Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis
Bergabung sejak: 16 Mar 2020

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

G20 "Rasa" G7

Baca di App
Lihat Foto
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo mengajak para pemimpin negara G20 dan lembaga internasional mengunjungi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar, Provinsi Bali, pada Rabu, 16 November 2022. Di sana, Presiden dan para pemimpin G20 melakukan kegiatan penanaman pohon mangrove bersama serta berkeliling melihat langsung berbagai spesies mangrove yang ada di Tahura.
Editor: Egidius Patnistik

KONFERENSI Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali baru saja selesai. Persamuhan internasional ini mengesahkan Leaders Declaration atau Deklarasi Pimpinan. Salah satu isi dari deklarasi yang berisi 52 poin ini adalah mengecam invasi Rusia ke Ukraina.

Negara-negara anggota G20 menuntut Rusia segera menarik pasukannya dari wilayah Ukraina tanpa syarat. Komunike ini menyebut, apa yang dilakukan Rusia ke Ukraina adalah invasi atau agresi.

Mayoritas negara anggota G20 mengutuk keras perang di Ukraina. Pasalnya, perang yang berkecamuk sejak Februari 2022 ini tak hanya membuat warga menderita tetapi juga memperparah kondisi ekonomi. Ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja akibat didera pandemi Covid-19.

Baca juga: Cerita Retno Marsudi dan Sri Mulyani Persiapkan G20, Pertemanan 43 Tahun Permudah Koordinasi

Sejumlah ekonom bahkan memprediksi, dunia akan menghadapi resesi. Perang Rusia-Ukraina dianggap memperburuk kondisi ekonomi yang nyaris rontok dihantam pandemi ini. Perang antarnegara tetangga itu dinilai menghambat pertumbuhan dan menganggu rantai pasokan pangan dan energi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis energi dan pangan juga bisa terjadi jika konflik itu tidak segera diakhiri. Dunia dibayangi resesi.

Forum kerja sama ekonomi internasional itu digelar di Bali selama dua hari, pada 15-16 November 2022. Sebanyak 17 dari 20 pemimpin negara hadir dalam forum ini. Tiga pemimpin negara yang tidak hadir adalah Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden terpilih Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, dan Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador.

Selama ini forum G20 identik dengan pembicaraan dan kesepakatan terkait ekonomi dan pembangunan. Namun KTT G20 yang digelar di Bali ini sejak awal sudah dibayangi perdebatan soal perang Rusia-Ukraina. Para kepala negara dan pemerintahan ini sebenarnya mengerti, G20 bukanlah forum untuk membicarakan masalah keamanan.

Namun, masalah keamanan yang ditimbulkan dari perang Rusia-Ukraina berdampak signifikan pada perekonomian. Untuk itu, menyelesaikan konflik Rusia - Ukraina serta menciptakan perdamaian kedua negara menjadi keniscayaan.

Pasalnya, tanpa itu perbaikan ekonomi dunia bakal sulit dilakukan. Perang yang berkepanjangan tersebut bisa memicu konflik yang lebih besar dan melibatkan banyak negara. Kondisi ini tentu akan semakin memperburuk perekonomian dunia.

G20 rasa G7

Deklarasi Bali layak diapresiasi. Karena, setidaknya ada sesuatu yang disepakati di forum internasional ini. Karena awalnya, banyak yang pesimistis Indonesia bisa menghasilkan suatu deklarasi mengingat situasi dunia tengah sulit, akibat pandemi. Kondisi itu diperburuk perang antara Rusia dan Ukraina, krisis pangan dan energi, serta krisis keuangan.

Hampir semua anggota menyepakati Deklarasi Bali. Dari 20 negara anggota, hanya Rusia yang menolak komunike ini. Sementara China dan India memilih abstain.

Deklarasi Bali memuat 52 paragraf. Di antara puluhan paragraf tersebut, yang paling menjadi perdebatan oleh para anggota yaitu bagaimana G20 menyikapi perang di Ukraina.

Baca juga: Catatan Akhir KTT G20: Kemenangan Diplomatik - (Bagian 1)

Di dalam negeri, isi deklarasi khususnya terkait konflik antara Rusia dan Ukraina juga menuai kritik. Pasalnya, isi dan diksi yang digunakan dinilai bias kepentingan Barat, khususnya negara-negara anggota G7 dan menyudutkan Rusia.

Mengutip penjelasan analis militer dan pertahanan Connie Rahakundini dalam talkshow Satu Meja The Forum KompasTV, Rabu (16/11/2022), isi Deklarasi Bali khususnya poin 3 bias kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya. Poin itu berisi kecaman terhadap Rusia karena dianggap telah melakukan agresi terhadap Ukraina.

Tak hanya itu, mereka juga meminta agar Rusia menarik pasukannya dari Ukraina tanpa syarat. Menurut Connie, alih-alih mematuhi seruan yang disampaikan dalam Deklarasi Bali, Rusia justru bisa semakin menggila. Karena bagaimanapun, Rusia adalah negara merdeka dan berdaulat dan tak bisa ditekan atau diintervensi oleh negara manapun termasuk Amerika Serikat dan sekutunya.

Rusia juga bisa murka karena menilai G20 sudah ditunggangi kepentingan G7. Karena dalam kasus Rusia-Ukraina, isi Deklarasi Bali, dianggap menjadi representasi kepentingan negara-negara anggota G7 yang nyata-nyata mendukung Ukraina dalam perang yang terjadi sejak Februari 2022.

Berangkat dari kondisi ini, Indonesia harus segera menyiapkan diri. Bukan hanya dari ancaman resesi ekonomi yang diprediksi bakal terjadi, namun juga ancaman krisis pangan dan energi akibat perang antara Rusia dan Ukraina yang berpotensi berkepanjangan karena upaya penyelesaian yang tak tepat sasaran.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi