Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JKP: Asa di Tengah Badai PHK

Baca di App
Lihat Foto
BPJS Ketenagakerjaan
JKP memungkinkan pekerja yang terkena PHK untuk menerima manfaat dana, informasi pasar kerja, dan konseling
|
Editor: Inten Esti Pratiwi

KOMPAS.com - Juli 2022 menjadi bulan terakhir bagi Irwan (40), seorang pekerja swasta asal Makassar, Sulawesi Selatan, bisa menerima gaji.

Pasalnya, Irwan termasuk dari puluhan karyawan di perusahaan tempatnya bekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Karena perusahaan tidak profit dalam jangka tiga tahun terakhir, jadi terpaksa harus ada PHK," kata Irwan kepada Kompas.com, Jumat (2/11/2022).

Kendati demikian, ia merasa bersyukur bisa menjadi penerima manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sembari menunggu panggilan kerja, Irwan menggunakan dana manfaat JKP untuk menambal keperluan sehari-hari.

Sebenarnya, Irwan mengetahui adanya JKP secara tak sengaja. Kala itu, ia sedang mengurus pengajuan Jaminan Hari Tua (JHT) di kantor BPJS Ketenagakerjaan.

"Awalnya kami (Irwan dan rekan kerjanya) setelah 30 hari masa PHK berlangsung, mengajukan untuk JHT, karena sudah masuk 30 hari setelah berhenti," jelas dia.

"Setelah melalui proses itu, saya melihat informasi di helpdesk, ada program JKP. Saya kemudian tanya-tanya ke petugasnya. Saya dikasih tahu bisa mengajukan JKP selama perusahaan ikut," sambungnya.

Setelah dicek, nama Irwan ternyata sudah didaftarkan program JKP oleh perusahaannya dulu.

Baca juga: Kompensasi PHK, dari Uang Pesangon hingga JKP

Proses pengurusan

Dari ketidaksengajaan ini, Irwan kemudian menghubungi pihak HRD untuk mengonfirmasi dan mengurus sejumlah dokumen yang diperlukan.

Tak perlu menunggu lama, hanya sekitar satu bulan setelah pengajuan, ia telah menerima manfaat JKP bulan pertama, yakni pada September 2022.

Selain kemudahan pengurusan dokumen dari perusahaannya, Irwan mengaku pelayanan staf BPJS di daerahnya juga bagus.

Tak heran, ia bisa segera menerima manfaat JKP tak lama setelah pengajuan. Bahkan, Irwan kini sudah menerima manfaat program tersebut untuk bulan ketiga.

Bukan hanya dana, JKP juga memberikan informasi pasar kerja dan konseling. Pihak BPJS Ketenagakerjaan juga memberikan beberapa tugas yang harus dikerjakan untuk proses klaim setiap bulannya.

"Setiap proses klaim ada syarat, semacam tugas yang harus dikerjakan. Salah satunya kita harus melengkapi administrasi, di bulan kedua harus melamar pekerjaan di perusahaan minimal lima. Itu sudah tersedia di web Siap Kerja," kata dia.

Sebagai tulang punggung keluarga, tentu Irwan berharap agar segera mendapatkan pekerjaan baru. Ia juga mengaku sudah mendapat panggilan wawancara.

Bagi Irwan, JKP menjadi asa para pekerja di tengah badai gelombang PHK, termasuk dirinya.

Baca juga: Menaker: Teman-teman yang Mengalami PHK Sudah Rasakan Manfaat JKP

Kenaikan pembayaran klaim JHT dan JKP

Irwan hanya satu di antara banyak pekerja yang menerima manfaat JKP di tengah gelombang PHK.

Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun mengatakan, badai PHK belakangan secara tak langsung berpengaruh pada pembayaran klaim Jaminan Hari Tua (JHT) dan JKP.

Hingga Oktober 2022, Oni menyebut BPJAMSOSTEK telah membayarkan klaim JHT kepada 2,8 juta pekerja dengan total nominal mencapai Rp 36 triliun.

Menurutnya, 29 persen dari total klaim JHT itu disebabkan oleh PHK yang dialami oleh peserta.

"Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, jumlah klaim JHT tersebut meningkat sebesar 39,68 persen," kata Oni saat dihubungi secara terpisah, Jumat.

Selain itu, pihaknya juga telah menyalurkan manfaat JKP kepada 6.872 perserta dengan nilai Rp 25 miliar hingga Oktober 2022.

Kendati mengalami peningkatan, Oni memastikan BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh peserta.

Dengan begitu, para peserta dapat bekerja tanpa rasa cemas karena risiko kerjanya ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan. "Hal ini selaras dengan kampanye yang baru saja kami launching, yaitu Kerja Keras Bebas Cemas," jelas dia.

Baca juga: Pemerintah Siapkan Anggaran Rp 1,131 Triliun untuk Program JKP di 2022

Mekanisme kepesertaan

Sebagai informasi, kepesertaan program JKP berlaku secara otomatis jika pekerja memenuhi syarat berikut:

  • WNI
  • Belum mencapai usia 54 tahun saat terdaftar menjadi peserta
  • Pekerja pada PK/BU skala usaha menengah dan besar yang sudah mengikuti 4 Program (JKK, JKM, JHT, dan JP)
  • Pekerja pada PK/BU skala kecil dan mikro dengan minimal ikut 3 program (JKK, JKM dan JHT)
  • Terdaftar sebagai Pekerja Penerima Upah (PPU) pada badan usaha Program JKN BPJS Kesehatan

Oni memastikan, pekerja sama sekali tidak dibebani iuran tambahan untuk mengikuti program JKP ini.

Pasalnya, penyelenggaraan program JKP berasal dari subsidi pemerintah sebesar 0,22 persen, serta rekomposisi iuran program JKK sebesar 0,14 persen dan JKM sebesar 0,10 persen.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021, manfaat JKP terdiri dari tiga komponen, yaitu uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.

Ia menjelaskan, manfaat JKP tersebut diberikan kepada peserta yang mengalami PHK dan dibuktikan dengan laporan PHK dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat.

Selain itu, peserta juga harus memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan dalam 2 tahun dan telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut sebelum terjadinya PHK.

Baca juga: Kemenaker Klaim Program Subsidi Upah Berhasil Tekan Dampak Pandemi Covid-19, JKP Akan Jadi Penggantinya

Perlu penyempurnaan

Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menuturkan, JKP secara filosofis membantu pekerja ketika mengalami PHK.

Menurutnya, hal ini merupakan turunan dari Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 102 Tahun 1952 tentang (Standar Minimal) Jaminan Sosial.

"Walaupun kita belum meratifikasi konvensi itu, tapi kita sudah menjalankannya, sampai lahirnya JKP," kata Timboel.

Meskipun demikian, Timboel menilai masih ada beberapa persoalan yang harus diselesaikan untuk menyempurnakan program JKP.

Dari sisi regulasi, ia melihat adanya ketidakkonsistenan antara Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan PP Nomor 37 Tahun 2021.

Baca juga: Pemerintah Siapkan Anggaran Rp 1,131 Triliun untuk Program JKP di 2022

Dalam Pasal 16, disebutkan bahwa peserta berhak mendapatkan manfaat program jaminan sosial yang diikuti.

"Tapi dalam PP Nomor 37 Tahun 2021, pekerja PKWT kan peserta, ketika ia mengalami PHK karena jatuh tempo kontrak, ini tidak dapat JKP. Jadi dari sisi regulasi ada persoalan," ujarnya.

"Padahal ke depan ini mungkin banyak PKWT akan stop perpanjangan kontrak, karena memang tidak ada order lagi, misalnya sekuriti, cleaning service, dan sebagainya," sambungnya.

Persoalan kedua adalah kurangnya sosialisasi. Timboel mengklaim, masih banyak pekerja yang tidak mengetahui JKP, khususnya cara mengklaimnya.

Selain itu, banyak pengusaha yang tidak mengetahui adanya program JKP ini. Sebab, dana program tersebut diambil dari JKK dan JKM.

Untuk itu, ia mendorong pihak-pihak terkait lebih gencar melakukan sosialisasi terhadap pekerja, perusahaan, dan bahkan Disnaker.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi