Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Hantu kerap diceritakan berada di tempat-tempat minim penghuni, tidak ada cahaya, dan kotor. Akan tetapi, bukan berarti hantu tidak mendiami tempat-tempat umum.
Hal inilah yang diperbincangkan oleh Banni dan Anya dalam siniar Kosan HAI bertajuk “Serba-serbi Hantu di Sekolah” yang dapat diakses melalui tautan berikut dik.si/KosanHAIE1.
Hantu memang menakutkan dan selalu beredar cerita tentang latar belakang atau rupanya yang menyeramkan. Mulai dari kuntilanak yang katanya suka mendiami pohon-pohon besar, rumor mister gepeng yang mati tertimpa elevator, hingga sundel bolong yang diceritakan suka menggoda pedagang sate keliling.
Akan tetapi, apakah sosok hantu-hantu dan makhluk tak kasat mata itu fungsinya hanya menakut-nakuti? Ataukah, kehadiran hantu menandai adanya fenomena lain?
Tak Lepas dari Peran Sastra
Terlepas benar atau tidaknya hantu, mereka (hantu) dikenal oleh masyarakat oleh cerita-cerita yang berkembang dan tersebar luas.
Seperti sastrawan Abdullah Harahap dan Intan Paramaditha yang memiliki kontribusi besar dalam pembangunan karakteristik hantu atau makhluk tak kasat mata di Indonesia.
Sebut saja karya Abdullah Harahap yang diangkat menjadi film, yaitu Penyesalan Seumur Hidup dan Perempuan Tanpa Dosa. Begitu juga dengan cerpen Intan, “Goyang Penasaran” yang kemudian dipentaskan dengan nama judul yang serupa.
Baca juga: 3 Penjara Paling Menyeramkan di Dunia
Demikian juga dengan dunia film Indonesia yang turut andil dalam perkembangan cerita-cerita hantu.
Keadaan ini mengakibatkan hantu–entitas yang tabu–menjadi lumrah karena kerap berinteraksi dengan masyarakat melalui cerita-cerita yang dikonsumsi, baik dalam bentuk novel dan cerpen maupun film.
Belum lagi, kondisi kebudayaan Indonesia yang multikultur. Hal inilah yang menyebabkan hantu-hantu di Indonesia beragam dan kerap menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan budaya masyarakat setempat.
Selain itu, cerita hantu yang sifatnya lisan menyebar dari satu mulut ke mulut lain dan dari satu generasi turun ke generasi selanjutnya. Alasan ini juga yang membuat masyarakat Indonesia dekat dengan hantu atau adanya kekuatan lain dari alam.
Menjadi Barang Konsumsi
Hantu-hantu dapat bertahan hingga kini di kesadaran masyarakat dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti pemikiran masyarakat, predileksi, dan kepercayaan. Akan tetapi, masyarakat juga memang kerap mengonsumsi cerita-cerita horor dan hantu.
Bahkan, mereka tidak segan untuk masuk ke rumah hantu, membaca cerita horor, atau menonton film hantu.
Itu sebabnya, hantu dapat bertahan menakut-nakuti masyarakat sekaligus memberikan hiburan. Dengan mengonsumsi hiburan horor, penonton disajikan suasana yang mencekam dan dapat melupakan sejenak masalah yang membebani.
Hal ini menandakan bahwa kehidupan yang modern dan pendidikan yang tinggi tidak menyurutkan dan mengurangi intensitas kesukaan masyarakat terhadap cerita seram atau hantu.
Bahkan, kehidupan sekolah dan di kampus tidak surut dengan kisah-kisah menyeramkan.
Baca juga: Bahaya Menakuti Anak dengan Kisah Horor Saat Kecil
Keadaan ini juga yang menyebabkan para hantu menghuni habitat-habitat baru, seperti apartemen atau rumah kos-kosan. Mereka (hantu) tidak lagi digambarkan dan berada di tempat-tempat menyeramkan, seperti pohon besar, rumah tua, dan kuburan.
Melalui beragam media, hantu seakan-akan dipindahkan rumahnya ke situs-situs masyarakat urban.
Pemanfaatan Kepercayaan Masyarakat Atas Hantu
Dengan jelas dapat dilihat pemanfaatan sastra lisan, yaitu babi ngepet di Kota Depok yang menghebohkan masyarakatnya. Adam Ibrahim, pelaku pembuat berita babi ngepet, akhirnya didakwa karena dengan sengaja membuat kericuhan di masyarakat.
Alasan Adam Ibrahim adalah untuk menaikkan pamornya, yakni dengan kehadiran adanya babi ngepet yang dipercaya sebagai jelmaan, maka Adam Ibrahim akan datang mengatasinya seperti pahlawan.
Tindakan Adam Ibrahim ini selaras dengan yang diungkapkan Foucault mengenai budaya dapat yang dimanfaatkan untuk memprakarsai wacana historis.
Pendek kata, Adam Ibrahim melakukan rekayasa akan keberadaan babi ngepet yang kemudian dirinya manfaatkan sebagai alat untuk mendulang pamor di masyarakat.
Oleh sebab itu, babi ngepet, terlepas substansinya tidak empirik dan masih patut dipertanyakan, tetapi dapat digunakan sebagai alat mobilitas status sosial dan instrumen politik.
Dengarkan obrolan seru Annya dan Banni lainnya hanya melalui siniar Kosan HAI di Spotify. Dalam siniar ini, akan ada banyak obrolan seru, mencengangkan, dan menarik seputar tren yang sedang viral di kalangan para remaja.
Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal setiap ada episode terbarunya. Akses sekarang juga episode ini melalui tautan berikut https://dik.si/KosanHAIE1
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.