Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Berpotensi Alami Resesi Seks, Ini Dampaknya Menurut Sosiolog

Baca di App
Lihat Foto
Ilustrasi keluarga
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Resesi seks mulai melanda sejumlah negara Asia Timur seperti China, Jepang, dan Korea Selatan. 

Resesi seks adalah keengganan seseorang atau pasangan suami istri untuk memiliki anak, atau memilih untuk memiliki sedikit anak.

Dikutip dari Kompas.com, Korea Selatan dinilai mulai mengalami resesi seks setelah mencatatkan angka pernikahan terendah.

Pada tahun 2021, pasangan yang memutuskan untuk melanjutkan hubungan dengan membina rumah tangga hanya sebesar 193.000.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara di Jepang, angka kelahiran tercatat sebanyak 811.604. Jumlah ini menjadi yang terendah sejak pencatatan pertama kali tahun 1899.

Salah satu pemicu resesi seks adalah biaya pernikahan dan merawat anak yang dinilai semakin mahal di samping biaya hidup yang semakin melonjak. 

Baca juga: Jepang dan Korsel Alami Resesi Seks, Apa Penyebabnya?

Resesi seks Indonesia

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, Indonesia menurutnya juga bisa berpotensi mengalami resesi seks. 

Hal itu bisa terlihat dari usia pernikahan penduduk Indonesia yang semakin meningkat. Jika sebelumnya mayoritas pernikahan terjadi pada pasangan usia muda, kini trennya banyak pasangan yang menunda pernikahan.

"Potensi itu (resesi seks Indonesia) ada, ada ya, tapi sangat panjang, karena kan gini usia pernikahan semakin lama kan semakin meningkat. (Ini bicara ) pernikahan loh bukan seks," kata Hasto kepada wartawan di Hotel Shangri La, Jakarta, Selasa (6/12/2022).

"Usia pernikahan itu mundur, karena semakin menempuh studi, karier dan sebagainya," kata dia dikutip dari KompasTV

Fenomena itu, kata Hasto, banyak terjadi di kota-kota besar. Selain usia pasangan menikah yang semakin mundur, tren keluarga kecil dengan jumlah anak sedikit juga sedang terjadi.

"Jadi bisa saja terjadi minus growth atau zero growth sekarang ini kan beberapa daerah sudah minus growth, zero growth seperti beberapa kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah minus growth jumlah anaknya sedikit," jelasnya.

Meskipun Indonesia berpotensi alami resesi seks, namun hal tersebut menurutnya masih lama.

Hal tersebut bisa terjadi setelah generasi anak muda yang hidup di tahun 2045, mayoritas memutuskan tidak menikah dan tidak punya anak alias child free.

Baca juga: Alami Resesi Seks, Jepang dan Korsel Akan Beri Subsidi Rumah Baru Pasutri 

Dampak resesi seks bagi Indonesia

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, menyebutkan dampak yang terjadi apabila Indonesia alami resesi seks.

Salah satunya resesi seks akan menyebabkan jumlah keluarga berkurang.

Berkurangnya jumlah keluarga pada gilirannya berisiko menyebabkan jumlah kelahiran anak menjadi menurun.

Selanjutnya, turunnya angka kelahiran menyebabkan beban populasi produktif selama 5-10 tahun mendatang menjadi semakin besar.

"Ini artinya orang-orang yang produktif akan menanggung (beban) karena yang bekerja tidak banyak," kata Drajat kepada Kompas.com, Sabtu (10/11/2022). 

Dampak lain yang ditimbulkan akibat resesi seks adalah lesunya ekonomi.

Drajat mengatakan, menurunnya jumlah keluarga otomatis dibarengi juga dengan berkurangnya keinginan untuk membeli rumah atau kebutuhan rumah tangga.

Rendahnya anak kelahiran, menurut Drajat, juga menimbulkan penurunan ekonomi karena semakin banyak orang tidak lagi membeli barang-barang kebutuhan anak.

"Itu 'kan kebutuhan besar untuk memutar ekonomi masyarakat," katanya.

Pengaruh untuk keluarga dan masyarakat

Drajat juga menyampaikan, resesi seks secara sosiologis menyebabkan fungsi kontrol masyarakat, fungsi kebersamaan masyarakat, dan fungsi moralitas masyarakat menjadi hilang.

"Karena masyarakat ketika kumpul bersama orang lain itu 'kan muncul berbagai kebutuhan sosial," ujar Drajat.

Baca juga: Angka Kelahiran Terus Menurun di Negara Maju, Apa Saja Dampaknya?

"Ada tokoh masyarakat, tokoh keluarga. Nanti tanggung jawab ibu atau ayah ini hilang karena (orang) mengelola sendiri kehidupannya."

"Tanggung jawab kepada masyarakat atau orang lain juga berkurang karena ia (orang yang tidak menikah) cenderung mem-protect dirinya sendiri," lanjutnya.

Drajat menambahkan, keenganan orang Indonesia di masa yang akan datang untuk menikah juga bisa menimbulkan alineasi sosial atau keterasingan.

Penyebab resesi seks Indonesia

Risiko-risiko yang sudah disebutkan, kata Drajat, dapat terjadi apabila generasi muda saat ini atau yang akan datang memilih hidup sendiri.

Ia menjelaskan, keinginan untuk hidup seorang diri muncul karena orang merasa tidak dibebani dengan tanggung jawab pada pasangan bahkan anak.

Keengganan generasi muda di Indonesia untuk menikah juga dikatakan Drajat terlihat dalam riset yang dilakukannya tentang perempuan otonom.

Baca juga: Angka Kelahiran Bayi Tabung di Makassar Mencapai 460 Per Tahun

Perempuan otonom berusia 26-30 tahun yang diwawancara Drajat memilih untuk tidak menikah karena lebih mengutamakan profesi.

Mereka juga enggan untuk berumah tangga dengan alasan melanjutkan studi dan ingin mengatur ekonomi dan hiudpnya sendiri.

"Kemudian, mereka (orang tidak menikah) bisa mengelola waktu yang dimiliki, jadi kalau capek ya tidur dan tidak ada yang mengganggu," jelas Drajat.

Drajat juga menyampaikan, keenganan generasi muda menikah karena mereka tidak mau terlibat dalam pertengkaran dalam keluarga.

Menurutnya, konflik dalam rumah tangga dikhawatirkan oleh generasi muda karena dapat mengacaukan pekerjaan dan mengganggu mental selama berhari-hari.

"Keuntungan secara emosional tidak sebanding dengan itu (pertengkaran) sehingga keluarga itu dianggap tidak terlalu menguntungkan," jelasnya. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi