Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Goes to UNESCO, Ini Sejarah Kebaya di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/Revi C Rantung
Dian Sastro saat ditemui pada acara Kebaya Goes to UNESCO di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (29/7/2022).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kampanye "Kebaya Goes to UNESCO" baru-baru ini ramai dilakukan banyak pihak.

Selain komunitas, pelajar, hingga istri pejabat, artis peran Dian Sastrowardoyo juga turut mendukung gerakan Kebaya Goes to UNESCO tersebut.

Belum lama ini, ratusan perempuan bahkan ikut meramaikan parade "Cantik Berkebaya" di kawsan National Mall, pusat kota Washington DC, Amerika Serikat.

Kegiatan tersebut merupakan bentuk dukungan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington DC bersama masyarakat dan diaspora Indonesia terhadap upaya pendaftaran kebaya sebagai Warisan Tak Benda (Intagible Heritage) UNESCO.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diketahui, Gerakan Goes to UNESCO bertujuan untuk mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.

Baca juga: Jadi Warisan Budaya Tak Benda, Apa Beda Tempe Mendoan dengan Tempe Goreng Biasa?

Lantas bagaimanakah sejarah kebaya di Indonesia?

Sejarah kebaya

Kebaya diketahui merupakan salah satu busana yang sangat mudah ditemukan di tanah air.

Busana ini seringkali digunakan oleh masyarakat untuk berbagai acara resmi, seperti resepsi maupun wisuda.

Pakaian kebaya saat ini memiliki beragam model dengan penggunaan jenis kain yang beragam.

Tak hanya digunakan oleh ibu-ibu, kebaya secara luas juga sering terlihat digunakan oleh anak muda di tanah air.

Baca juga: Sejarah Sumpah Pemuda dan Kumpulan Link Twibbonnya

Awal mula kata kebaya

Dikutip dari laman Kompas.com (19/4/2021), kata kebaya berasal dari bahasa Arab yakni Abaya yang berarti jubah atau pakaian longgar.

Di waktu lampau, kebaya dikenakan dan dipasangkan dengan kain atau sarung, serta digunakan oleh banyak wanita Indonesia dan juga Melayu.

Bentuk awal kebaya konon berasal dari Kerajaan Majapahit, di mana busana ketika itu dikenakan oleh permaisuri dan juga selir raja.

Sebelum masuknya Islam, pada abad IX, masyarakat Jawa telah mengenal sejumlah istilah busana. Akan tetapi saat itu, kaum wanita masih setia dengan padanan kain dan kemben yang membebat dada sekedarnya.

Baca juga: Hari Kartini, Mengenal Lebih Dekat Kebaya dan Sejarahnya

Akulturasi kebaya

Selanjutnya dengan masuknya Islam, kemudian terjadi penyesuaian pakaian yang dikenakan masyarakat menjadi lebih menutup dada.

Ketika itu masyarakat membuat semacam outer, berupa kain tipis untuk menutup bagian belakang tubuh, bahu dan kedua lengan.

Penggunaan kebaya sejak zaman dahulu, tercatat dalam catatan resmi bangsa Portugis saat pertama kali mereka mendarat di Indonesia.

Baca juga: Ramai soal Kebaya Disebut Busana Asing, Benarkah? Ini Penjelasannya

Di mana dalam catatan itu dijelaskan bahwa kebaya merupakan pakaian kaum wanita di Indonesia saat abad ke-15 hingga 16.

Catatan tersebut menyebutkan bahwa kebaya hanya dipakai oleh priyayi yakni kaum bangsawan.

Namun seiring berjalannya waktu kebaya kemudian banyak dipakai oleh masyarakat pribumi termasuk isteri petani yang memakai kebaya dari kain tipis dan mengaitkan bagian depan menggunakan peniti.

Baca juga: Jogja Gelar Malioboro Fashion Week Bertema Kebaya, Begini Tanggapan Pemda

Jenis-jenis kebaya

Grace W Susanto dalam bukunya Mlaku Thimik-Thimik mengatakan, pengaruh budaya luar sangat mewarnai perkembangan dan jenis dari kebaya.

Bisa dikatakan, jenis-jenis kebaya yang ada sekarang ini adalah akulturasi budaya Jawa dengan berbagai pengaruh budaya lain.

Kebaya bisa dikelompokkan menjadi kebaya Jawa, kebaya Betawi, kebaya Sunda, kebaya Bali, kebaya Madura dan kebaya Melayu.

Adapun masing-masing kebaya ini memiliki ciri khas masing-masing dari setiap daerahnya.

Baca juga: UNESCO Tetapkan Pencak Silat sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Ciri khas masing-masing kebaya

Di mana kebaya Jawa memiliki ciri khas yang terletak pada adanya tempelan kain di bagian dada yang disebut kutu baru.

Kutu baru adalah perkembangan dari pemakaian kemben. Di mana saat orang malas mengenakan kemben, maka ditambahkan kutu baru.

Adapun kebaya Betawi adalah akulturasi budaya Cina dan melayu yang membuat kebyara memiliki desain bervariasi.

Baca juga: Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, Bagaimana Sejarah Jamu?

Kebaya Sunda dan Tasik memiliki ciri khas garis leher berbentuk segi lima dengan kerah tegak, sedangkan kebaya Bali memiliki ciri berlengan pendek dan panjang yang dilengkapi dengan sebuah selendang.

Untuk kebaya Madura sering disebut kebaya rancongan. Panjang kebaya hanya sampai pinggang dengan bagian bawah meruncing dengan potongan serong yang khas.

Adapun kebaya Melayu, rata-rata berdesain kain panjang.

Bentuk garisnya hampir mirip dengan kebaya Jawa, hanya saja di belahan tengah diberi peniti atau bros sebagai hiasan.

Baca juga: Populer Sejak Zaman Majapahit, Jamu Diajukan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi