Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Editor dan Penulis
Bergabung sejak: 8 Jun 2016

Editor dan Penulis

Remy Sylado dan Mesin Tik

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/ CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Remy Sylado.
Editor: Egidius Patnistik

SASTRAWAN Remy Sylado meninggal dunia pada 12 Desember 2022. Kita kehilangan seorang sastrawan besar, seorang maestro multi-talenta, seniman serbabisa. 

Remy Sylado atau dalam not angka ditulis 23671 bernama asli Yapi Tambayong. Dalam dunia sastra, drama, perfilman, musik, bahasa, Remy Sylado adalah nama yang besar.

Dalam dunia perbukuan, sudah banyak buku yang diterbitkannya, baik dengan nama Remy Sylado maupun dengan nama samaran, di antaranya Alif Danya Munsyi, Dova Zila, Juliana C. Panda.

Baca juga: Sastrawan Remy Sylado Meninggal Dunia

Saya beberapa kali bertemu dengan Remy Sylado, khususnya berkaitan dengan dunia perbukuan. Suatu hari Remy Sylado datang ke kantor Penerbit Buku Kompas. Seperti kebiasaannya, Remy yang menyukai warna putih, siang itu tampil necis. Baju dan celana panjang warna putih, topi putih, sepatu warna putih, tas koper yang dibawa warna putih, bahkan rambut dan cambang pun putih. Unik.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih unik lagi, di setiap jari kanan dan kirinya melingkar batu akik, nyentrik. Hari itu Remy tampil beda, walaupun hal ini menjadi ciri khasnya selama ini.

Waktu bertemu, Remy kemudian menyodorkan naskah novel berjudul Malaikat Lereng Tidar. Novel setebal 500-an halaman ini kemudian diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2014.

Kami kemudian mengobrol ngalor-ngidul dari siang sampai sore. Sore itu kami suguhi nasi goreng. Remy senang bercerita dari soal lagu-lagu karya Ismail Marzuki, Sampokong sampai Columbus, Tiongkok, sampai soal peribahasa.

Seingat saya, salah satu cerita Remy saat itu adalah tentang dirinya yang membuat catatan kaki pada sebuah novel. Padahal pada masa itu, terasa aneh novel diberi catatan kaki. Sangat tidak lazim, lain halnya pada karya nonfiksi. Berbagai kritik pun bermunculan. Tetapi lucunya, model ini kemudian ditiru penulis lain.

Beberapa waktu kemudian saya (bersama Patricius Cahanar) beberapa kali mampir ke rumah Remy Sylado di Jakarta. Rumahnya tampak eksotik, etnik, penuh warna hitam putih. Lukisan karya Remy Sylado bertebaran di dinding dan plafon rumahnya.

Remy memang dikenal pandai melukis, pandai bermain musik, menguasai beberapa bahasa asing, di antaranya bahasa Ibrani, bahasa Yunani, dan bahasa Mandarin. Remy mengatakan bahwa bahasa Mandarin dipelajarinya hanya dalam waktu satu tahun saja, termasuk tulisan kanjinya.

Ketika pakai mesin tik

Kedatangan kami ke rumahnya untuk mengambil naskah yang akan kami terbitkan. Saat itu Remy menyodorkan hardcopy naskah. Saya perhatikan, ini hasil tik manual mesin tik, bukan printout komputer. Sedangkan zaman sekarang sudah serba komputerisasi.

Kemudian kami bertanya,”Ada soft copy-nya, Pak?”

Remy menggeleng.

Ternyata, hingga tahun 2000-an kebiasaan Remy dalam menulis naskah selalu memakai mesin tik. Baginya, mengetik naskah memakai mesin tik, memiliki kebahagiaan tersendiri, kepuasan batin. Walaupun pada masa itu komputer PC atau laptop sudah umum dipakai atau dimiliki orang.

Baca juga: Riwayat Penyakit Hernia Remy Sylado Sebelum Meninggal Dunia

Mengenai mesin tik ini saya jadi teringat dengan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef  (almarhum). Pak Daoed yang rajin menulis sampai akhir hayatnya pun memiliki kebiasaan menulis naskah memakai mesin tik. Beliau tak tergoda memakai komputer. Bisa jadi Remy pun sependapat dengan Daoed Joesoef.

Di lain kesempatan, Remy bercerita, bahwa dia tengah menulis tiga novel dalam waktu bersamaan. Hari ini tulis novel ini, besok novel itu, begitu seterusnya. Bergantian.

Saya katakan apakah tidak bakal keliru nantinya pada saat menulis? Remy katakan tidak, sebab ketiga novel itu alurnya sudah dihafal.

Kalau tidak salah yang sedang ditulisnya waktu itu cerita novel Sampokong yang menjadi cerita bersambung pada koran ibu kota (sudah diterbitkan menjadi buku), Mata Hari (sudah diterbitkan menjadi buku), dan novel satu lagi entah apa judulnya.

Kebiasaan Remy dalam membuat novel adalah dia selalu melalui riset, kemudian membuat outline, setelah itu mengembangkan sesuai imajinasi ketika mulai menulis. Ia mengakui hal itu sanggup dilakukan secara bersamaan, dan ditulis pakai mesin tik!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi