Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Jumlah Hakim di Pengadilan Selalu Ganjil?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/FIRMANSYAH
8 terdakwa terdiri dari 5 petani dan 3 mahasiswa yang dituduh mencuri buah kelapa sawit perusahaan PT. Agri Andalas divonis penjara 1,4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu, Senin (25/4/2022).
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Hakim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.

Sosok hakim erat kaitannya dengan pengadilan. Bahkan, profesi ini kerap dianggap sebagai wajah pengadilan.

Hakim bertugas di pengadilan untuk mengadili atau memeriksa sebuah perkara.

Jumlah hakim yang dikerahkan tergantung perkara, tetapi selalu berjumlah ganjil.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa demikian? Adakah alasan khusus mengapa hakim selalu ganjil?

Baca juga: Mengapa Hakim Dipanggil “Yang Mulia”? Ini Penjelasannya

Alasan jumlah hakim selalu ganjil

Pengaturan jumlah hakim saat memeriksa dan memutus perkara di pengadilan, terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman).

Pasal tersebut menyebutkan, susunan majelis sekurang-kurangnya terdiri dari tiga hakim dengan seorang hakim ketua dan dua orang hakim anggota.

Jumlah hakim yang ganjil itu bertujuan untuk menghindari deadlock atau buntu.

Dikutip dari Ikhtisar Permusyawarah Majelis Hakim tulisan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama, Insyafli, sebelum majelis hakim mengambil kesimpulan atau mengucapkan putusan, mereka akan melakukan musyawarah.

Musyawarah majelis dilakukan dalam sidang tertutup, dan masing-masing hakim mengemukakan pendapat hukumnya tentang perkara secara rahasia.

Artinya, isi musyawarah tidak diketahui oleh orang di luar majelis hakim yang bertugas.

Selanjutnya, apabila terjadi perbedaan pendapat hukum antara hakim, maka harus diselesaikan melalui voting dengan menghitung suara terbanyak.

Dengan jumlah yang ganjil, pemungutan tidak akan menghasilkan suara seimbang. Pasti akan ada suara yang lebih banyak dari lainnya, sehingga jalan buntu dapat terselesaikan.

Bagi pendapat hakim yang kalah suara, meskipun dia seorang hakim ketua, harus mengikuti suara mayoritas.

Hal tersebut senada dengan pengaturan dalam Pasal 182 ayat (6) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni:

Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Putusan diambil dengan suara terbanyak

b. Jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.

Baca juga: Mengenal Profesi Hakim: Pengertian, Tugas, Syarat, dan Gaji

Jumlah hakim

Jumlah hakim yang memutus suatu perkara berbeda-beda, tergantung pengadilan atau mahkamah masing-masing.

Berikut beberapa jumlah hakim yang bertugas di pengadilan:

1. Hakim di Mahkamah Agung (MA)

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung mengatur, MA memeriksa dan memutus dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim.

Selanjutnya, dalam penjelasan pasal ini, diatur bahwa majelis yang bersidang dengan lebih dari tiga orang hakim, jumlahnya harus selalu ganjil.

2. Hakim di Mahkamah Konstitusi (MK)

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, menetapkan bahwa MK memiliki sembilan anggota hakim konstitusi.

Sembilan orang tersebut terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan tujuh anggota hakim konstitusi.

Menurut Pasal 28 ayat (1), MK memeriksa perkara, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno dengan sembilan orang hakim konstitusi.

Namun, apabila dalam keadaan luar biasa, maka dilaksanakan dengan tujuh hakim konstitusi yang dipimpin Ketua MK.

3. Hakim di Pengadilan Anak

Dilansir dari Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, hakim yang memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama adalah hakim tunggal.

Artinya, hanya ada satu orang hakim dalam pengadilan anak.

Sementara itu, sistem peradilan anak merupakan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan hukum.

Yakni, anak yang berkonflik dengan hukum (diduga melakukan tindak pidana), anak yang menjadi korban, serta anak yang menjadi saksi dalam tindak pidana.

4. Hakim di Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)

Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pemeriksaan perkara pelanggaran HAM berat dilakukan oleh majelis hakim berjumlah lima orang.

Lima orang tersebut terdiri dari dua orang hakim pada Pengadilan HAM serta tiga orang hakim ad hoc.

Hakim ad hoc sendiri merupakan hakim yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, dan diangkat untuk jangka waktu tertentu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi