Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Apa Sebenarnya Hidup?

Baca di App
Lihat Foto
Debby Hudson/ Unsplash
Ilustrasi kehidupan
Editor: Sandro Gatra

MENURUT Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “hidup” ternyata memiliki beranekaragam makna antara lain:

1 masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya (tentang manusia, binatang, tumbuhan, dan sebagainya):kakeknya masih -- , tetapi neneknya telah lama meninggal; 2 bertempat tinggal (diam): -- di desa lebih tenang daripada di kota besar; 3 mengalami kehidupan dalam keadaan atau dengan cara tertentu: dulu dia -- mewah, sekarang merana; kita harus -- dengan hemat; 4 beroleh (mendapat) rezeki dengan jalan sesuatu: penduduk di sekitar pelabuhan itu -- dari berniaga; 5 berlangsung (ada) karena sesuatu: yayasan itu dapat -- karena uang sumbangan para dermawan; 6 tetap ada (tidak hilang): peristiwa indah itu masih -- dalam ingatannya; 7 masih berjalan (tentang perusahaan, perkumpulan, dan sebagainya): walaupun jumlah anggotanya tidak lagi sebanyak dahulu, perkumpulan itu tetap -- juga; 8 tetap menyala (tentang lampu, radio, api): dia sudah tertidur, tetapi lampu di sampingnya masih saja --; tetap bergerak terus: arloji saya masih -- juga walaupun jatuh ke lantai; 9 masih tetap dipakai (tentang bahasa, adat, sumur, dan sebagainya): adat itu masih tetap -- dalam masyarakat; 10 ramai (tidak sepi dan sebagainya): menjelang Lebaran perdagangan kain dan makanan -- sekali; 11 seakan-akan bernyawa atau benar-benar tampak seperti keadaan sesungguhnya (tentang lukisan, gambar): lukisan itu sangat --; 12seperti sungguh-sungguh terjadi atau dialami (tentang cerita): cerita dan gaya bahasanya segar lagi --; 13 seruan yang menyatakan harapan mudah-mudahan tetap selamat;-- dikandung adat, mati dikandung tanah, pb selama hidup orang harus taat pada adat kebiasaan dalam masyarakat; -- di ujung gurung orang, pb orang yang hidup melarat; -- dua muara, pb mempunyai dua macam mata pencaharian; -- kayu berbuah, -- manusia biar berjasa, pb pada waktu kita hidup sebaiknya berbuat baik untuk diri sendiri dan untuk masyarakat; -- sandar-menyandar umpama aur dengan tebing, pb perihal orang berlaki istri yang berkasih-kasihan; perihal orang bersahabat yang setia dan saling menolong; -- segan mati tak hendak, pb hidup yang merana (karena sakit terus-menerus, melarat, sengsara, dan sebagainya); -- tidak karena doa, mati tidak karena sumpah, pb orang harus berusaha dengan tenaga dan pikiran sendiri dan tidak mengharapkan pertolongan orang lain; daripada -- bercermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah (daripada -- berlumur tahi, lebih baik mati bertimbun bunga), pb daripada hidup menanggung malu, lebih baik mati; jauh berjalan banyak dilihat, lama -- banyak dirasa, pb sudah berpengalaman banyak; kalau bangkai galikan kuburnya, kalau -- sediakan buaiannya, pb lebih baik menunggu dengan tenang apa yang akan terjadi, lalu mempertimbangkan langkah apa yang akan diambil.

Ternyata pemaknaan KBBI terhadap “hidup” cukup kompleks maka berkepanjangan. Itu pun sudah saya pangkas dengan sengaja hanya memetik pemaknaan KBBI terhadap “hidup” terbatas pada kata benda maupun tak benda sekadar leksikal dan metaforal.

Di dalam ruang terbatas naskah sederhana saya tidak berani mencari pemaknaan semantikal maupun semiotikal “hidup” dengan menggunakan lensa biologi, kimia, metafisika, etika, apalagi filsafat yang masing-masing memiliki kaidah tafsir saling beda satu dengan lain-lainnya.

Apalagi jika yang dicari adalah makna hidup maka masing-masing insan manusia memiliki penafsiran masing-masing.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di semesta filsafat, misalnya Lebensphilosophie sebagai kritik terhadap rasionalisme dan kebangkitan positivisme dan post-Kantianisme tersirat di dalam pemikiran Schopenhauer, Kierkegaard dan Nietzsche.

Gerakan Lebensphilosophie di kalangan pemikir Jerman secara langsung maupun tidak langsung terkait filsafat subyektivisme tentang vitalisme yang dikembangkan oleh Henri Bergson yang pada hakikatnya analog kearifan Jawa tentang ngelakoni.

Sebagai seorang warga Indonesia yang tumbuh-kembang di permukaan kebudayaan Jawa, dalam upaya mencari makna “hidup” lubuk sanubari saya senantiasa tergetar oleh pemaknaan kearifan Jawa “urip iku urup”.

Secara harafiah, makna urip adalah hidup dan urup adalah nyala api. Namun kearifan pemikiran leluhur Jawa apabila dialih-bahasakan ke bahasa lain rawan kehilangan inti makna yang sebenarnya dimaknakan.

Makna sejatinya “urip iku urup” lebih bisa diperoleh melalui bukan penafsiran apalagi perdebatan semantikal, sintaksial, semiotikal, gramatikal maupun al-al linguistikal lain-lainnya namun sederhana saja, yaitu melalui ngelakoni.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi