Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan
Bergabung sejak: 24 Mar 2020

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menghayati Asas Praduga Tak Bersalah

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock.com
Ilustrasi hukum. Apa itu delik?
Editor: Sandro Gatra

DARI para begawan hukum seperti Prof Satjipto Raharjo, Prof Adnan Buyung Nasution, Prof Mahfud MD, Prof Yasonna Laoly saya memperoleh kesadaran bahwa para penegak hukum yang adil dan beradab seyogianya menyelenggarakan penegakan hukum di negara hukum secara berpegang teguh pada pedoman pada asas praduga tidak bersalah.

Asas praduga tak bersalah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dalam penjelasan umum KUHAP butir ke 3 huruc c, asas praduga tak bersalah dijelaskan sebagai berikut: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Dari penjelasan umum KUHAP dapat disimpulkan bahwa praduga tidak bersalah merupakan asas dasar penegakan hukum di persada Indonesia sebagai negara hukum terutama yang mengatur sikap dan perilaku penegak hukum maupun masyarakat terhadap setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidah pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh hukum tetap.

Pada hakikatnya sukma asas praduga tidak bersalah serasi, selaras, seiring-setujuan, seirama dan senada dengan sukma luhur sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apabila penjelasan serba adil dan beradab itu dihadapkan dengan kenyataan yang terjadi pada realita proses penegakan hukum di Indonesia, maka terkesan bahwa penjelasan umum KUHAP masih pada tahapan idealisme peradaban yang didambakan das Sollen sebagai panggang yang masih jauh dari api das Sein.

Yang terjadi pada kenyataan alih-alih praduga tidak bersalah ternyata malah praduga bersalah yang bahkan kerap kali meruncing menjadi pemaksaan praduga harus bersalah.

Tampaknya sebagian (tidak semua) masyarakat Indonesia didominir para penganut aliran homo homini lupus yang memang gemar berperangai main hakim sendiri demi tawuran keroyokan mirip serigala gemar ramai-ramai menerkam setiap orang yang diduga melakukan kesalahan berdasar asas praduga bersalah bahkan praduga harus bersalah.

Terkesan bahwa sila ke dua Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab memang belum dihayati atau sudah tetapi keliru dihayati oleh mereka yang menganggap ajaran welas-asih atau kasih-sayang sebagai citra kelemahan belaka.

Wajar bahwa mereka yang tidak suka ajaran welas-asih memang lazimnya lebih suka ajaran kekerasan dan kebencian. Maka negara hukum ditafsirkan sebagai negara hukum rimba!

Mutu peradaban suatu bangsa dapat diukur seberapa jauh masyarakat bangsa tersebut menghayati serta mengejawantahkan asas praduga tak bersalah.

Selanjutnya masa depan peradaban hukum di Indonesia tergantung kehendak pilihan kita semua.

Tergantung kita akan memilih untuk asyik menggunakan asas praduga bersalah atau bahkan praduga harus bersalah atau memilih untuk bijak menggunakan asas praduga tidak bersalah demi menegakkan pilar-pilar keadilan dan peradaban di negeri tercinta kita sebagai negara hukum nan gemah ripah loh jinawi, tata tenteram kerta raharja. MERDEKA!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi