Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Kehidupan Sejumlah Narapidana Bom Bali 1

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL
Petugas Detasemen Khusus (Densus) 88 membawa terduga teroris Arif Sunarso alias Zulkarnaen dari Lampung setibanya di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (16/12/2020). Zulkarnaen merupakan DPO Kepolisian sejak 18 tahun lalu yang diduga menjadi koordinator kasus Bom Bali 1.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Tragedi Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 menjadi kenangan pilu bagi Indonesia.

Saat itu, tiga bom meledak di kawasan Kuta dan Denpasar, Bali dan menewaskan 202 orang. Mayoritas korban adalah warga negara Australia.

Diketahui, ledakan pertama terjadi lima meter di depan Diskotek Sari Club, yang berlokasi di Jalan Legian, Kuta.

Tak berselang lama, sebuah bom kembali meledak di Diskotek Paddy's yang berada di seberang Sari Club. Ledakan ketiga terjadi sekitar 100 meter dari Kantor Konsulat Amerika Serikat di daerah Renon, Denpasar Bali.

Sejumlah pelaku telah dihukum mati, seperti Amrozi dan Imam Samudra. Sementara beberapa pelaku lainnya ada yang sudah bebas, ada juga yang masih mendekam di penjara.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagi para pelaku yang masih hidup, mereka telah menyatakan kesetiaannya pada Pancasila.

Menjelang peringatan 20 tahun Bom Bali, berikut cerita para narapidana, dirangkum dari pemberitaan Kompas.com:

Baca juga: Mengenal Ground Zero di Jalan Legian Kuta, Monumen Kemanusiaan untuk Mengenang Tragedi Bom Bali I


Abdul Ghoni

Suranto Abdul Ghoni alias Umar alias Wayan saat ini masih mendekam di penjara setelah mendapat vonis hukuman seumur hidup.

Tercatat, pria yang kini menghuni Lepas Kelas I Semarang itu sudah berada di balik jerusi besi selama 19 tahun.

Tak lagi jihad kekerasan, Abdul Ghoni kini berjihad dalam menerapkan ilmu agamanya dan menghasilkan karya seni kaligrafi.

Dalam sisa hidupnya, Abdul Ghoni sangat serius menuangkan bakatnya dalam menggambar kaligrafi pada media kuningan.

Ia juga mengaku selalu mengusulkan permohonan perubahan pidana seumur hidup menjadi pidana sementara kepada Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Abdul Ghoni, Terpidana Kasus Bom Bali I, Kini Tekuni Seni Kaligrafi Timbul di Lapas Semarang

Joko Tri Harmanto

Pria yang akrab disapa Bang Jack itu divonis hukuman penjara selama 4,5 tahun karena keterlibatannya dalam kasus Bom Bali I.

Saat itu, ia dikenai pasal menyembunyikan informasi dan barang bukti.

Dibebaskan pada 2008, Bang Jack mengaku bahwa sosok ibu dan istri lah menjadi faktor utama dirinya tidak lagi jatuh ke dalam paham radikalisme.

"Nasihat dari dua wanita itu (ibu dan istri) yang paling besar ke saya. Saya harus seperti ini, saya harus keluar dan lain-lain. Kita menyadari kesalahan, kita keluar berjanji saya sisa hidup saya untuk orangtua, keluarga untuk masyarakat, bangsa dan negara," kata Bang Jack, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Sempat membuka usaha toko komputer, kini ia beralih ke bisnis kuliner dengan membuka warung soto.

Bang Jack juga memiliki program makan soto gratis pada Jumat pertama setiap bulannya.

Ia juga kerap diajak Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk menjadi pembicara menyosialisasikan bahaya radikalisme dan terorisme.

Baca juga: Kisah Bang Jack, Eks Napiter Perakit Bom Bali 1 yang Kini Sukses Jualan Soto

Zulkarnaen

Setelah buron selama 18 tahun, Arif Sunarso alias Zulkarnaen alias Daud alias Abdullah Abdurrohman berhasil ditangkap pada 10 Desember 2020.

Awal tahun ini, Zulkarnaen divonis penjara 15 tahun karena terbukti secara sah melakukan tindak pidana terorisme.

Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni seumur hidup.

Selain menjadi otak Bom Bali I, ia juga merupakan dalang peledakan gereja serentak pada malam Natal dan Tahun Baru 2001.

Zulkarnaen juga disebut menjadi otak dalam peledakan kediaman duta besar Filipina di Menteng, Jakarta, pada 1 Agustus 2000.

Baca juga: Dalang Bom Bali I Zulkarnaen Divonis 15 Tahun Penjara

Umar Patek

Pada Agustus 2022, Umar Patek disebut dalam proses pembebasan bersyarat setelah sebelumnya mendapat remisi masa tahanan lima bulan.

Koordinator Humas Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Rika Aprianti mengatakan, Umar Patek berhak mendapat remisi karena telah memenuhi syarat administratif dan substantif.

Umar Patek juga telah memenuhi sejumlah syarat antara lain, berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan dengan baik, dan tidak pernah melanggar aturan.

"Juga salah satu kekhususan sudah menyatakan (setia kepada) NKRI, salah satu persyaratan khusus bagi warga binaan kasus terorisme," ujar Rika, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Sumber: Kompas.com (Syakirun Ni'am/Muchamad Dafi Yusuf/Nirmala Maulana Achmad/Labib Zamani | Editor: Diamanty Meiliana/Ardi Priyatno Utomo/Ambaranie Nadia Kemala Movanita/Dony Aprian)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi