Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Penulis Kolom
Bergabung sejak: 7 Jan 2008

Founder alif.id; Magister Kajian Tradisi Lisan Universitas Indonesia dan Pelestari Tradisi Lisan;  Pengurus Lesbumi PBNU 2022--2027. Pernah menjadi wartawan Harian Bernas dan Harian Kompas, serta menyukai isu-isu mengenai tradisi, seni, gaya hidup, dan olahraga.

Meneguhkan Peran Elite dan Komunitas di KUPI-2 Jepara

Baca di App
Lihat Foto
Susi Ivvaty
Suasana pembukaan Kongres Ulami Perempuan Indonesia (KUPI) yang kedua di Ponpes Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara, Jawa Tengah, Kamis (24/11/2022).
Editor: Egidius Patnistik

NYAI Badriyah Fayumi, Ketua Panitia Pengarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) 2, tampak emosional ketika menyampaikan “Pidato Gerakan KUPI: Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan” pada Pembukaan KUPI-2 di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara, Jawa Tengah, Kamis (24/11/2022).

Baru dua kalimat ia bicara, nadanya terbata dan sedikit serak, menahan tangis. Luapan haru Badriyah, satu di antara sejumlah inisiator KUPI, malam itu adalah sebentuk penghayatan hakiki, mengingat proses panjang KUPI sejak awal digagas tahun 2015 hingga KUPI-2 yang menyedot perhatian berlipat: diikuti 1.600 peserta. Itu pun belum termasuk romli (rombongan liar) yang nekat datang meski tidak mendaftar.

Baca juga: Gerakan Progresif Kongres Ulama Perempuan di Semarang Dibanjiri Pujian dari Berbagai Negara

“Pasti terharu banget. Luar biasa perjuangan Mbak Bad dan para ulama serta aktivis perempuan lain,” kata seorang peserta KUPI-2 saat acara pembukaan yang dihadiri Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar; Menteri Agama 2014—2019 Lukman Hakim Saifuddin; Pendiri dan Ketua Yayasan Fahmina Kiai Husein Muhammad, serta sejumlah tokoh dan pejabat nasional dan Jawa Tengah.

Hal lain yang membuat haru adalah perjalanan menuju kota kecil Bangsri, yang berjarak sekitar 90 km dari Simpang Lima Kota Semarang, melewati ruas-ruas jalan yang berlubang di sana-sini dan harus menyalip truk-truk besar yang bergerak lambat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puluhan peserta KUPI dari 31 negara seusai mengkuti konferensi internasional selama dua hari, 22-23 November 2022, di UIN Walisongo Semarang lantas melanjutkan perjalanan ke Bangsri. Bisa dibayangkan, Bangsri menjadi penuh “diserbu” lebih dari 1.000 orang dari luar kota.

Pesantren Hasyim Asy’ari dengan pengasuh utama Nyai Aizzah Amin Soleh dan dikelola pasangan Nuruddin Amin dan Hindun Anisah tidak mungkin menampung semuanya. Maka itu, sebagian peserta menginap di rumah-rumah penduduk di sekitar ponpes dan sebagian lagi menginap di hotel-hotel kecil di Jepara.

“Perwakilan dari Kenya saja ada 12 orang, harus jelas bagaimana akomodasi, transportasi, dan lain-lain,” kata Hanifah Haris dari AMAN Indonesia.

Beberapa teman seperjalanan berseloroh, “Ini perjalanan ke KUPI berasa mau ke Muktamar NU”.

Aha, benar juga. Adalah lazim datang ke perhelatan muktamar dengan sedikit rekoso, dan bahkan menambah kenikmatannya, terutama bagi para romli.

Seperti dikatakan Badriyah, rombongan dari Pamekasan Kabupaten Madura, Jawa Timur, sampai menyewa dua bus untuk datang ke Bangsri.

Mengukuhkan Peran

Saya masih teringat perhelatan KUPI-1 yang digelar di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy Cirebon pada 25—27 April 2017. Saat itu, sambutannya juga termasuk di luar dugaan, karena awalnya “hanya” ingin mengonsolidasi para ulama perempuan (laki-laki ulama dan perempuan ulama) sebagai sebentuk penegasan eksistensi keulamaan perempuan.

Beberapa pentolannya: Badriyah Fayumi (Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi), Maria Ulfah Anshor (Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam NU), Nur Rofiah (Dosen Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran), Atiyatul Ulya (Dosen Fakultas Ushuludin UIN Jakarta), Faqihuddin Abdul Kodir (Dewan Pengurus Fahmina Institute/Dosen IAIN Syekh Nurjati), dan Ninik Rahayu (Anggota Ombudsman RI 2016—2021).

Tak dinyana namun diharapkan, KUPI berkembang menjadi gerakan bersama banyak kalangan (ulama, aktivis, jurnalis, pengamat) perorangan maupun lembaga, yang meyakini nilai-nilai keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan dengan pendekatan makruf dan mubadalah (kesalingan) berdasarkan teks keagamaan Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam).

Lima tahun berlalu, dan kepanitiaan di KUPI-2 pun bertambah, meliputi AMAN Indonesia, ALIMAT, Rahima, Fahmina, Gusdurian, UIN Walisongo Semarang, dan Pesantren Hasyim Asyari Jepara.

Baca juga: Kemenko PMK Gandeng KUPI Atasi Kekerasan terhadap Perempuan Pekerja Migran

“Untuk KUPI-3 lima tahun mendatang, sudah ada tiga pesantren yang mengajukan diri menjadi tuan rumah,” kata Badriyah, disambut tepuk tangan hadirin.

Jika menengok tahun 90-an, saat itulah “gerakan” perempuan sebetulnya mulai menggeliat kuat, misalnya lewat kajian fikih perempuan yang dipelopori oleh Lies Marcoes. Wadah perempuan di PBNU yakni Fatayat dan Muslimat juga makin gencar membicarakan hal-hal yang dulu seolah tabu dibahas, seperti reproduksi perempuan.

Pusat Studi Wanita di perguruan-perguruan tinggi Islam se-Indonesia pun makin berkiprah. Tahun 2005, Rahima dengan PUP atau Pengkaderan Ulama Perempuan-nya mulai melebarkan sayap ke berbagai wilayah di Indonesia. Langkah-langkah tersebut kemudian membesar hingga tercetuslah KUPI.

Setelah KUPI-1 tahun 2017, KUPI telah dibahas di lebih dari 20 karya ilmiah/tesis/disertasi. KUPI-1 menelurkan hasil-hasil musyawarah tentang kekerasan seksual, pernikahan anak, kerusakan alam, dan radikalisme agama. Satu simpulan dalam musyawarah tentang kekerasan seksual, bahwa kekerasan seksual dalam segala bentuknya adalah haram, baik dilakukan di dalam perkawinan atau di luar perkawinan.

Pengabaian oleh negara dan masyarakat terhadap praktik kekerasan seksual bertentangan dengan Konstitusi RI. Negara dan masyarakat memiliki kewajiban menjamin pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual, karenanya pengabaian tugas ini dianggap sebagai kezaliman.

Sejumlah rekomendasi dari KUPI-1 kemudian disampaikan kepada pemangku-pemangku kepentingan, termasuk pemerintah. Satu produk yang telah terbit adalah Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Nomor 12 Tahun 2022 yang merupakan kerja kolektif berbagai pihak: legislatif dan eksekutif, aktivis, pemikir, jurnalis, juga KUPI.

Proses untuk menggolkan UU tersebut sangat panjang, termasuk dengan serangkaian aksi turun ke jalan. Satu pelajaran yang dapat dipetik dari alotnya pembahasan mengenai keadilan gender adalah kesenjangan perspektif dan pemahaman, yang kadang-kadang tidak terkait dengan jenis kelamin.

Baca juga: 5 Isu Aktual Dibahas di Kongres Ulama Perempuan di Semarang, Salah Satunya Khitan Perempuan

Banyak laki-laki yang bahkan lebih peka gender, dan itu menegaskan pernyataan Jill Matthews (2002) bahwa kehadiran atau ketidakhadiran perempuan kadang-kadang bukan masalah, bahwa seseoang menjadi laki-laki atau perempuan bukan sesuatu yang paling penting. Meski demikian, saya rasa KUPI tetap penting untuk mengajak lebih banyak “laki-laki feminis” agar tidak hanya Kiai Husein Muhammad, Faqih Abdul Qadir, Helmi Ali, dan Lukman Hakim Saifuddin melulu.

Tema musyawarah keagamaan dalam KUPI-2 masih melanjutkan KUPI-1 yaitu pengelolaan sampah bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan; peran perempuan dalam melindungi NKRI dari bahaya ekstremisme; perlindungan perempuan dari pemaksaan perkawinan; perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat perkosaan; dan bahaya pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan tanpa alasan medis. Tema terakhir, sejauh saya cermati di beberapa etnis, sebetulnya kini sudah jauh berkurang.

Pertemuan kerja-kerja jaringan makin turun ke bawah, ke jaringan komunitas dan majelis taklim. Semoga komunitas di akar rumput makin tersentuh.

Intelek-Akademis

Satu hal yang menonjol dari KUPI adalah kerja-kerja intelekual, lewat konferensi/seminar yang diikuti para aktivis dan akademisi maupun musyawarah keagamaan yang membahas hal-hal terkait nas (nash), dan oleh karena itu melibatkan ulama-ulama dan peserta aktif dari Ma’had Ali.

Seusai KUPI-1, saya mengira kongres hanya akan bergulat dalam ranah pemikiran-pemikiran yang menjadi terkesan elitis, kurang menyentuh akar rumput. Benar bahwa musyawarah-musyawarah telah menelurkan banyak rekomendasi strategis bagi pemerintah dan legislatif. Namun sifat rekomendasi yang tidak mengikat itu harus terus dikawal.

Soal perusakan lingkungan, misalnya, masih terus menjadi problematika rumit hingga kini dan kebijakan belum maksimal. Selain itu, sifat elitis kadang-kadang membuat orang kebanyakan merasa alergi, mengawang, terutama ketika muncul sejumlah nama aktivis elite yang “bermain” di tingkat elite atau akademisi dengan gelar berderet tetapi kurang membumi.

Lalu bagaimana seharusnya bisa menyentuh liqo’-liqo‘di tingkat bawah? Bagaimana menjamah masyarakat adat, misalnya? Bagaimana cara merangkul ibu-ibu buruh gendong?

Dibutuhkan jembatan yang luwes bermain di tingkat akar rumput. Akan tetapi, setelah lima tahun berlalu, apa yang tampak di KUPI-2 merupakan sebuah jawaban. Komunitas dan majelis taklim dilibatkan untuk kerja-kerja jaringan dalam halaqah refleksi, lalu ada KUPI muda.

KUPI-2 yang kepanitiaannya dinahkodai Nyai Masruchah ini juga menggelar bazar yang diikuti lebih dari 100 UMKM di Jepara serta menghimpun sejumlah perempuan dari desa wisata ukir, Desa Patekeyan Jepara, dalam program Perempuan Jepara Mengukir.

Selain itu ada panggung budaya lokal yang diorganisir Lesbumi Jepara sebagai upaya pelestarian tradisi dan penguatan kebangsaan.

KUPI menjadi wadah bagi “pesta” rakyat, yang masih bisa dikembangkan lagi dalam KUPI-3. Saya melihat peran tuan rumah yang menonjol untuk membuhulkan ruang-ruang yang beragam: ruang pesantren dan kampung, ruang elite dan akar rumput, ruang gagasan dan aksi.

Sampai di sini, saya rasa KUPI telah menjadi satu ruang pertunjukan, merujuk Richard Schechner (2006), karena telah memberi fungsi hiburan, keindahan, mengembangkan komunitas, “menyembuhkan” audiens, lalu mengajari, membujuk, atau meyakinkan masyarakat, serta menghadapi sesuatu yang suci/gaib seperti dalam aktivitas riyadhoh.

Tentu saja masih ada forum akademik yang menjadi kekhasan KUPI, karena bagaimana mungkin membahas beragam persoalan terkait peradaban jika pembahasnya tidak intelek, pasti hasilnya tidak akan otoritatif. Bahkan namanya pun makin mentereng, “Mubadalah Postgraduate Forum”, yang disebut sebagai pertanggungjawaban akademik kerja-kerja peradaban KUPI.

Sesungguhnya, peran keulamaan perempuan adalah niscaya. Kita sebetulnya sudah memiliki contoh sahih di masa lampau. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, kita mengenal Fathimah r.a, Aisyah r.a, Umm Salamah r.a, Nusaibah r.a, Hafsah r.a, dan lain-lain, yang tampil ke publik sebagai perempuan dengan otoritas keulamaan dalam kehidupan sosial umat.

Jika kemudian peran-peran perempuan seolah terputus sebagai bagian dari dinamika sejarah, tidak berarti para perempuan tidak belajar. Pemegang tampuk kekuasaan adalah pemegang kendali, termasuk mengendalikan tafsir atas nas.

Kita bisa melihat Iran belakangan ini, ketika hak-hak para perempuan benar-benar dibungkam. Aksi-aksi protes telah menewaskan puluhan aktivis perempuan. Indonesia, jangan sampai seperti Iran.

Jaringan KUPI yang kian membesar semoga makin bisa merangkul semua pihak, emak-emak dan bapak-bapak. K dalam KUPI mungkin bisa dibaca keluarga.

Seorang rekan sempat berseloroh, "Kok KUPI menjadi terlihat seperti PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)". Mungkin hanya canda biasa karena melihat sejumlah nama yang hadir dan berpartisipasi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi