Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Mengenang Tragedi Maracana

Baca di App
Lihat Foto
WIKIMEDIA COMMONS
Moacir Barbosa, kiper timnas Brasil di Piala Dunia 1950 yang dikucilkan negara, karena dianggap kambing hitam kekalahan di final melawan Uruguay di Stadion Maracana.
Editor: Sandro Gatra

PADA 28 November 2022 di stadion 974, Qatar kesebelasan Brasil dengan susah payah berhasil mengalahkan kesebelasan Swiss dengan skor tipis 1-0.

Dapat dipastikan Brasil lanjut melenggang kangkung masuk ke babak 16 negara
berlaga di Piala Dunia 2022.

Semoga nasib sang lima kali juara Piala Dunia pada tahun 2022 lebih baik ketimbang pada tahun 2018 di mana Brasil seri 1-1 lawan Swiss pada babak awal, namun kemudian pada babak per empat final Piala Dunia 2018 di Rusia tersingkir akibat dikalahkan oleh Belgia.

Namun yang paling memalukan bagi Brasil adalah Piala Dunia 2014 akibat di semi final dikalahkan oleh Jerman dengan skor kejam 7 – 1 disusul kekalahan melawan Belanda tatkala memperebutkan juara ke III dengan skor 3-0.

Tampaknya menjadi tuan rumah Piala Dunia bukan merupakan keberuntungan bagi Brasil. Pada tahun 2014, memang Brasil menjadi tuan rumah sama halnya seperti pada tahun 1950.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pada babak final Piala Dunia 1950 di Stadion Maracana disaksikan 200.000 penonton, kesebelasan Tuan Rumah berhadapan dengan kesebelasan tetangga Tuan Rumah, yaitu Uruguay.

Stadion Maracana yang konon merupakan stadion sepakbola terbesar di planet bumi kini merupakan destinasi wisata yang wajib dikunjungi para turis di Rio de Jainero.

Pada saat berkunjung ke Stadion Maracana terngiang di gendang telinga saya, gemuruh sorak sorai ratusan ribu penonton menyemangati tim nasional Brasil untuk segera menghabisi tim nasional Uruguay.

Semua yakin termasuk Uruguay bahwa Brasil pasti akan menjadi juara dunia sepakbola pada Piala Dunia 1950.

Sedemikian yakin bahwa Brasil juara dunia, bahkan sebelum pertandingan Brasil-Uruguay dimulai, koran lokal sudah mencetak edisi khusus dengan teks besar di front page: Campeao Mondial.

Sementara sebuah orkes di sudut lapangan Maracana sudah siap mengalunkan lagu Nós somos os campeões dalam irama samba.

Di bawah hujan konfeti serta gemuruh sorak sorai penonton, kesebelasan Brasil berkesempatan unjuk gigi merangsek gawang Uruguay tanpa gol pada babak pertama.

Namun pada menit ke dua babak ke dua Brasil berhasil menendang bola masuk ke dalam gawang Uruguay mencetak skor pertama bagi Brasil yang sudah lama ditunggu para suporter Brasil memadati stadion kolosal Maracana.

Namun gol pertama Brasil tersebut malah dimanfaatkan oleh Uruguay untuk al out rawe-rawe-rantas malang-malang putung maju tak gentar menyerang gawang Brasil.

Pada menit ke 66, Uruguay berhasil mencetak gol demi menyamakan skor gol dengan Brasil.

Masih belum puas, 11 menit sebelum akhir perlagaan dramatis itu, Uruguay menyarangkan gol ke dua pada jala gawang Brasil.

Mendadak Stadion Maracana yang semula berisik gegap-gempita berubah menjadi sunyi senyap seperti suasana kuburan di tengah malam hari.

Dengan kekalahan 2-1 di kandang sendiri di lapangan sepakbola legendaris Maracana, bangsa Brasil berkabung dalam suasana tidak percaya atas tragedi dahsyat yang tak pernah terbayangkan sebelumnya terbukti telah terjadi.

Seluruh restoran dan bar di segenap penjuru Brasil tutup akibat sama sekali tidak ada alasan bagi warga untuk keluar dari rumah masing-masing.

Seorang anak Brasil berusia 9 tahun yang menonton tragedi Maracana melalui televisi di rumah untuk pertama kali melihat ayahnya menangis akibat kesebelasan pujaannya dikalahkan oleh Uruguay.

Maka anak itu bersumpah di dalam hati akan berjuang agar Brasil berjaya menjadi juara dunia sepakbola.

Ternyata pada piala dunia 1958, anak muda tersebut berhasil mewujudkan sumpahnya dengan membawa Brasil menjadi juara dunia sepakbola di Swedia gilang-gemilang menaklukkan Tuan Rumah dengan skor meyakinkan 5-2.

Anak muda yang kemudian tersohor sebagai legenda sepakbola dunia itu bernama Edson Arantes do Nascimento alias lebih tersohor sebagai Pele.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi