Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi dan konsultan komunikasi
Bergabung sejak: 6 Mei 2020

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kisah Sulastri yang Gagal Jadi Polwan dan Para Pahlawan Zaman "Now"

Baca di App
Lihat Foto
Dokumentasi Lamek dowansiba
Lamek Dowansiba Pemuda Arfak Manokwari saat mengajar anak-anak Papua di Kampung Maisepi Manokwari
Editor: Egidius Patnistik

“Sekarang bukan waktunya untuk memikirkan apa yang tidak Anda miliki. Pikirkan apa yang dapat Anda lakukan dengan apa yang ada.” – Ernest Hemingway (1899 – 1961).

BISA dipastikan Subari, petani sederhana dari Desa Kalibareng, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, tidak mengenal apalagi membaca karya-karya Ernest Miller Hemingway, novelis dan wartawan kondang dari Amerika Serikat (AS) itu.

Subari hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Subari pun pasti tidak membaca “Lelaki Tua dan Lautnya” yang ditulis pemenang hadiah Putlizer 1953 itu. Nukilan buku itu yang begitu melegenda, manusia bisa dihancurkan tetapi tidak bisa dikalahkan, menjadi mantera penggugah semangat bagi siapa saja, termasuk Subari.

Subari rela menyerahkan tanah miliknya seluas 1.800 meter untuk dijadikan embung yang bermanfaat untuk mengairi lahan pertanian milik warga yang selalu kekeringan di saat kemarau dan kebanjiran di saat hujan. Cita-cita Subari begitu mulia. Dia berharap petani Desa Kalibareng tidak kekurangan dan kelebihan air.

Baca juga: Petani di Kendal Hibahkan Lahannya Dijadikan Embung, Ganjar: Pak Subari Adalah Contoh Pahlawan Hari ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

 

Dengan adanya embung yang dibangun di atas lahan yang disumbangkan Subari, maka hasil pertanian akan bagus dan diharapkan perekonomian warga terangkat (Kompas.com, 12/11/2022).

Subari ini pantas ditabalkan sebagai pahlawan bagi Desa Kalibareng karena telah berbuat kebaikan tanpa pamrih bagi warga desa.

Kebaikan Subari juga layak dijadikan panutan mengingat Subari rela menyumbangkan tanah yang dimilikinya walau Subari tidak bisa dibilang mapan kehidupannya. Dari ke empatnya anaknya, dua di antaranya juga menjadi petani. Sementara dua anak lainnya, Subari mengaku masih mencari biaya untuk kelangsungan pendidikannya.

Sosok Subari akhirnya bisa dikenal publik usai Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengundang khusus Subari untuk menghadiri peringatan Hari Pahlawan di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (10/11/2022).

Di hadapan peserta upacara, Ganjar menyebut Subari bukanlah juragan tanah maupun tuan tanah. Subari hanyalah petani biasa tetapi begitu luar biasa.

Jika tanah seluas 1.800 meter persegi dikonversikan ke nominal kapital, tentu betapa besar uang yang ditangguk Subari. Subari iklas demi kehidupan warga desa agar kelak tidak mengalami kesulitan hidup.

Bagi Ganjar dan tentu juga bagi kita, Subari adalah contoh pahlawan saat ini. Dari Subari kita bisa belajar untuk menjadi pahlawan tidak perlu mempunyai kekuatan super. Tidak perlu jabatan tinggi atau kekayaan berlimpah. Cukup dengan keluasan hati dan kesediaan untuk berkorban (Kompas.com, 10/11/2022).

Lihat Foto
KOMPAS.COM/SLAMET PRIYATIN
Subari, petani desa Kalibareng yang menghibahkan tanahnya untuk embung. KOMPAS.COM/SLAMET PRIYATIN
Pahlawan dari Tanah Papua Barat

Jika Kendal punya superhero yang bernama Subari, lain lagi kisah Lamek Dowansiba dari Manokwari, Papua Barat. Berkat kegigihannya untuk membantu anak-anak Papua Barat yang putus sekolah dan tidak berkesempatan mendapat pendidikan formal di sekolah, Lamek memilih mendirikan rumah baca yang tersebar di berbagai daerah di Papua Barat.

Lamek memang memiliki anomali pilihan hidup dari pemuda di usianya, apalagi bagi warga Papua dengan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) maka hidup usai menyelesaikan pendidikan dikatakan sempurna.

Baca juga: Jalan Sunyi Lamek Dowansiba, Tolak Jadi PNS demi Dirikan Rumah Baca Bagi Anak-anak Papua

Justru pilihan Lamek untuk mengentaskan pendidikan anak-anak di Kabupaten Manokwari, Kabupaten Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan, Teluk Bintuni, Kabupaten Sorong dan Tambrauw menjadi jawaban atas kegagalan Pemerintah Provinsi Papua Barat yang lebih menitikberatkan pada pendidikan formal (Kompas.com, 12/11/2022).

Pemerintah daerah kerap memilih cara instan untuk mendongkrak pendidikan anak-anak Papua Barat dengan menyekolahkan atau mengkuliahkan ke Tanah Jawa atau luar negeri. Padahal tidak sedikit, anak-anak Papua Barat yang telah menyelesaikan pendidikannya “ogah” kembali ke daerah asalnya.

Alih-alih berkontribusi membangun daerahnya, justru malah membuang-buang dana besar tapi manfaatnya begitu minimal. Lamek memilih “jalan sunyi” dengan mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung serta mendekatkan anak-anak dengan literasi.

Sekitar 1.000 anak Papua yang tersebar di berbagai daerah di Papua, disatukan Lemek dalam kegiatan Rumah Baca Komunitas Suka Membaca Papua (KSMP). Bagi anak-anak Papua dari keluarga miskin yang tidak bisa mengakses pendidikan formal; yang ingin membaca buku cerita; serta yang ingin tahu tentang kisah mitos dan legenda Papua, maka KSMP adalah tempatnya.

Lamek bisa menghimpun 150 tenaga pengajar dan kini semakin kewalahan dengan animo anak-anak Papua Barat yang suka dengan kehadiran KSMP. Para orang tua juga tertolong karena anak-anaknya mendapat pendidikan gratis ala Lamek.

Lamek selalu risau karena pendidikan non-formal dan perhatian terhadap pendidikan informal di lingkungan keluarga tidak mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Harapan warga agar Lamek bisa membuka KSMP di banyak daerah, kini menjadi tantangan tersendiri dari Lamek yang terus mencari cara dan upaya agar KSMP bisa terus eksis melayani anak-anak Papua Barat di pedalaman dan yang putus pendidikannya.

Lihat Foto
KOMPAS.com/ANGGITA MUSLIMAH
Para peserta yang akan memancing ikan kerapu dalam Festival Maksaira 2018, di Kepulauan Sula, Maluku Utara, Minggu (15/4/2018).
Pahlawan dari Keluarga Petani Kepulauan Sula, Maluku Utara

Bagi Sulastri Irwan, cita-citanya menjadi polisi wanita (Polwan) adalah cara untuk menjadi “pahlawan” sekaligus mengangkat harkat dan kehidupan keluarganya yang menjadi petani serabutan di Kepulauan Sula, Maluku Utara.

Persiapan samapta dan bekal pengetahuan dipersiapkan Sulastri Irwan dengan sungguh-sungguh. Dirinya sadar, dengan menjadi Polwan bisa membantu perekonomian keluarganya.

Ternyata hasil tidak mengkhinati usaha. Rangkaian pendidikan pembentukan (Diktuk) Bintara Polri Gelombang II 2022 di Polda Maluku Utara berhasil dijalaninya. Sulastri Irwan bahkan menduduki peringkat ke tiga dan sempat mengikuti apel selama satu bulan di Polda Maluku Utara (Kompas.com, 12/11/2022).

Baca juga: Menanti Keputusan Nasib Sulastri, Anak Petani yang Gagal Jadi Polwan di Maluku Utara, Nama Gugur Usai Lulus Seleksi

Upaya gigih Sulastri Irwan untuk menjadi pahlawan keluarga sepertinya harus dipendamnya dalam-dalam. Tanpa mengetahui apa yang terjadi, nama Sulastri Irwan tiba-tiba “dicoret” dan digantikan Rahima Melani Hanafi yang juga keponakan dari perwira polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar (AKBP) yang berdinas di Sumber Daya Manusia (SDM) Polda Maluku Utara.

Sulastri Irwan mengira, pernyataan kelulusan dari sekolah Polwan pada 22 Juli 2022 dalam sidang terbuka dan pengumuman kelulusan di Polda Maluku Utara justru tidak menjadi pintu pembuka menjadi “pahlawan” keluarga.

Sulastri Irwan dinyatakan harus diganti kepersertaannya karena umurnya telah lewat dari ketentuan di bulan Agustus 2022.

Kejanggalan dan keanehan yang dialami Sulastri Irwan ditepis Kabid Humas Polda Maluku Utara Kombes Michael Irwan Thamsil. Menurut dia, usai dicek ulang bahwa benar, umur Sulastri Irwan lebih 1 bulan 21 hari dari ketentuan saat pembukaan pendidikan pada tanggal 25 Juli 2022.

Dia mengatakan, tidak ada titipan nama siswa dengan penggagalan Sulastri Irwan, tetapi murni akibat kesalahan personel SDM Polda Maluku Utara saat menginput data diri para peserta pendidikan. Sebuah alasan yang membuat kita semua yang mengikuti kisah Sulastri Irwan menjadi “sakit perut”.

Betapa keadilan dan kesetaraan di republik ini masih menjadi komoditas langka. Sulastri Irwan boleh digagalkan atau gagal menjadi Polwan, tetapi sebenarnya Sulastri Irwan telah membuktikan dirinya bisa berhasil mengatasi tantangan kehidupan.

Jika Anda pernah mengunjungi Ibu Kota Maluku Utara, Ternate, dan ingin tahu dimana letak Kepulauan Sula berada maka yang ada adalah uji nyali. Kabupaten Kepulauan Sula dengan beribukotakan Sanana, berjarak 284 kilometer dari Ternate Ibu Kota Provinsi Maluku Utara.

Posisi Kepulauan Sula yang berada di Laut Seram dan berposisi wilayah paling selatan dari Maluku Utara. Saat saya mengunjungi dan mukim selama satu bulan di Ternate di paruh 2005, mengunjungi Kepulauan Sula harus diberanikan maksimal karena harus berlayar selama 6 hingga 7 jam dengan siap lahir batin menerjang gelombang tinggi.

Baca juga: Sulastri Anak Petani yang Gagal Jadi Polwan Dapat Ancaman di Medsos, Sudah Lolos Seleksi tapi Namanya Digugurkan

Sekarang ini sudah ada penerbangan dari Ambon atau dari Ternate menuju Bandara Emalamo, Sanana, dengan tiket sekitar Rp 700 ribu dari Ternate. Penerbangan baru ada di hari-hari tertentu.

Saya yakin Sulastri Irwan jika mengikuti tes Diktuk Bintara Polri ke Ternate pasti akan lebih memilih menggunakan jalur laut karena biaya transportasinya lebih murah ketimbang naik pesawat. Perjuangan Sulastri Irwan ingin menggapai “pahlawan” keluarga ternyata begitu berat.

Makna Pahlawan di Zaman Now

Dengan mengikuti kisah-kisah perjuangan Subari dari Kendal, Lamek Dowansiba, dan Sulastri Irwan yang berhak menyandang “pahlawan” bagi daerah dan keluarganya masing-masing, ternyata menjadi pahlawan di masa sekarang ini atau "zaman now"" memang tidak bisa dikomparasi dengan perjuangan para pahlawan dalam mengusir penjajah.

Pahlawan-pahlawan yang berjuang hingga nyawa taruhannya begitu besar jasanya bagi tegaknya kemerdekaan bangsa hingga hari ini. Pahlawan-pahlawan di zaman “now” juga menghadapi tantangan dan perjuangan yang tidak kalah dasyatnya.

Subari bisa membuktikan di zaman “matrek” seperti sekarang ini, urusan uang bukanlah segala-galanya tetapi ada yang jauh lebih penting adalah bisa memberi kemanfaatan bagi warga sekitarnya.

Lamek Dowansiba juga menegasikan bahwa perjuangan untuk memberi nafas kehidupan tidak harus dengan menempuh “jalan hingar bingar”. Memposting setiap kebaikan, baik yang tulus maupun yang di-setting, demi popularitas memang menjadi napas kelakuan para elite dan pesohor tetapi Lamek justru menempuh “jalan sunyi”.

Bagi Lamek, perjuangan di bidang pendidikan bagi anak-anak belia justru menjadi langkah awal untuk menyemai benih-benih intelektual di tanah Papua Barat. Masyarakat Papua Barat masih membutuhkan sentuhan pembangunan yang berkeadilan.

Sementara untuk Sulastri Irwan, ketidakberpihakan institusi yang ceroboh dan asal dalam proses rekrutmen calon polisi harusnya tetap menguatkan tekadnya untuk terus menjadi “pahlawan”. Pahlawan tidak hanya yang memberikan sumbangsihnya bagi negara tetapi juga bagi daerah, warga, bahkan terkhusus untuk keluarga pun juga bisa.

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Nukilan pidato Ir Soekarno saat Hari Pahlawan, 10 November 1961.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi