Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ndas Borok hingga Rondo Royal, Mengapa Nama Jajanan Tradisional di Jawa Aneh-aneh?

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Sajian Sedap
Kue cucur pandan.
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Jawa memiliki segudang jajanan tradisional yang mewarnai koleksi gastronomi kuliner Indonesia, mulai dari jenis kue basah, kue kering, keripik, hingga gorengan.

Jajanan tradisional itu memiliki nama yang sangat unik bahkan beberapa terdengar sangat aneh.

Ada jajanan tradisional di Jawa yang bernama ndas borok, rondo royal, balung kuwuk, petot, lentho-lentho, ndog gludug, bajingan, dan masih banyak lagi.

Di Surakarta misalnya, terdapat jajanan tradisional yang bernama ampyang, carang gesing, corobikan, hingga semar mendem.

Jajanan asli Temanggung, ndas borok, terdiri dari kata "ndas" yang berarti kepala dan "borok" yang berarti luka.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jajanan ini terbuat dari singkong, parutan kelapa dan taburan gula aren. Bentuknya pipih, dengan penampang yang dihiasi bercak-bercak gula aren yang sekilas mirip tesktur luka. Karena inilah, jajanan ini disebut ndas borok.

Lantas, mengapa masyarakat Jawa memberikan nama jajanan tradisional dengan sebutan yang nyleneh?

Baca juga: Ramai Jajanan Ice Smoke, Aman atau Tidak Dikonsumsi?


Bentuk ekspresi budaya

Ketua Pusat Unggulan Ipteks (PUI) Javanologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sahid Teguh Widodo mengatakan bahwa nama-nama jajanan tradisional di Jawa merupakan bentuk ekspresi budaya tandingan.

"Sejauh yang saya ketahui, jadi munculnya nama-nama jajanan atau kuliner di Surakarta pada khususnya dan Jawa pada umumnya, itu karena merupakan ekpresi daripada budaya tandingan dari masyarakat atas hegemoni kultural dari kraton (penguasa) pada masa itu," ujar Sahid, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Rabu (19/10/2022).

Menurut Sahid, beberapa sumber menyebutkan bahwa pada masa antara Pakubuwono IX atau X, masyarakat merasa bahwa ada budaya besar dan budaya kecil yang berkembang.

Budaya besar itu berasal dari budaya "njeron tembok" atau budaya bangsawan yang identik dengan pesta-pesta dan glamor.

Sementara budaya kecil itu berasal dari "njaban tembok" atau budaya yang berasal dari rakyat.

"Sementara masyarakat di njaban tembok itu yang merasa punya hal yang sama juga sebagai bentuk sindiran melakukan ekspresi budaya tadi dengan membuat pesta-pesta ala rakyat," terang Sahid.

"Karena itu sebagai sindiran, lalu memberikan nama-namanya itu yang enggak biasa, seperti bawuk menthok, gethuk keplekang, rondo royal, balung kethek.

Baca juga: Belajar Parenting dengan Model Lapak Jajanan Saat Karantina Mandiri, Seperti Apa Konsepnya?

Di sisi lain, nama-nama jajanan tradisional di Jawa yang menjadi bentuk sindiran itu juga menunjukkan karakteristik masyarakat Jawa itu sendiri.

"Artinya apa? Masyarakat Jawa itu bicara tidak hanya dengan mulutnya, tetapi juga dengan batinnya, dengan rasanya, dengan perilaku," kata Sahid.

Dia menggunakan istilah ilat, ulat, glagak, kemat untuk menggambarkan kelengkapan sikap yang melekat di masyarakat Jawa.

Munculnya nama-nama jajanan tradisional yang aneh-aneh itu juga memberikan dampak tersendiri, yaitu memicu kreativitas masyarakat untuk menciptakan karya-karya kuliner yang lebih banyak lagi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi