KOMPAS.com - Lini masa Twitter tengah ramai dengan warganet yang mengaku melihat perlakuan diskriminatif rumah sakit terhadap orang dengan human immunodeficiency virus (ODHIV).
Melalui akun ini pada Rabu (14/12/2022), pengalaman tersebut dia rasakan saat menemani ODHIV yang hendak menjalani operasi.
Di mana rumah sakit memberikan ranjang atau tempat tidur yang sudah dilapisi plastik untuk temannya.
"Diskriminasi odhiv masih ada!! Dampingi teman odhiv yg mau operasi, kaget kok bed diplastiki kukira karena sejak pandemi, ternyata dijelaskan oleh susternya karena HIV. Mau marah tapi sama siapa?! Kok ga sekalian kamar mandinya kalian laminating?!" tulis dia.
Unggahan ini pun ramai dan telah mendapatkan lebih dari 3.000 komentar dan 3.600 lebih quote tweets pada Jumat (16/12/2022) siang.
Sebagian besar warganet pun mengatakan bahwa tindakan rumah sakit merupakan standar operasional prosedur (SOP).
Beberapa warganet menyarankan pengunggah untuk bertanya lebih lanjut terkait ranjang rumah sakit yang dilapisi plastik.
Namun, ada pula warganet yang setuju bahwa tindakan rumah sakit melapisi ranjang dengan plastik termasuk dalam diskriminasi.
Lalu, apakah tindakan rumah sakit saat akan menangani ODHIV tersebut termasuk diskriminasi?
Baca juga: Ada 308 Kasus HIV/AIDS di Tangsel sejak Januari 2022, Lokasi Perawatan Ditambah
Sebagai upaya pencegahan
Ahli penyakit dalam, dr. Andi Khoemini Takdir Haruni mengungkapkan, gambar dalam twit viral tersebut merupakan standar yang diterapkan di rumah sakit.
Menurut dia, tindakan rumah sakit dilakukan apabila ada pasien yang diketahui maupun dicurigai terinfeksi penyakit menular tertentu, seperti HIV, hepatitis B, serta hepatitis C.
"Itu biasanya tenaga medis melakukan precaution yang lebih ketat. Jadi APD-nya itu diupayakan lebih tinggi," tutur Andi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (16/12/2022).
Dia melanjutkan, tenaga medis juga akan lebih memperhatikan dan meningkatkan sterilisasi kepada pasien dengan riwayat infeksi menular tertentu.
Penambahan lapisan seperti plastik, menurut dia, berguna untuk menurunkan potensi cairan tubuh ke benda sekitar.
Namun, biasanya tenaga medis akan kembali memberikan pelapis di ranjang agar pasien tidak gerah.
"Biasanya akan ada lapisan tambahan lagi. Misalnya selimut, yang tidak terlalu gerah dan mudah dibersihkan," ujar Andi.
Baca juga: Masih banyak Diskriminasi kepada Penderita HIV/AIDS
Berlebihan dan tidak perlu
Di sisi lain, peneliti Health Global Security, dr Dicky Budiman mengatakan, apa yang dilakukan rumah sakit melapisi ranjang pasien HIV dengan plastik adalah tindakan berlebihan.
"Cara seperti ini berlebihan dan tidak perlu seperti itu," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (16/12/2022).
Dicky menjelaskan, HIV/AIDS menular melalui lubang dalam tubuh, termasuk karena infeksi atau luka.
Meski berukuran mikro, apabila lubang tadi terpapar cairan tubuh pasien HIV, masih berpotensi tertular. Namun, lanjut dia, penularan HIV tidaklah sesederhana itu.
"Kalau pasien HIV adalah pasien dengan viral load atau jumlah virus kecil karena dia teratur minum ARV, treatment-nya, ya kemungkinan kecil untuk tertular," ungkap Dicky.
Belum lagi rumah sakit atau tenaga medis akan menerapkan universal precaution atau pencegahan yang merujuk pada menghindari kontak dengan cairan tubuh pasien.
Beberapa langkah universal precaution, menurut Dicky, yaitu memakai masker, sarung tangan, dan pakaian hazmat, serta menghindari kontak dengan jarum yang dipakai pasien.
Dengan menerapkan universal precaution, dia mengatakan bahwa tenaga medis, pasien, dan unsur lain yang terlibat akan sama-sama terlindungi.
"Itu tentu akan mengurangi potensi penularan. Dan tidak perlu sampai seperti itu, tempat tidur semua dilapisi, tidak seperti itu," tandas dia.
Baca juga: 6 Mitos tentang HIV/AIDS, Jangan Lagi Percaya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.