KOMPAS.com - Pengguna Twitter dengan akun @MahyarTousi diduga melakukan penghinaan terhadap batik.
Melalui twitnya, Mahyar Tousi menyoroti para pemimpin negara yang mengenakan batik pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.
"Apa yang dikenakan para idiot ini?!" tulis Mahyar Tousi.
Twit tersebut juga disertai unggahan foto para pemimpin, seperti Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau, PM Inggris Rishi Sunak, dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang mengenakan batik dengan berbagai motif dan warna.
Baca juga: Alasan Adanya Peringatan Hari Batik Nasional dan Sejarahnya...
Kendati demikian, Mahyar Tousi pun menghapus unggahannya usai "diserang" warganet Indonesia.
Dia juga meminta maaf dan mengatakan bahwa hinaan terhadap batik adalah suatu ketidaksengajaan.
Sebab, menurut dia, niat awalnya hanya membuat lelucon terkait Perdana Menteri Justin Trudeau dan Rishi Sunak.
"Sekali lagi, saya mohon maaf atas pelanggaran tidak disengaja yang disebabkan oleh twit bercanda tentang pemimpin G20 yang mengenakan pakaian adat Indonesia. Kami di Inggris membuat lelucon tentang Sunak & Trudeau yang memakainya tidak memiliki niat buruk dan tidak mengetahui budayanya," twit dia pada Kamis (17/11/2022).
Baca juga: Alasan Mengapa Kondangan Identik dengan Busana Batik
Batik sendiri merupakan kain khas Indonesia yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO).
Lantas, seperti apa sejarah warisan budaya ini?
Warisan Budaya Dunia
Dilansir dari Kompas.com (1/10/2021), Batik Indonesia menjadi Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi atau Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity sejak 2 Oktober 2009.
Warisan tersebut, meliputi keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya terkait dengan kain batik.
UNESCO menilai, teknik, simbolisme, dan budaya batik telah melekat dengan kebudayaan Indonesia.
Baca juga: Benarkah Gelar Haji Warisan dari Belanda dan Hanya Ada di Indonesia?
Bahkan, salah satu organisasi PBB ini menganggap bahwa Indonesia memaknai batik dari prosesi kelahiran sampai kematian.
Batik, melalui sejumlah motifnya, juga menjadi refleksi akan keberagaman budaya di Indonesia.
Misalnya, pengaruh Arab dalam motif hias yang biasa ditemui di seni kaligrafi, pengaruh Eropa dalam bentuk motif bunga, pengaruh China dalam motif phoenix (burung api), hingga pengaruh India dan Persia dalam motif merak.
Baca juga: Mengenal Arak Bali, Warisan Dunia Tak Benda yang Jadi Suvenir G20
Sejarah batik
Dikutip dari Kompas.com (2/10/2018), tradisi batik diperkirakan muncul di Nusantara, khususnya Jawa, pada masa Kerajaan Majapahit atau abad ke-12.
Hal ini ditandai dengan penemuan arca Prajnaparamita (Dewi Kebijaksanaan) di Jawa Timur abad ke-13.
Pada arca tersebut, digambarkan bahwa Sang Dewi mengenakan kain yang dihiasi dengan motif sulur tumbuhan dan bunga, motif yang masih dijumpai hingga sekarang.
Sementara itu, meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat Indonesia, khususnya Suku Jawa, terjadi setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19.
Baca juga: Goes to UNESCO, Ini Sejarah Kebaya di Indonesia
Saat itu, batik umumnya masih berupa batik tulis dan bertahan hingga awal abad ke-20.
Sebagai kesenian menggambar pola di atas kain, batik menjadi salah satu kebudayaan keluarga kerajaan.
Awalnya, batik hanya dapat digunakan untuk pakaian raja, keluarganya, dan para pengikutnya.
Namun, banyaknya pengikut raja yang tinggal di luar keraton membuat kesenian ini dibawa dan dikerjakan di luar keraton.
Baca juga: UNESCO Tetapkan Pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia-Malaysia
Batik mulai dikenal di Eropa
Seiring waktu, rakyat pun meniru mengenakan pakaian batik. Bahkan, kesenian membatik menjadi pekerjaan kaum wanita untuk mengisi waktu senggang.
Di sisi lain, batik cap baru muncul setelah Perang Dunia I, sekitar 1920-an di Ponorogo, Jawa Timur.
Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal dengan batik pewarnaan nila yang tidak luntur.
Itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo.
Batik sendiri mulai dikenal di Eropa pada 1817, seiring dengan terbitnya buku History of Java karya Gubernur Inggris yang bertugas di Jawa, Sir Thomas Stamford Raffles.
Selanjutnya pada 1873, seorang saudagar turut menyumbangkan batik Jawa ke Museum Etnik di Rotterdam. Batik tersebut dia dapatkan saat berkunjung ke Tanah Jawa.
Baca juga: Sejarah Hari Batik Nasional, Diperingati Setiap 2 Oktober
(Sumber: Kompas.com/Nur Fitriatus Shalihah, Nabilla Tashandra | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary, Wisnubrata)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.