KOMPAS.com - Saat persidangan, jaksa penuntut umum dan penasihat hukum kerap memanggil hakim dengan sebutan "Yang Mulia".
Bahkan, terdakwa maupun para saksi turut memanggil "Yang Mulia" alih-alih sapaan Bapak atau Ibu.
Padahal, seorang presiden sebagai orang nomor satu di Republik Indonesia justru biasa dipanggil Bapak atau Ibu.
Lantas, mengapa seorang hakim dalam pengadilan dipanggil "Yang Mulia"?
Baca juga: Mengenal Profesi Hakim: Pengertian, Tugas, Syarat, dan Gaji
Asal usul panggilan Yang Mulia untuk hakim
Penyebutan "Yang Mulia" untuk hakim tidak lepas dari sejarah panggilan ini.
Dilansir dari laman MyLawQuestion, setiap orang dari garis keturunan bangsawan atau kerajaan dipanggil dengan Yang Mulia.
Bukan hanya darah biru, di masa lalu, orang dengan posisi dan jabatan terkemuka seperti tuan tanah, ksatria, dan hakim, juga turut tersemat "Yang Mulia" di depan namanya.
Namun seiring waktu, penggunaan istilah ini untuk kaum tanpa keturunan raja tak lagi berlaku. Umumnya, mereka mengganti "Yang Mulia" dengan panggilan Tuan atau Nyonya.
Kendati demikian, panggilan "Yang Mulia" untuk hakim terutama saat persidangan masih tetap berlaku bahkan hingga saat ini.
Hal tersebut lantaran "Yang Mulia" menunjukkan status lebih tinggi dan rasa hormat yang patut diterima hakim. Ini juga menandakan betapa penting posisi hakim dalam persidangan.
Sebagai pemimpin proses pengadilan, hakim menempati posisi yang mengharuskan mereka memberikan pendapat dan keputusan tidak memihak, jujur, konsisten, dan bisa diandalkan.
Sebelum meraih posisi ini, mereka pun dituntut untuk menempuh pendidikan dan pelatihan tambahan agar layak menyandang panggilan "Yang Mulia".
Adapun bentuk penghormatan, lantaran hakim merupakan salah satu cerminan peradilan.
Hakim bisa memutuskan seseorang secara sengaja berlaku tidak sopan dan menganggapnya melakukan penghinaan pengadilan atau contempt of court.
Penghinaan pengadilan tersebut bisa berujung pada pidana.
Baca juga: Hakim Agung: Syarat, Seleksi, dan Tugasnya
Kewajiban memanggil hakim dengan "Yang Mulia"
Di Indonesia, tidak ada peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum yang mengharuskan memanggil hakim dengan sebutan "Yang Mulia" dalam persidangan.
Kendati demikian, seperti dilansir dari Kompas.id, Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 19 Tahun 2009 tentang Tata Tertib Persidangan mengatur kewajiban penghormatan terhadap hakim.
Pasal 6 ayat (1) PMK Nomor 19 Tahun 2009 mengatur, para pihak, saksi, ahli dan pengunjung sidang wajib:
a. Menempati tempat duduk yang telah disediakan serta duduk tertib dan sopan selama persidangan.
b. Menunjukkan sikap hormat kepada majelis hakim dengan sikap berdiri ketika majelis hakim memasuki dan meninggalkan ruangan sidang.
c. Memberi hormat kepada majelis hakim dengan membungkukkan badan setiap memasuki dan meninggalkan ruang persidangan.
Selanjutnya, pada Pasal 6 ayat (2) dan (3) PMK Nomor 19 Tahun 2009 mengatur:
(2) Dalam hal para pihak, saksi, dan ahli akan menyampaikan pendapat dan/atau tanggapannya, terlebih dahulu harus meminta dan/atau mendapat izin ketua sidang.
(3) Para pihak, saksi, dan ahli menyampaikan keterangannya setelah diberikan kesempatan oleh ketua sidang.
Meski tidak disebutkan secara spesifik, panggilan "Yang Mulia" menjadi salah satu cara menunjukkan sikap hormat terhadap hakim dalam persidangan.
Selain itu, menilik tata tertib sejumlah pengadilan di Indonesia, tercantum keharusan memanggil majelis hakim dengan sebutan "Yang Mulia".
Misalnya dalam tata tertib persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta, tertulis:
Memanggil seorang hakim dengan sebutan 'Yang Mulia' dan seorang Penasihat Hukum dengan sebutan 'Penasihat Hukum'.
Hal serupa berlaku untuk pengadilan negeri lain, seperti PN Nunukan, PN Sabang, dan PN Jakarta Pusat.
Baca juga: Tugas dan Wewenang MA
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.