Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PNS
Bergabung sejak: 31 Okt 2022

Saat ini bekerja sebagai periset di Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas, BRIN

Bahasa "Asing" di Negara Sendiri

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi bahasa Inggris
Editor: Sandro Gatra

JANGAN marah dulu! Ada dua hal yang diacu oleh kata "asing" tersebut. Belakangan ini berseliweran informasi terkait bahasa Indonesia nan “terjajah” oleh bahasa Inggris.

Ya, bahasa asing tersebut memang mulai menunjukkan tren-nya di negara bekas jajahan Belanda dan Jepang ini.

Jika merunut sejarah kemerdekaan Indonesia, bahasa Asing yang berhak mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia tentunya bahasa Belanda dan Jepang. Bukankah nenek moyang terdahulu sudah terbiasa dengan bahasa-bahasa tersebut?

Adanya kesepakatan yang menyatakan bahwa bahasa Internasional ialah bahasa Inggris, maka Indonesia pun menggunakan bahasa tersebut dalam hubungannya dengan orang asing yang datang ke Indonesia.

Mengerucut ke kunjungan orang asing ke Indonesia. Kedatangan mereka inilah yang membuat orang Indonesia mau tidak mau menyandingkan kata bahasa Asing tersebut dengan bahasa Indonesia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus pertama, bandara dan pelabuhan sebagai gerbang kedatangan. Dimaklumi, ya, jika di dua tempat ini terdapat papan pengumuman maupun merek dagang kios yang menggunakan kata berbahasa Asing.

Permasalahan muncul saat kata-kata berbahasa Asing hadir di situasi formal seperti kantor-kantor pemerintahan. Sudah terlalu banyak contoh kata yang disuguhkan.

Pertanyaan pengkritis ialah, mengapa di ruang publik tersebut mesti terdapat kata-kata berbahasa Asing? Apakah tempat-tempat tersebut “sering” disinggahi orang asing?

Kedua, sekolah non-internasional. Maksudnya sekolah-sekolah negeri/swasta yang jelas-jelas bahasa pengantarnya bahasa Indonesia.

Rupanya, penggunaan kata berbahasa Asing bertujuan untuk menunjukkan wibawa dan sekolah yang bermutu internasional meskipun sekolah tersebut bukan sekolah internasional (Solopos, 20/02/22).

Ketiga, lokasi wisata. Sebagian pengkritis “julid” bahwa apakah iya semua tempat wisata dikunjungi wisman?

Bali, misalnya, boleh disebut sebagai pulau yang memang paling banyak menjadi tujuan wisman. Apa kabarnya dengan daerah tujuan wisata yang berada di pelosok?

Lantas, sebegitu pentingkah bahasa Asing dijadikan raja di tempat-tempat yang belum semestinya digunakan? Haramkah?

Sebaliknya, kita lihat dari sisi lain, seandainya bahasa Indonesia yang masih “asing” digunakan di Indonesia.

“Kami mohon agar narasumber membagikan salindia di akhir acara untuk dapat kami pelajari lebih lanjut. Oh ya, pihak panitia, suara narasumber terdengar kecil karena tidak menggunakan pelantang, tetikus pun sepertinya bermasalah.”

Begitulah sedikit ilustrasi saat kegiatan ilmiah berlangsung. Bagi mereka yang belum mendapatkan sosialisasi kata-kata bahasa Indonesia semacam salindia, tetikus, pelantang, dan peramban, tentunya akan merasa “asing” dan berupaya mencari maknanya di kamus.

Bukankah hal tersebut sama susahnya saat dihadapkan dengan penggunaan kata berbahasa Asing?

Kalau memang belum familiar, untuk apa dipakai? Ini berlaku untuk bahasa Asing maupun bahasa Indonesia.

Jika kita mau mengalah, ada hal baik yang muncul jika kedua pihak dimenangkan dalam kasus penggunaan bahasa Indonesia maupun bahasa Asing di Indonesia.

Pertama, saat dibiasakan bahasa Asing dan bahasa Indonesia yang masih “asing”, orang-orang yang membaca (mendengar, jika dikaitkan dalam situasi lisan) sedikit banyaknya akan berusaha mencari tahu apa yang diacu oleh kata-kata tersebut. Tentunya hal ini secara tidak langsung akan memperkaya kosa kata mereka, bukan?

Bukankah Thorndike (Schunk, 2012) menyatakan bahwa langkah awal dalam pembelajaran itu ialah pembiasaan? Sesuatu menjadi bisa karena terbiasa.

Biasakan penggunaan bahasa Asing yang disertai padanan dalam bahasa Indonesia, tentu tidak akan menjadi permasalahan. Sesuaikan dengan konteks lokasi.

Saat berada di bandara maupun pelabuhan, kata bahasa Asing dapat ditulis lebih besar ukurannya dibanding padanan kata bahasa Indonesia-nya. Begitu juga saat kata-kata berbahasa Asing digunakan di lokasi-lokasi wisata.

Sasarannya orang-orang asing yang datang berkunjung. Hal tersebut akan memudahkan mereka mendapatkan informasi.

Berbeda halnya saat digunakan di kantor-kantor pemerintahan maupun sekolah. Kata berbahasa Asing tersebut ditulis lebih kecil ukurannya dibanding kata bahasa Indonesia.

Intinya, di mana pun kata-kata tersebut dipakai, sandingkan mereka, sesuaikan ukuran hurufnya. Tidak menjadi masalah bukan?

Bahasa Indonesia tetap diutamakan, bahasa Asing pun terkuasai.

Lalu, bagaimana dengan bahasa Indonesia yang masih “asing” tersebut? Perlu sosialisasi ekstra. Hambatan terbesarnya ialah “rasa bahasa”.

Berkaitan dengan rasa bahasa, orang Indonesia sepertinya sudah pintar dalam pemilihan kata.
Tidak pernah kita mendengar percakapan di kantor-kantor maupun sekolah-sekolah di Indonesia yang menggunakan kata berbahasa asing “delay(ed)” saat mengacu pada percakapan, “Anda sudah tiga hari delay(ed) ke kantor (Kompasiana.com, 28/1/19).

Rasanya aneh. Akan terasa pas maknanya saat kata berbahasa Asing tersebut muncul dalam konteks penerbangan atau situasi ilmiah lainnya.

Begitupula dengan bahasa Indonesia seperti tetikus, salindia, peramban, unduh, unggah, dan sebagainya. Jika masyarakat merasakan kata-kata tersebut cocok “rasanya”, mereka akan menggunakan dengan sendirinya.

Jadi, tidak usah takut bahasa Indonesia menjadi asing di rumahnya sendiri dikarenakan fenomena tren berbahasa Asing, baik lisan, lebih-lebih tulisan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi