KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir, media sosial diramaikan dengan beberapa video perundungan yang dilakukan oleh siswa sekolah.
Salah satu video menampikan, sekelompok murid laki-laki memukul dan menendang korban yang sebelumnya telah dipasangi helm di kepalanya.
Setelah menerima beberapa tendangan, korban pun tersungkur di lantai.
Diketahui, peristiwa itu terjadi di SMP Plus Baiturrahman, Bandung, Jawa Barat.
Aksi perundungan juga dilakukan oleh sekelompok remaja di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Dalam video yang beredar, sekolompok remaja itu menendang seorang nenek yang melintas di pinggir jalan hingga tersungkur.
Sang nenek pun kaget atas kejadian yang dialaminya dan berteriak. Ia kemudian berjalan cepat menghindari gerombolan remaja itu.
Baca juga: Orangtua Korban dan Pelaku Perundungan Pelajar SMP di Bandung Sepakat Damai
Video kenakalan remaja ini bahkan direspons oleh Menteri Koordinatori Bidang Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Lantas, apa yang melatarbelakangi perundungan di kalangan remaja?
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau akrab disapa Kak Seto mengatakan, usia remaja merupakan transisi untuk fase selanjutnya.
Salah satu ciri dari fase remaja ini adalah tingginya hasrat untuk mendapatkan perhatian, menunjukkan kehebatan, dan memiliki agresivitas yang tinggi.
"Sehingga harus mendapat tempat penyaluran, bisa di bidang ilmu, seni, dan olahrga," kata Kak Seto kepada Kompas.com, Senin (21/11/2022).
Dengan begitu, agresivitas remaja bisa tersalurkan secara tepat, dari yang sebelumnya kriminal menjadi prestasi.
Menurutnya, sejumlah ekstrakulikuler atau ekskul saat ini hanya sekadar program dan kurang mampu menyalurkan potensi anak secara optimal.
Perhatian orang tua juga menjadi faktor lain yang melatarbelakangi perundungan remaja.
Baca juga: Aksi Perundungan Pelajar SMP di Bandung, Sekolah Perketat Pengawasan hingga Bantah Korban Pingsan
"Kurangnya perhatian keluarga, atau perhatian berlebihan dalam bentuk kekerasan, tuntutan akademik yang terlalu tinggi, membuat anak merasa frustasi karena merasa tidak mampu atau tidak sesuai harapan orangtua," jelas dia.
"Ini akhirnya menimbulkan berbagai perilaku menyimpang pada remaja," lanjutnya.
Untuk itu, Kak Seto meminta agar lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat bersikap tegas atas tindakan perundungan ini.
Ia juga berharap agar pelaku perundungan diberikan sanksi edukatif, bukan sekadar denda atau penjara.
"Ibaratnya, suatu tindak kejahatan, bukan hanya niat dari pelaku, tapi ada kesempatan," ujarnya.
Pola pengawasan remaja ini bisa dilakukan di tingkat RT/RW dengan program Sparta (seksi perlindungan anak tingkat rukun tetangga).
Di tingkat sekolah, Kak Seto juga menyarankan adanya satuan tugas (satgas) bullying yang melibatkan siswa, sekolah, dan orangtua.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.