Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Saung Angklung Udjo, Kelompok Seni Indonesia yang Tampil di Piala Dunia Qatar

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com / Nabilla Ramadhian
Berikut adalah lirik dan makna lagu Tokecang, lagu daerah asal Jawa Barat ciptaan R.C Hardjosubroto
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Piala Dunia 2022 Qatar tak hanya menjadi panggung pemain sepak bola dunia, tetapi juga para pelaku seni.

Para artis dan seniman dari berbagai negara diundang untuk tampil di kompleks kebudayaan Katara, Doha, Qatar.

Saung Angklung Udjo, kelompok seni asal Kota Bandung, Jawa Barat berkesempatan tampil dalam acara tersebut.

Bahkan, Saung Angklung Udjo merupakan kelompok seni satu-satunya dari Asia Tenggara yang dipilih untuk tampil.

"Kita terpilih dari Katara atau dari Pemerintah Qatar untuk menampilkan seni budaya negara, salah satunya Indonesia," ujar Direktur Utama Saung Angklung Udjo Taufik Hidayat kepada Kompas.com, Senin (28/11/2022).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari mengenal Saung Angklung Udjo...

Baca juga: Tampil di Qatar, Saung Angklung Udjo Dapat Sambutan Hangat


Profil Saung Angklung Udjo

Membicarakan saung tersebut, tak bisa dipisahkan dari sosok Udjo Ngalagena atau akrab disapa Mang Udjo.

Sejak usia enam tahun, Mang Udjo sudah memainkan angklung bersama teman-teman sebaya di bawah pimpinan Abah Almawi, dikutip dari Harian Kompas, 4 Mei 2001.

Kecintaannya kepada angklung semakin meluap setelah berkenalan dengan Daeng Sutigna pada 1955. Daeng Sutigna merupakan tokoh angklung legendaris yang menciptakan angklung diatonis.

Pada 1958, Udjo sudah memainkan angklung secara berkeliling dan mengenalkan alat musik bambu yang namanya diambil dari suaranya itu kepada masyarakat.

Tak lama kemudian, Mang Udjo bersama istrinya Ny. Uum Sumiati mendirikan Saung Angklung Udjo (SAU) pada 1966.

Di masa-masa awal berdirinya SAU, bentuk kemasan pertunjukkan benar-benar membebaskan anak-anak untuk bermain-main.

Baca juga: Prediksi Juara Piala Dunia 2022 Menurut Universitas Oxford, Brasil Paling Berpeluang

Mereka bersembunyi di balik rumpun padi, karena saat itu di sekitar lokasi saung masih banyak sawah. Begitu Mang Udjo memberi tanda, sontak puluhan anak keluar dari gerombolan padi.

Para penonton tentu saja kaget, tidak mengira kalau angklung akan disuguhkan oleh anak-anak usia balita sampai remaja.

Seiring berjalannya waktu, wisatawan yang berkunjung justru didominasi wisawatan asing pada 1990-an.

Namun, krisis moneter kemudian menciptakan komposisi penonton. SAU lantas mendekati penonton lokal, seperti dikutip dari Harian Kompas, 4 Mei 2002.

Mereka mengundang, bahkan mendatangi, guru dan murid sekolah agar menonton pertunjukan angklung. Maka tak heran jika kini wisatawan domestik mendominasi.

Sepeninggal Mang Udjo, usaha melestarikan kesenian angklung diteruskan oleh anak-anaknya hingga saat ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi