Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkes Terbitkan Panduan Penanganan Gangguan Ginjal Akut, Ini Isinya

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/sumroeng chinnapan
Ilustrasi gagal ginjal akut misterius pada anak. Perawatan gangguan ginjal akut misterius pada anak, dilakukan dengan pemberian terapi obat dan cairan, agar anak bisa mengeluarkan urine atau buang air kecil. Namun, pada kondisi yang parah, beberapa anak juga harus dirawat dengan terapi cuci darah.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak meningkat mulai Agustus 2022 lalu.

Hal ini membuat masyarakat memerlukan panduan atau acuan ketika anak-anaknya terkena gangguan ginjal akut misterius.

Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan menerbitkan Tata Laksana dan Managemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan melalui SuratKeputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022.

Dilansir dari laman Kemenkes, Senin (17/10/2022), berikut poin-poinnya:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Sudah 155 Anak Alami Gagal Ginjal Akut, tapi Penyebab Belum Diketahui

1. Gejala gangguan ginjal akut misterius

Terkait diagnosis klinis, penegakan diagnosis untuk penyakit gagal ginjal akut pada anak diawali dengan mengamati gejala dan tanda klinis yang dialami pasien, salah satunya terjadi penurunan jumlah BAK (oliguria) atau tidak ada sama sekali Buang Air Kecil atau BAK (anuria).

“Penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi/penyaringan ginjal. Biasanya ditandai peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urine,” kata Plt. Direktur Pelayanan Kesenatan Rujukan dr. Yanti Herman, MH. Kes.

Gagal Ginjal Akut diketahui menyerang anak dengan di rentang usia 6 bulan-18 tahun, paling banyak terjadi pada balita.

Adapun gejala awalnya berupa infeksi saluran cerna dan gejala ISPA dengan gejala khas berupa penurunan jumlah air seni bahkan tidak bisa BAK sama sekali.

Jika sudah mendapati gejala tidak bisa buang air kecil atau sudah fase lanjut segera bawa anak ke faskes seperti rumah sakit.

“Bila anak mengalami gejala dan tanda disertai dengan volume urine berkurang atau tidak ada urine selama 6-8 jam (saat siang hari), segera bawa anak anda ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut,” ujar dr. Yanti.

Orang tua diminta waspada dan memantau jumlah dan warna urin (pekat atau kecoklatan) di rumah. Anak harus dipastikan mendapat cairan yang cukup dengan minum air.

Baca juga: BPOM Larang 2 Zat dalam Produk Obat Sirup Imbas Penyakit Gagal Ginjal Akut Misterius

2. Pemeriksaan gangguan ginjal akut di rumah sakit

Kemenkes merekomendasikan agar rumah sakit melakukan pemeriksaan berlanjut pada fungsi ginjal (turun, kreatinin).

Jika fungsi ginjal meningkat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi, dan komplikasi.

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan positif gagal ginjal akut, selanjutnya pasien akan dilakukan perawatan di ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sesuai indikasi.

Selama proses perawatan, fasyankes akan memberikan obat dan terus memonitoring kondisi pasien yang meliputi volume balance cairan dan diuresis selama perawatan, kesadaran, napas kusmaull, tekanan darah, serta pemeriksaan kreatinin serial per 12 jam.

“Selama proses perawatan pasien Gagal Ginjal Akut akan diberikan Intravena Immunoglobulin (IVIG). Sebelum diberikan, Rumah Sakit harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan,” tutur dr. Yanti.

Baca juga: Gejala Awal Gagal Ginjal Akut pada Anak, Cermati Sebelum Terlambat

3. Tempat pelaporan kasus gangguan ginjal akut

Kemenkes menyediakan tempat melapor jika fasyankes menemui kasus gangguan ginjal akut ini.

Adapun laporan dikirim ke Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Event Baeed Surveillance (SKDREBS)/Surveilans Berbasis Kejadian (SBK) di https://skdr.surveilans.org dalam waktu kurang dari 24 jam.

Apabila fasyankes tidak memiliki akun SKDR, bisa melaporkan ke Dinkes dengan mengisi Formulir Penyelidikan Epidemologi (PE) yang dapat diunduh di https://skdr/surveilans.org dan mengirimkannya ke PHEOC melalui nomor WhatsApp 087777591097 atau email poskoklb@yahoo.com atau pheoc.indonesia@gmail.com

“Pelaporan ini berlaku untuk semua penyakit yang berpotensi terjadi KLB, kami harapkan Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan terkait bisa melaporkan secepatnya,” pungkas dr. Yanti.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi