Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pemerhati Hukum
Bergabung sejak: 16 Sep 2022

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan FH UGM

Regresi Demokrasi di Tengah Perhelatan G20

Baca di App
Lihat Foto
dok. Agus Suparto
Presiden Joko Widodo dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden berjalan bersama sebelum dimulainya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di The Apurva Kempinski, Bali, Selasa (15/11/2022).
Editor: Egidius Patnistik

PEMERINTAH memperlihatkan sikap non-demokratis  dalam berbagai kebijakannya terkait pelaksanaan G20 pada tanggal 15 dan 16 November 2022 di Bali.

Pemerintah misalnya mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyaraka (PPKM) pada kondisi corona virus disease 2019 (Covid-19) di wilayah Jawa dan Bali melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2022 pada 8 November 2022. Kebijakan itu berlaku sampai tanggal 21 November 2022.

PPKM pada dasarnya merupakan instrumen hukum pemerintah untuk membatasi ruang sosial masyarakat dalam rangka penanganan Covid-19. Namun belakangan, kebijakan PPKM terkesan memiliki maksud lain, bukan berpijak pada situasi dan kondisi perkembangan Covid-19 secara komprehensif, tetapi didasarkan pada kepentingan pemerintah dan meredam aktivitas kritis masyarakat terhadap agenda pemerintah.

Baca juga: Aturan Lengkap PPKM Level 1 Jawa-Bali yang Berlaku hingga 21 November

Hal tersebut dapat dilacak pada riwayat penerapan kebijakan PPKM sebelumnya, yakni pada momentum konsolidasi masyarakat sipil dalam mengkritisi proses legislasi RKUHP dan kebijakan kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) lewat aksi demonstrasi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pola yang sama dilakukan Pemerintah Provinsi Bali dengan mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 35425 Tahun 2022 tentang PPKM Dalam Penyelenggaraan Presidensi G20, dengan dalil agar kegiatan bejalan lancar,nyaman, aman, damai, dan sukses sebagaimana tertulis pada bagian pertimbangannya.

Kebijakan itu terkesan menjadi instrumen pemerintah untuk membatasi ruang-ruang demokratis masyarakat untuk menyikapi agenda G20 dan  hak menyampaikan pendapat di muka umum sebagai hak asasi yang dijamin konstitusi.

Bahkan, Surat Edaran Gubernur Bali itu menetapkan pembatasan terhadap upacara adat dan keagamaan. Padahal, menurut Pasal 28I ayat (1) UUD, hak beragama, dalam hal ini kebebasan menjalankan peribadatan adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights).

Praktik administrasi pemerintahan semacam itu tidak sejalan dengan amanat UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pada Pasal 5 huruf b yang menegaskan penyelenggaraan administrasi pemerintahan didasarkan pada asas perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM).

Dalam penjelasan Pasal 5 huruf b disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak boleh melanggar hak-hak dasar warga masyarakat sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kebijakan hukum yang tidak berpihak pada perlindungan HAM tersebut, menunjukan pemerintahan melenceng dari prinsip negara hukum yang demokratis karena kerap menggunakan hukum hanya sebagai instrumen pembenaran tindakan pemerintah atau bersifat positivis instrumentalis.

Philippe Nonet dan Philip Zelsnick (1978) menyatakan, hukum sebagai pelayan kekuasaan represif adalah situasi yang terburuk, melahirkan hukum represif yaitu hukum yang bertujuan mempertahankan kepentingan penguasa, yang kerapkali diterapkan dengan dalih menjamin ketertiban.

Baca juga: Mewakili Asia Tenggara, Mengapa Indonesia Bisa Menjadi Anggota G20?

Karena hukum merupakan alat penguasa, maka dalam geraknya aturan-aturan hukum tidak mengikat penguasa sebagai pembuatnya, dan kekuasaan menempati posisi di atas hukum. Sebaliknya, hukum berfungsi mengendalikan seluruh aspek kehidupan rakyat yang dirancang secara sentral untuk menciptakan, melaksanakan, serta memperkuat kontrol terhadap segenap kegiatan masyarakat.

Selain itu hukum represif berkarakter anti terhadap partisipasi masyarakat dan kritik dipahami sebagai pembangkangan. Sebagai negara yang berlandaskan kedaulatan rakyat, seharusnya kebijakan hukum bersifat responsif. 

Pembungkaman demokrasi

Sebagai forum yang menentukan nasib rakyat, maka penting bahwa partisipasi masyarakat diakomodasi di Forum G20. Namun pada kenyataanya, negara membatasi ruang-ruang demokratis rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang dijamin konstitusi.

Hal tersebut terlihat dengan adanya berbagai kebijakan pembatasan berlebihan terhadap kegiatan masyarakat lewat PPKM, pengadangan, dan intimidasi, misalnya, kepada tim pesepeda Greenpeace di Jawa dan kegiatan YLBHI di Bali.

 

Pendekatan keamanan yang represif itu  menampilkan wajah pemerintahan Indonesia yang antikritik di mata forum G20 dan jauh dari esensi negara hukum, yakni penghormatan dan perlindungan HAM.

Sebagai Presidensi G20, seharusnya pemerintah melalui alat negaranya tetap menghormati konstitusi dan hak asasi, sebagai refleksi negara hukum demokratis Indonesia yang menjamin kebebasan sipil dan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan negara.

Pembungkaman demokrasi dan nir-partisipasi publik dalam perhelatan G20 menunjukan forum tersebut lebih mengakomodir partisipasi elite dengan memanfaatkan forum pimpinan negara untuk mempermudah kepentingan pemodal atau pengusaha besar dalam usaha memperkaya diri, dengan menindas rakyat, menghancurkan lingkungan, dan merampas ruang-ruang kehidupan rakyat.

Ada sejumlah kepentingan besar yang akan dibahas dalam G20, antara lain soal pendanaan transisi energi yang nilainya miliaran dolar, wacana kompensasi penutupan dini PLTU batu bara, hingga privilese untuk membangun energi terbarukan. Karena itu, potensi dominasi oligarki terhadap proyek transisi energi hasil kesepakatan G20 kemungkinan besar terjadi, ketika kebebasan sipil dan partisipasi publik dibatasi.

Sebagai tindak lanjut dari hasil Plenary G20 Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (1st EDM-CSWG) di Yogyakarta, perubahan iklim menjadi salah satu isu penting yang dibahas dalam KTT G20 di Bali November 2022.

Tetapi pada faktanya, di lapangan masih banyak kebijakan pemerintah yang kontraproduktif dengan upaya perlindungan lingkungan hidup dan transisi energi menuju energi terbarukan.

Misalnya, kebijakan deforestasi atas dasar Proyek Strategis Nasional (PSN) food estate di Kalimantan Tengah yang pada akhirnya gagal produksi. Akibatnya, 760 hektar hutan hujan dibabat untuk dijadikan kebun singkong. Hal itu hanya memperburuk krisis iklim akibat karbon yang dilepaskan dari hutan.

Selain itu, maraknya pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) oleh pemerintah, seperti yang dikonfirmasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada (19/9/2022) yang memastikan akan tetap membangun PLTU berbahan bakar batu bara, yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030.

Padahal, dampak buruk aktivitas pertambangan batu bara terus terasa, seperti kasus pencemaran udara akibat aktivitas bongkar muat batu bara di kawasan Marunda yang menganggu kesehatan masyarakat.

Dalam tataran lokal di Bali, pembangunan terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di kawasan hutan bakau terus dilakukan untuk kepentingan showcase bagi undangan G20. Proyek terminal LNG ini ditolak masyarakat adat setempat karena ancaman kerusakan lingkungan dan ekosistem laut Bali yang akan dihasilkan dari proyek itu.

Baca juga: Penataan Mangrove Tahura Rampung, Jokowi: Kita Siap Terima Tamu G20 di Bali

Masih banyaknya kebijakan proyek strategis nasional yang kontradiktif dengan semangat mengatasi krisis iklim yang dikampanyekan masyarakat dunia. Karena itu, tindakan represif dan pembungkaman ruang demokrasi adalah pilihan pragmatis pemerintah untuk bersembunyi dari mata dunia di Forum G20.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi