Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi dan konsultan komunikasi
Bergabung sejak: 6 Mei 2020

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Surga Itu (Tetap) Ada di Bawah Telapak Kaki Ibu

Baca di App
Lihat Foto
AFP/FADEL SENNA
Pemain timnas Maroko, Achraf Hakimi (kanan), mendapatkan peluk dan ciuman dari sang ibu usai pertandingan Grup F Piala Dunia 2022 melawan Belgia di Stadion Al Thumama, Doha, pada Minggu (27/11/2022). Maroko berhasil mengalahkan Belgia dengan skor 2-0 pada laga tersebut.
Editor: Egidius Patnistik

Hai manusia, hormati ibumu

Yang melahirkan dan membesarkanmu

 

Darah dagingmu dari air susunya

Jiwa ragamu dari kasih sayangnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dialah manusia satu-satunya

Yang menyayangimu tanpa ada batasnya

 

Doa ibumu dikabulkan, Tuhan

Dan kutukannya jadi kenyataan

Ridha Ilahi karena ridhanya

 

Murka Ilahi karena murkanya 

Bila kau sayang pada kasihmu

Lebih sayanglah pada ibumu

Bila kau patuh pada rajamu

Lebih patuhlah pada ibumu

 

Bukannya gunung tempat kau meminta

Bukan lautan tempat kau memuja

 

Bukan pula dukun tempat kau menghiba

Bukan kuburan tempat memohon doa

Tiada keramat yang ampuh di dunia

Selain dari doa ibumu juga

PETIKAN lagu gubahan Rhoma Irama itu begitu tepat menggambarkan jasa sosok seorang Ibu. Ibu adalah mutiara berharga dari anak-anaknya. Dia menemani suami di kala susah dan senang serta merawat dan membesarkan anak-anaknya.

Ajang FIFA World Cup Qatar 2022 tidak hanya sebatas pertandingan sepak bola antar kampiun. Perhelatan pertandingan demi pertandingan juga merefleksikan sisi kehidupan manusia. Ketika ada pemain yang terluka karena pertandingan, para pemain lain menyatakan simpatinya. Saat pertandingan usai, salam sportivitas selalu diperlihatkan antar sesama pemain.

Kesedihan para pemain Uruguay yang begitu kecewa karena gagal lolos ke babak per-16 besar ditampakkan Edinson Cavani yang menendang televisi Video Assistant Referee atau VAR di lorong stadion. Walau sudah menang susah payah dengan skor 2-0 atas Ghana tetapi Korea Selatan yang berhak maju dari Grup H (bukan Urugay) karena memiliki selisih jumlah gol yang lebih baik walau nilai yang diperolehnya identik dengan Uruguay. Pemain sepakbola sekelas Canani juga manusia, ada rasa marah, kecewa, dan sedih.

Dari semua momen epik yang tersaji di ajang FIFA World Cup Qatar 2022, ada suatu peristiwa menarik usai laga “hidup mati” antara kesebelasan Maroko dengan Belgia. Pemain Maroko yang bermain apik, Achraf Hakimi, berlari ke pinggir lapangan, tepatnya ke tribun yang berisi para pendukung Maroko.

Achraf yang kini bermain di klub elite Perancis, Paris Saint Germain (PSG) mencium kening seorang ibu. Dia mempersembahkan kemenangan Maroko pada seorang ibu, bukan pada seorang gadis cantik atau yang dikenal dengan wives and girl friends atau WAGS yang biasa ditenteng para pemain elite sepak bola kemanapun berlaga.

Baca juga: Fakta Piala Dunia 2022: Maroko dan 14 Pemain Kelahiran Luar Negeri

Ibu yang menjadi kebanggaan Achraf Hakimi bernama Saidah Mouh. Saida rela menjadi pembantu rumah tangga demi Achraf kecil bisa bermain bola dan menimba ilmu di klub semenjana di Maroko. Biaya sekolah Achraf pun ditanggung Saida seorang diri dengan bekerja keras.

Kini Maroko yang berjuluk “Singa Atlas” menorehkan prestasi dunia, untuk pertama kali lolos ke fase 16 besar Piala Dunia sepak bola mewakili Grup F. Dan Achraf pun bahagia memposting momen kemanusian terbesar dari seorang anak kepada ibunya melalui Instagram-nya agar dunia tahu betapa besar jasa seorang ibu bagi dirinya.

Bicara tentang jasa seorang ibu, saya pun kerap menangis jika teringat dengan mendiang ibu saya. Walau sudah wafat di tahun 2001, ingatan akan jasa dan pengorbanan seorang ibu yang hanya lulusan sekolah tingkat pertama begitu membekas.

Saya masih ingat agar saya bisa jajan di sekolah, ibu bangun di pagi hari dengan membuat kue-kue untuk jajanan anak sekolah. Saya antarkan kue-kue tersebut ke kantin-kantin sekolah. Sore ketika sekolah sudah bubaran, saya mengambil setoran uang hasil penjualan, sementara kue yang tidak laku terjual, itulah jajanan untuk saya.

Agar dapur bisa mengepul, ibu rela membeli beras dari keluarga TNI-AU di Halim Perdanakusuma, Jakarta lalu dijual kembali dengan margin keuntungan Rp 15 untuk setiap kilogramnya. Agar ibu tidak capek, sayalah yang saat waktu kelas 4 SD mengambil beras dengan sepeda pinjaman.

Saya bersepeda bolak-balik agar beras bisa cepat laku terjual dan hati ibu saya bisa bungah karena jualan berasnya laku. Kadang saya sering berbohong di depan ibu, bahwa sepatu sekolah yang saya pakai masih tetap enak dikenakan. Padahal, jari kaki saya sengaja saya tekuk agar tetap cukup masuk ke sepatu yang telah sempit.

Saya tidak ingin ibu bersedih karena tidak bisa membelikan sepatu baru untuk anaknya. Saya sadar sebagai anak bungsu dari enam bersaudara dan ayah bekerja sebagai satuan pengamanan alias Satpam usai pensiun dengan pakat sersan dari TNI-AD, kehidupan ekonomi keluarga saya begitu sulit.

Saya selalu menjual buku-buku pelajaran saat kenaikan kelas agar bisa membeli buku baru di kelas yang baru. Saya terpaksa menghafal isi buku agar tetap mengerti isi pelajaran di kelas sebelumnya. Akibat kebiasaan “kepepet” ini saya jadinya kerap diminta mengajar oleh para guru karena paham dan hafal di luar kepala isi buku.

Saat saya tengah bersedih karena kesulitan hidup menjadi calon dosen di Universitas Indonesia (UI) dengan honor Rp 50 ribu setiap bulannya di tahun 1992-1993, ibu saya menguatkan dengan sajian singkong goreng, masakan kesukaan saya dengan segelas teh manis agar saya terus semangat membuat naskah untuk media.

Dari honor pemuatan naskah di media, saya bisa membeli buku-buku baru dan membantu kehidupan. Sayangnya, saat saya menuntaskan pendidikan doktoral, ibu saya telah tiada. Ibu saya juga tidak bisa menyaksikan saat tenaga dan pikiran saya dibutuhkan oleh peresiden, menteri, kepala daerah atau saat saya tampil di televisi.

Mungkin ibu saya akan bercoleteh bangga, bahwa anaknya yang dulu rela berjualan kue dan mengambil beras untuk dijual kembali, kini telah bisa hidup mandiri.

Lihat Foto
KOMPAS.COM/IKA FITRIANA
Proses pemakaman keluarga yang tewas diracun anak sendiri di TPU Sasono Loyo Dusun Prajenan, Desa/Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jateng, Senin (28/11/2022) malam.
Kasus Magelang: Anak Tega Meracuni Ibu dan Keluarganya

Peristiwa yang menggetarkan kemanusian terjadi di Dusun Prajenan, Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin, 28 November 2022. Seorang anak kandung tega menghabisi ibu, ayah, dan kakak kandungnya dengan menggunakan racun arsenik.

Baca juga: Arsenik Dipakai Meracuni 1 Keluarga di Magelang, Korban Tewas 30 Menit Usai Minum

Bukan kali pertama, sebelumnya pelaku juga mencoba membunuh keluarganya dengan mencampurkan arsenik yang dibelinya secara online tetapi gagal karena takarannya yang tidak mematikan.

Deo Daffa Swadilla (22) sang pelaku, merasa kesal dengan beban kehidupan yang harus disandangnya dari sang ayah, Abbas Ashar (58), ibu Heri Riyani (54), dan kakak kandung Dea Khairunisa (25).

Kekesalan Deo anak “durhaka” terhadap keluarganya yang diracun itu terbantahkan dari cerita Sukoco, kakak kandung ibunya. Menurut Sukoco, adiknya sering mengeluhkan kelakuan Deo yang kerap menghabiskan uang bernominal besar hanya untuk kegiatan yang tidak jelas.

Deo selepas dari sekolah menengah atas (SMA) tidak memiliki pekerjaan alias menganggur. Berbeda dengan sang kakak, yang baru saja menyelesaikan kontrak kerjanya di PT KAI. Ayah Deo pun baru dua bulan yang lalu pensiun dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, Kementerian Keuangan (Kompas.com, 03/12/2022).

Deo mungkin melupakan, dirinya pernah kecelakaan fatal dan sempat dirawat berbulan-bulan di rumah sakit. Ayah, ibu, dan kakaknya saling bergantian menjaganya di kamar perawatan di rumah sakit. Deo mungkin lupa, dari ibunya dia tumbuh dan besar berkat air susu ibunya.

Deo alpa kalau dirinya bisa sekolah dan hidup layak serta tidak kekurangan karena ayahnya telah bekerja keras dan ibunya bisa mengatur ekonomi keluarga. Kasih sayang kakaknya, seperti lenyap dari kenangan seorang Deo yang layak dihukum “mati”.

Kasus-kasus penghilangan nyawa seorang ibu yang dilakukan anak kandungnya sendiri, bukan hanya terjadi di Magelang. Di berbagai daerah pun juga terjadi sepanjang tahun 2022 ini.

Di Tarakan, Kalimantan Utara, seorang anak tega membunuh ibunya karena tidak merestui rencana pernikahannya. Di Bangka Tengah, Bangka Belitung, karena alasan harta seorang anak membunuh ibunya. Di Purwakarta, Jawa Barat, di Sragen, Jawa Tengah dan di Cilacap, Jawa Tengah, juga ada seorang anak kandung tega membunuh ibunya sendiri (Okezone.com, 26 September 2022).

Nilai-nilai moral dan adab kesantunan mulai terkikis dengan tingkah pola pergaulan anak. Pengaruh narkoba, efek negatif media sosial serta dampak pinjaman online yang meresahkan menjadi momok menakutkan. Modernitas yang tengah terjadi tanpa bisa dihalangi harus disikapi dengan kesiapan mental, moral, dan penguatan nilai budaya kita yang adiluhung.

Pendidikan formal memang menjadi ranah sekolah dan kampus tetapi pendidikan non formal dan moral harus menjadi perhatian setiap keluarga.

Di lingkungan tempat tinggalnya, perilaku pelaku pembunuhan sekeluarga di Magelang dikenal santun dan aktif dalam kegiatan warga tetapi pergaulannya di luar tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti.

Arti Ibu di Mata Ganjar Pranowo

Arti seorang ibu di mata Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo adalah sumber kekuatan yang tidak ada habisnya. Ibu adalah tempat menaruh lelah dan menatap harap. Ganjar yang berambut “putih” dan wajah “berkerut” itu kerap merindukan ibunya yang telah wafat tujuh tahun silam.

Ibu saya kangen

Ternyata engkaulah sumber terbesar yang membuat hati tenteram

Dulu saya merasa biasa bisa melihat dan bicara denganmu

Tapi sekarang, saya tidak berani mengatakan bahwa bisa melihat dan bicara deganmu itu adalah hal biasa

 

Bu, saya kangen berpamitan padamu

Kangen jawaban salammu ketika saya keluar ataupun masuk rumah

Kangen mencium tanganmu, kangen mendengar wejanganmu

 

Bu, kalau bisa saya pengen sungkem lagi sekali saja.

Saya pengen mendengar nasehat dan petuahmu sambil dielus kepalaku lalu kau cium keningku.

Ibu adalah rumah dengan pintu yang tak pernah tertutup

(Instagram @ganjar_pranowo, 22/12/2021).

Anda semua, saya, Ganjar Pranowo, dan Achraf Hakimi begitu mencintai sosok ibu. Di telapak kaki ibulah, surga berada. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi