Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menyelisik Paradoks Politik Identitas

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
-
Editor: Egidius Patnistik

SEMULA istilah politik identitas tidak dikenal di Indonesia. Jelas bahwa politik identitas bukan produk kebudayaan dalam negeri Indonesia, namun impor dari negeri eksportir utama terminologi politik yaitu Amerika Serikat (AS).

Di AS sendiri istilah politik identitas mulai merajalela sejak Donald Trump mencapreskan diri secara terang-terangan menyandang indentitas sebagai pejuang White Supremacist alias supremasi kulit putih sambil perkasa bergaya di gugus terdepan mengibarkan panji-panji gerakan Islamophobia.

Ternyata gaya politik identitas Donald Trump menular ke Indonesia, kemudian memuncak pada Pilpres 2019 memecah-belah bangsa Indonesia menjadi cebong dan kampret yang bahkan kemudian bermetamorfosa menjadi kadrun. Bahkan demi menegakkan pilar-pilar politik identitas hukumnya wajib ada pihak yang harus dikorbankan untuk dinobatkan sebagai “Bapak Politik Identitas”.

Baca juga: Hoaks, Politik Identitas, dan Propaganda di Era Demokrasi

Apa sebenarnya yang disebut sebagai politik identitas itu?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stanford Encyclopedia of Philosophy memaknakan politik identitas secara cukup terhuyung-huyung sambil berbelit-belit ke sana ke mari sebagai berikut : “The laden phrase “identity politics” has come to signify a wide range of political activity and theorizing founded in the shared experiences of injustice of members of certain social groups. Rather than organizing solely around belief systems, programmatic manifestos, or party affiliation, identity political formations typically aim to secure the political freedom of a specific constituency marginalized within its larger context. Members of that constituency assert or reclaim ways of understanding their distinctiveness that challenge dominant characterizations, with the goal of greater self-determination”.

Sementara situs Vox.com lebih jujur dalam langsung menegaskan bahwa istilah politik identitas sebenarnya sesuatu yang dapat dikatakan “is a very vague phrase” alias frasa yang sangat tidak jelas jenis, bentuk, serta arah juntrungannya.

Pada hakikatnya memang politik identitas sulit bahkan mustahil didefinisikan secara sempurna dan memuaskan segenap pihak. Pada kenyataan memang sulit bahkan mustahil untuk menyatakan bahwa politik yang dilakukan manusia dapat dilakukan secara tanpa kejelasan identitas pelakunya.

Identitas politik yang dilakukan oleh A serta merta secara subyektif melekat pada bukan B tetapi A yang melakukannya. Politik luar negeri yang dilakukan negara X suka tak duka merupakan politik yang bukan dilakukan oleh negara Y tetapi jelas subyektif beridentitas X.

Politik yang dilakukan Donald Trump secara langsung menyandang identitas bukan Biden tapi Trump. Selama politik dilakukan oleh manusia maka dengan sendirinya menampilkan identitas bukan satwa atau tanaman tetapi manusia yang melakukannya.

Makna politik identitas memang secara logika sulit bahkan pada hakikatnya secara kontekstual mustahil bisa lepas dari identitas insan yang melakukannya.

Politik One Belt One Road serta merta menyandang identitas Xi Yinping sebagai tokoh yang memang memprakarasai dan memimpinnya. Politik demokrasi otoriter di Singapura langsung menyandang identitas Lee Kwan Yew sebagai pelakunya.

Politik mengutamakan pribumi Malaysia dalam kegiatan ekonomi serta merta menyandang identitas Mahathir Muhammad sebagai pelopornya.

Politik pembangunan infra struktur di Indonesia menampilkan identitas Joko Widodo sebagai penggagasnya. Identitas Ibu Kota Baru dengan nama Nusantara abadi melekat erat pada diri Joko Widodo sebagai pemrakarsa dan pewujudnya.

Pada hakikatnya politik identitas merupakan sebuah paradoks yang secara heterologikal atau autologikal apapun-logikal potensial menelan dirinya sendiri, seperti paradoks paling dasar terkandug dalam pernyataan aku berdusta gesit memutar balik logika dari bisa dipercaya sampai tidak bisa dipercaya akibat potensial menelan dirinya sendiri.

Menyatakan bahwa tidak ada yang disebut sebagai politik identitas sama absurd dengan menyatakan diri tidak berpolitik.

Pada hakikatnya tidak berpolitik dengan sendirinya serta merta merupakan politik pihak yang menyatakan diri tidak berpolitik. Maka berpolitik identitas maupun tidak berpolitik identitas tetap gigih bertahan sebagai identitas pihak yang mengaku berpolitik identitas maupun tidak mengaku berpolitik identitas.

Baca juga: Di Hadapan Anies, Kapolri Ingatkan Bahaya Politik Identitas

Namun dapat diyakini sebagai senjata untuk membunuh karakter pihak lawan politik, memang politik identitas cukup pamungkas sakti mandraguna. Sesuatu bentuk kenyataan yang lazimnya tidak akan diakui sebagai kenyataan oleh para pengguna politik identitas untuk membunuh karakter pihak lawan politik yang hukumnya wajib dihabisi sampai hilang lenyap.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi