Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Perkembangan Berkelanjutan "Cogito Ergo Sum"

Baca di App
Lihat Foto
Wikipedia
Filsuf Prancis, Rene Descrates
Editor: Egidius Patnistik

MAHAPEMIKIR Prancis, Rene Descrates adalah seorang pemikir yang pemikirannya terus menerus berkembang secara berkelanjutan tanpa henti selama hayat masih di kandung badan dirinya.

Diktum tersohor yang bahkan mungkin paling tersohor di semesta filsafat adalah cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada) yang semula ditulis dalam bahasa Latin, tetapi kemudian agar bisa dipahami kaum awam lalu dialih-bahasakan ke Prancis.

Semula di dalam buku Diskursus Metode (1637) cogito ergo sum merupakan langkah awal Descrates mencari kebenaran pada dirinya sendiri, tetapi kemudian pada buku Meditasi yang ke dua (1641), oleh Descrates ditegaskan bahwa sebenarnya cogito ergo sum rawan keliru ditafsirkan akibat dipenggal dari sebuah kalimat panjang dalam bahasa Latin.

Baca juga: Bingungologi Cogito Ergo Sum

Kalimat panjangnya adalah sebagai berikut, “Ego sum, ego existo, quoties a me profertur, vel mente concipitur, necessario esse verum “.  Dalam bahasa Prancis menjadi “Je suis, j'existe, est nécessairement vraie, toutes les fois que je la prononce, ou que je la conçois en mon esprit”.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam bahasa Inggris, ”I am, I exist, is necessarily true each time it is expressed by me, or conceived in my mind.”

Dalam bahasa Indonesia versi saya menjadi, “Saya berpikir maka saya ada yang senantiasa benar setiap saat saya ungkapkan atau hadir pada pemikiran saya.”

Terjemahan versi saya ini sudah barang tentu akan beda dari terjemahan versi orang lain. Atau bahkan dianggap total keliru oleh yang lebih mahir dalam menggunakan bahasa Indonesia.

Alkitab yang diterjemahkan oleh Raja James ke dalam bahasa Inggris dan oleh Martin Luther ke dalam bahasa Jerman dan oleh entah siapa saja ke dalam bahasa Indonesia juga terpaksa mengalami pergeseran makna akibat setiap bahasa memiliki idiom semantikal, sintaksial, serta gramatikal masing-masing.

Cara menulis cogito ergo sum juga beranekaragam, maka ada yang dengan tanda koma seperti cogito, ergo sum. Namun ada pula yang tanpa tanda koma seperti yang tertulis pada naskah ini.

Baca juga: Terinspirasi Filsuf Descartes, Billie Eilish Ungkap Makna di Balik “Therefore I Am”

Pada hakikatnya setiap bahasa memiliki sukma makna beda dari bahasa lain-lainnya dan setiap insan manusia nemiliki tafsir makna yang beda dari insan lain-lainnya. Maka, wajar bahwa di samping berkembang pada pemikiran Descrates sendiri, kemudian diktum cogito ergo sum juga berkelanjutan berkembang serta-merta berubah makna pada peradaban pemikiran umat manusia yang kerap disebut sebagai filsafat itu.

Bahkan, cogito ergo sum gagasan Descrates berkembang menjadi psikologi yang kemudian berkembang menjadi psikiatri serta sementara ini menjadi neurosains.

Justru pada perkembangan berkelanjutan yang terus menerus berubah tanpa henti secara perpetuum mobile kelirumologis terletak energi penggerak mekanisme peradaban yang sementara ini masih dianggap terbatas hadir di planet Bumi yang cuma satu dan satu-satunya ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi