem apa gelombang yang menghancurkan tersebut.
Hasil studi mereka dipresentasikan pada acara pertemuan Persatuan Geofisika Amerika pada 2019 dan dipublikasikan minggu ini di jurnal AGU Advances.
"Tsunami ini cukup kuat untuk mengikis sedimen yang ada di cekungan laut di belahan dunia, meninggalkan celah dalam sedimen atau tumpukan sedimen yang lebih tua,” kata Molly Range, paleoceanographer di University of Michigan dan penulis utama studi tersebut, dalam sebuah rilis resmi.
Ketika asteroid menghantam di era Cretaceous akhir, dinosaurus seperti Edmontosaurus, Triceratops, dan Tyrannosaurus masih hidup.
Namun, asteroid tersebut diperkirakan telah membunuh lebih dari tiga perempat kehidupan di Bumi. Di antara mereka yang selamat adalah nenek moyang burung dan manusia modern.
Baca juga: Kota Padang Berpotensi Tsunami, BMKG Dorong Tsunami Ready Community
Tsunami Chicxulub
Dikutip dari Gizmodo, Tim Molly melihat lapisan geologis yang terkait dengan dampak asteroid dan dampak langsungnya yang dikenal sebagai batas K-Pg (Cretaceous-Paleogene).
Mereka kemudian membandingkan distribusi sedimen aktual pada batas 120 K-Pg di seluruh dunia dengan model yang mereka buat untuk merekonstruksi gelombang besar yang mungkin disebabkan oleh asteroid Chicxulub.
Selanjutnya, model rambatan gelombang atau propagasi tsunami dibuat dalam dua tahap.
Hasil menunjukkan bahwa sekitar 2,5 menit setelah tumbukan asteroid, dinding air setinggi 2,8 mil terbentuk dan terdorong keluar.
Padahal, sebagaimana diketahui, gelombang tertinggi yang pernah tercatat adalah setinggi 1.719 kaki yang disebabkan oleh gempa bumi di Alaska pada 1958.
Kemudian, empat jam setelah tumbukan Chicxulub, gelombang tsunami mencapai Samudera Pasifik melalui Central American Seaway.
Sehari setelah tumbukan, gelombang tsunami yang melintasi Atlantik dan Pasifik akan tiba di Samudra Hindia.
Pendamping peneliti Brian Arbic yang juga merupakan ahli kelautan fisik di University of Michigan mengatakan, catatan geologi menguatkan apa yang diprediksi oleh model simulasi tersebut.
Misalnya, situs K-Pg di Selandia Baru sekitar 7.500 mil dari Yucatán tempat asteroid menghantam yang ditemukan terkena gangguan signifikan akibat gelombang tersebut.
Sebelumnya, gangguan pada situs tersebut dikaitkan dengan gempa bumi lokal, tetapi berdasarkan usia dan lokasinya, tim baru-baru ini percaya bahwa sedimen tersebut terganggu oleh gelombang dari Chixculub.
Baca juga: Bukti Tumbukan Asteroid yang Bunuh Dinosaurus Ditemukan di Bulan
Memusnahkan 75 persen kehidupan di Bumi
Asteroid dengan lebar sekitar 14 kilometer meninggalkan kawah tumbukan sekitar 62 mil (100 kilometer) di dekat semenanjung Yucatan, Meksiko.
Selain memusnahkan dinosaurus, tumbukan dahsyat ini juga memicu kepunahan massal 75 persen kehidupan hewan dan tumbuhan di planet ini.
Ketika asteroid menghantam terjadi serangkaian peristiwa bencana.
Suhu global berfluktuasi, gumpalan aerosol, jelaga dan debu memenuhi udara. Kebakaran hutan dimulai ketika potongan-potongan material yang terbakar meledak dari tumbukan itu kembali memasuki atmosfer dan menghujani Bumi.
Dalam waktu 48 jam, tsunami menerjang seluruh penjuru dunia dengan kekuatan ribuan kali daripada tsunami modern yang disebabkan oleh gempa bumi.
Molly Range dan timnya yang membuat simulasi global pertama tsunami yang disebabkan oleh dampak Chicxulub ini.
Tsunami itu cukup kuat untuk menciptakan gelombang yang menjulang setinggi lebih dari satu mil dan merambati dasar laut ribuan mil jauhnya dari tempat asteroid menghantam.
Para peneliti memperkirakan bahwa tsunami itu sampai 30.000 kali lebih kuat daripada tsunami Samudra Hindia 26 Desember 2004, salah satu yang terbesar dalam catatan, yang menewaskan lebih dari 230.000 orang.
Energi dampak asteroid setidaknya 100.000 kali lebih besar dari letusan gunung berapi Tonga awal tahun ini.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.