Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Update Corona 11 Desember 2022: Muncul Subvarian Baru Omicron CH.1.1 di India

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Design_Cells
Ilustrasi virus corona menyebabkan pembekuan darah.
|
Editor: Rendika Ferri Kurniawan

KOMPAS.com - Update seputar Covid-19 di Indonesia dan sejumlah negara di dunia, Minggu (11/12/2022).

Berdasarkan data real time Worldometers pada Minggu (11/12/2022), total kasus virus corona secara global, yakni:

Baca juga: Fakta dan Sebaran Covid-19 Varian Omicron BN.1 di Indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Covid-19 bertambah 2.191 kasus di Indonesia

Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada Sabtu (10/12/2022) sore, penambahan kasus harian infeksi Covid-19 di Indonesia sebanyak 2.191 kasus.

Angka tersebut merupakan penambahan angka kasus harian terendah di Indonesia sejak 24 Oktober 2022.

Jakarta dengan 755 kasus harian juga menjadi yang terendah sejak tanggal yang sama.

Meski begitu, angka 2.191 kasus ini menurun sedikit dibandingkan kemarin yang sempat mencapai 2.501 kasus per hari pada Jumat (9/12/2022).

Sementara, positivity rate masih fluktuatif di atas 5 persen, tapi membaik dibanding minggu lalu yang selalu di angka belasan.

Untuk diketahui, positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan.

Sementara kasus aktif masih konsisten turun, 41.997 masih berjuang untuk sembuh dari Covid-19 berdasarkan data hari ini.

Berikut update kasus harian dari Satgas Penaganan Covid-19 per Minggu (11/12/2022):

Dengan penambahan angka tersebut, total kasus Covid-19 yang tercatat sebagai berikut:

Baca juga: Gejala Covid-19 Subvarian Omicron BN.1 yang Sudah Masuk Indonesia

Muncul subvarian baru Omicron CH.1.1 di India

Dilansir dari Times of India, Sabtu (10/12/2022), para ilmuwan menemukan adanya subvarian baru Omicron yang dinamai CH.1.1 pada Sabtu, 10 Desember 2022.

Menurut data INSACOG terbaru, subvarian itu muncul pada 17 sampel yang terdiri dari 16 sampel dari Maharashtra dan satu orang dari Gujarat.

Yang mengkhawatirkan adalah subvarian CH.1.1 saat ini telah mendapatkan mutasi dari varian Delta, yang diduga membuat subvarian ini lebih patogenik atau mudah menginfeksi.

Anggota Satgas Covid di India, Dr. Sanjay Pujari mengatakan bahwa para peneliti masih mengidentifikasi apakah subvarian ini juga mengakibatkan gejala parah bagi penderitanya atau tidak.

Sebab, berkaca pada infeksi varian Delta, pasien yang menderita mengalami gejala cukup parah.

"Selain itu, gelombang Delta terjadi ketika imunitas tidak kuat. Data lebih lanjut diperlukan sebelum sifat patogeneisitas yang meningkat dapat dikaitkan dengan CH.1.1," ujar Dr. Pujari.

Ia menambahkan, kemunculan subvarian baru ini bukan hal aneh, karena dia juga keturunan BA.2.75 Omicron.

Kasus harian positif Covid-19 di India saat ini juga terbilang rendah.

"Pengawasan konstan dipertahankan atas penyebaran Covid dan gambaran saat ini tidak menunjukkan peningkatan transmisi," lanjut dia.

Lantas, apa itu Omicron CH.1.1?

Menurut para ilmuwan internasional, subvarian baru Omicron CH.1.1 adalah salah satu varian yang paling menghindari kekebalan imunitas dan kini telah mengadopsi mutasi R Delta dalam beberapa sampel di luar negeri.

Baca juga: 20 Kasus Omicron BN.1 Terdeteksi di Indonesia, Apa Saja Gejalanya?

China optimasi manajemen pencegahan Covid-19

Dilansir dari CGTN, Sabtu (10/12/2022), guna mengendalikan kasus Covid-19 di China, mereka melakukan optimasi manajemen pencegahan Covid-19.

Pertama, penerapan herd-immunity. Ini mentoleransi tingkat kematian yang tinggi karena populasi perlahan mengembangkan kekebalan.

Kedua, melakukan vaksinasi terhadap penyebaran Covid-19. Ini dicapai melalui vaksinasi ekstensif.

Tindakan ini efektif dalam menekan Covid-19, tetapi hanya jika vaksin tersebut sudah disuntikkan pada masyarakat luas.

Ketiga, pendekatan kebijakan nol-Covid dinamis, yang mengandalkan tindakan karantina dan isolasi (penguncian) untuk membatasi penyebaran virus.

Ketika diterapkan secara ketat aturan itu membuat tingkat kematian sangat rendah.
Selain itu, kebijakan nol Covid berdampak kurang baik pada biaya ekonomi dan sosial, jika Covid-19 bertahan lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.

Sebagai informasi, kebijakan nol Covid-19 di China menghasilkan tingkat kematian yang sangat rendah dan mencegah sistem medis dan rumah sakit kewalahan.

Baca juga: Update Corona 7 Desember: China Longgarkan Aturan Usai Didemo | Produsen Vaksin Covid-19 Saling Gugat

Namun, kebijakan itu membuat China terisolasi.

Ini termasuk wajib penggunaan masker serta penguncian jangka pendek dan terbatas secara geografis sesekali untuk menahan wabah.

Lantaran berbagai macam keadaan dan beragam kombinasi tindakan yang digunakan untuk mengendalikan Covid-19, dunia kini menghadapi varian Omicron yang lebih ringan.

Dampaknya seringkali kurang dari flu musiman, meski seperti flu, bagian populasi yang rentan tetap berada pada tingkat risiko yang lebih tinggi.

Perlu diantisipasi bahwa saat Omicron berevolusi menjadi varian tambahan, mungkin ada peningkatan keparahan sesekali, seperti yang terjadi pada musim flu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi