Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawaban MK soal Status Jabatan Menteri yang Maju Capres

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Suasana jalannya sidang pembacaan putusan pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara atau UU IKN di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (31/5/2022). Dalam sidang tersebut MK memutuskan tidak menerima enam perkara yang diajukan pemohon terkait gugatan UU IKN. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan jawaban terkait status jabatan menteri yang ingin maju sebagai calong presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024. 

Ketua MK Anwar Usman menjelaskan bahwa menteri yang ingin maju sebagai capres maupun cawapres boleh tidak mengundurkan diri dari jabatannya. Dengan syarat, mereka harus mendapat izin dari Presiden.

Dilansir dari situs MKRI, MK menilai prespektif pengunduran diri menteri saat maju sebagai capres tidak berbanding lurus dengan perlindungan hak konstitusional yang dimiliki pejabat tersebut.

Terlebih, seorang pejabat memerlukan perjalanan karier yang panjang untuk mendapatkan jabatan tersebut.

Dengan demikian, tanpa harus mengundurkan diri, kematangan profesionalitas pejabat masih dapat digunakan bagi kontribusi pembangunan bangsa dan negara. Meskipun pejabat yang bersangkutan kalah dalam kontestasi pemilu presiden dan wakil presiden.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Survei Nama-nama Capres Potensial di 2024, Ganjar Nomor 1


Baca juga: Survei Poltracking Indonesia soal Capres 2024: Ganjar Terkuat, Puan di Urutan 10

Isi putusan MK

Adapun jawaban MK terkait dengan menteri yang tidak perlu mengundurkan diri saat maju menjadi capres atau cawapres itu termuat dalam putusan MK.

Dikutip dari Kompas.com (31/10/2022), berikut isi putusan MK soal status jabatan menteri ketika maju menjadi capres atau cawapres yang disampaikan oleh Anwar Usman.

Saya mengabulkan sebagian permohonan pemohon, sehingga norma Pasal 170 ayat (1) UU 7/2017 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya.

Kecuali Presiden, Wakil Presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri, sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri mendapatkan persetujuan Presiden dan cuti/non-aktif sebagai menteri dan pejabat setingkat menteri terhitung sejak ditetapkan sebagai calon sampai selesainya tahapan pemilu presiden dan wakil presiden.

Baca juga: Jadwal Pendaftaran dan Pemilihan Capres Cawapres 2024

Presiden: tugas menteri harus diutamakan

 

Menanggapi putusan MK tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya untuk tetap mengutamakan tugasnya sebagai menteri meski berkontestasi dalam Pemilu 2024.

"Tugas sebegai menteri tetap harus diutamakan," ujarnya dikutip dari laman Setkab, Rabu (2/11/2022).

Meski demikian, Jokowi akan melakukan evaluasi kinerja jajarannya apabila memang tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik.

"Nanti akan dievaluasi apakah memang harus cuti panjang banget atau tidak," ungkap dia.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Dewan Kolonel dan Dewan Kopral

Putusan permohonan

Sebelumnya, Partai Garuda mengajukan uji materi pasal 170 ayat 1 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum terkait menteri dan pejabat setingkat menteri tidak harus mengundurkan diri jika dicalonkan sebagai capres atau cawapres.

Berikut isi Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu:

"Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota."

Ketua Umum DPP Partai Garuda Ahmad Ridha menilai ada diskriminasi dan perbedaan perlakuan antara kepala daerah dengan menteri dan pejabat setingkat menteri dalam menjalankan hak konstitusionalnya.

Baca juga: Pro Kontra Wacana Hukuman Mati bagi Koruptor...

Karena itu, Partai Garuda mengajukan uji materi terhadap pasal 170 ayat 1 UU Pemilu.

"Kepala daerah sebagai satu bagian dari pemerintahan hanya memerlukan izin Presiden untuk ikut dalam kontestasi Pemilu Presiden. Sedangkan menteri dan pejabat setingkat menteri yang juga bagian dari pemerintahan harus mengundurkan diri," jelas dia, dilansir dari Antara.

Dikeluarkannya putusan MK yang mengizinkan menteri maju sebagai capres dan cawapres dengan syarat itu dapat membuka peluang bagi para menteri di Kabinet Indonesia Maju dan pejabat setingkat menteri untuk terus berkontribusi membantu jalannya pemerintahan.

"Saya mengapresiasi keputusan MK tersebut karena menteri sebagai pembantu Presiden, memang selayaknya mengajukan izin sebelum melenggang dalam Pilpres 2024," ungkap Ahmad.

Baca juga: Perbandingan Uang Pensiun PNS, DPR, dan Menteri

KOMPAS.com/LAKSONO HARI W Peta Rekapitulasi Perolehan Suara Pilpres 2019

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi